Chapter 3

1.2K 270 312
                                    

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 10.00 pm KST, itu tandanya waktu kerja Hyerin telah usai. Di perjalanan saat Hyerin hendak menyebrang jalan tiba-tiba ada satu mobil yang melaju sangat cepat ke arahnya, yang bisa Hyerin lakukan saat ini adalah hanya menutup rapat kedua netranya saat lampu dari mobil itu menyorot ke arahnya. Jangankan untuk menghindar, pun sekedar menggerakkan kedua kakinya saja terasa sangat sulit hingga membuat persendiannya seakan tak bisa digerakkan .

Mengingat betapa kencangnya laju mobil itu sebelum Hyerin mengatupkan kelopak matanya. Paling tidak tubuhnya sudah bisa di pastikan akan terpental jauh dengan banyak luka yang langsung tercetak atau kemungkinan terburuknya adalah semua tulang di tubuhnya akan remuk tak tersisa akibat kejadian itu. Tapi kejadian itu harusnya sudah berlalu beberapa menit yang lalu, tapi nyatanya Hyerin tidak merasakan rasa sakit sama sekali di tubuhnya.

Suara decitan dari kanvas rem mobil yang dihentikan secara paksa membuat Hyerin terdiam dengan detak jantung yang berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya. Hingga netranya kembali terbuka saat rungunya mendengar derap langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya, dilihatnya seorang pria yang berdiri tepat di hadapannya. Hyerin tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena tubuh pria itu membelakangi cahaya dari sorot lampu mobil yang masih menyala.

"Apa kau mau mati? Huh?!!!"

"Apa? Kau yang membuatku hamp—"

"Menyingkirlah !!!"

Akhirnya Hyerin memilih untuk mengalah dan menyingkir dari hadapan mobil yang siap untuk kembali melaju. "Ada apa dengannya? Bukankah harusnya ia meminta maaf atas tindakannya itu. Hhhh." Hyerin hanya bisa bergumam saat melihat mobil yang semakin menghilang dari pandangannya.

Tak membutuhkan waktu lama, Hyerin pun tiba dan masuk ke dalam rumah sederhananya. Sebelum masuk ke dalam kamarnya sendiri, Hyerin menyempatkan diri untuk menemui dan melihat keadaan Sang Ayah setelah ia tinggal selama seharian penuh.

Ayah Hyerin, Han Seokmin. Mengidap kelumpuhan pada kedua kakinya yang disebabkan kecelakaan hebat yang terjadi pada 7 tahun silam. Kecelakaan itu bahkan merenggut nyawa istrinya. Dan sejak kejadian itu Seokmin mengalami shock berat hingga membuatnya sedikit depresi karena tidak bisa menerima keadaannya juga menerima kepergian mendiang istrinya. Bahkan pada awal kejadian itu ia selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kematian istri tercintanya.

Dan semenjak kejadian itu pula Seokmin sama sekali tidak mau berbicara dengan siapapun tak terkecuali dengan Putri tercintanya. Hyerin sempat membawa Ayahnya untuk melakukan pemeriksaan saat dia tau Ayahnya tidak bisa berbicara, namun yang diucapkan dokter kala itu membuat Hyerin sangat terpukul karena dokter mengatakan tidak ada yang salah dengan pita suara Sang Ayah. Beliau bukan tidak bisa berbicara melainkan, dia tidak mau berbicara Dan itu semua dilakukan atas kehendak Seokmin sendiri.

Hyerin tersenyum saat melihat Ayahnya yang sudah terlelap di atas ranjang, tangan Hyerin bergerak membetulkan posisi bantal serta selimut Sang Ayah yang telihat sedikit berantakan tanpa membuatnya terbangun. Dengan gerakan seminimal mungkin, Hyerin mengecup dengan lembut kening pria paruh baya itu. "Selamat tidur Appa, terimakasih karena kau telah menjaga dirimu dengan baik hari ini. Aku mencintaimu," ucap Hyerin lantas berlalu menuju kamarnya.


*****


Setelah membersihkan diri, Hyerin pun tengah bersiap untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang terasa begitu nyaman setelah seharian penuh bekerja. Hyerin menatap langit-langit kamarnya, menarik nafas dalam mencoba menetralkan segala pikirannya.

Lelah sangat lelah, bekerja juga menempuh pendidikan di waktu bersamaan bukanlah hal yang mudah. Seluruh tenaga juga pikirannya benar-benar terkuras setiap harinya. Tapi inilah hidup yang harus Hyerin jalani, mau tidak mau, suka tidak suka, Hyerin harus tetap menjalaninya.

HEILERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang