Bagian 24

423 65 1
                                    

"Disetiap hubungan perlu kejujuran, perlu ketebukaan. Kalau ada masalah beresin nya masing-masing, terus guna nya pacar buat apa?"— Meza Febriani.


***

Meza tercengang ketika melihat orang yang dua tahun lalu pergi. Dia, penyebab Meza bar-bar. Dia, penyebab Meza tak pernah lagi berpacaran. Dia, penyebab Meza tak pernah menaruh perasaan lagi kepada laki-laki.


"C-Cakra." Meza menatap laki-laki di depan nya tak percaya.

Cakra tersenyum dan mengangguk. "Iya. Ini aku. Cakra," ujar Cakra, manis. "Kenapa? Kok kaya kaget gitu. Ini aku, pacar kamu."

Meza diam. Dia bingung antara harus sedih atau senang. Disisi lain orang yang dulu pergi kembali, namun disisi lain luka yang dulu teringat kembali.

"Ngapain?" Diluar dugaan Cakra, dia kira Meza akan senang karena dia kembali. Tapi, Meza bertanya apa tujuan Cakra kembali.

"Za, kok nanya gitu? Ini aku, Cakra. Pacar kamu. Kamu kenapa?" Cakra berusaha meraih tangan Meza, namun Meza tepis.

"Gak usah pegang-pegang," ketus Meza. "Tangan gue gak sudi di pegang sama cowok brengsek kaya lo!" ujar Meza dengan mata yang merah.

"Sayang, kamu kenapa? Cerita sama aku." Cakra memegang kedua pundak Meza kuat-kuat. "Kamu gak suka aku pulang?"

Meza tertawa pedih. "Cerita? Buat apa gue cerita? Ada guna nya buat lo?" tanya Meza sinis.

"Kita pacaran, Za. Kamu bilang sama aku, kamu kenapa? Jujur," ucap Cakra.

"Jujur? Kalo gue harus jujur kenapa lo enggak? Kalo gue harus terbuka kenapa lo enggak?" tanya Meza berusaha menahan agar tak menangis.

"Disetiap hubungan perlu kejujuran, disetiap hubungan perlu keterbukaan. Kalau ada masalah beresin nya masing-masing guna nya pacar apa?"

Cakra diam. Ucapan Meza membuat Cakra teringat akan masa lalu nya. Dia melepaskan cengkraman di bahu Meza, beralih ingin memeluk Meza, namun Meza tolak.

"Kenapa, Za? Aku pacar kamu. Kamu gak mau peluk? Kamu gak kangen sama aku?" Cakra menatap Meza kecewa.

"Kangen. Kangen banget. Tapi, apa pantes setelah lo nyakitin gue, gue kangen sama lo? Apa pantes gue kangen sama cowok bajingan kaya lo?" Meza burucap menumpahkan kekeselan nya.

"Maksud kamu apa?!" bentak Cakra. "Kamu boleh marah, tapi bisa gak sih jangan panggil aku bajingan? Aku gak bajingan, Meza."

Meza tersenyum luka. "Kalo bukan bajingan apa? Gue harus panggil lo cowok apa?! BRENGSEK!" ujar Meza sambil menangis, lelah.

Ini yang Meza benci. Dimana dia dilihat sedih, dimana dia merasa harus melirih. Luka, luka, dan luka yang Meza rasakan. Tak ada yang tahu seberapa luka Meza. Yang orang tahu hanya lah Meza yang bar-bar, Meza yang berisik, Meza yang tomboy, Meza yang bobrok, dan Meza si jagoan.

Tapi nyata nya? Itu semua palsu, Meza tak sekuat itu. Meza juga perempuan. Meza juga manusia. Meza punya hati. Meza punya perasaan. Dia bisa sakit, bisa rapuh, bisa retak, bisa lemah.

"G-Gue capek, Ka. Gue capek. Capek harus ngadepin semua ini. Kenapa lo disaat gue udah lupain lo kembali? Kenapa?" Meza menatap Cakra yang lebih tinggi dari nya dengan air mata yang terus turun.

"Za, jangan nangis. Aku sakit liat kamu nangis." Cakra berusaha mengusap air mata Meza, namun ditepis oleh Meza.

"Gue bego ya? Bego udah ngarepin cowok banci kaya lo. Bego, nolak banyak hati demi satu hati yang tak tahu diri," ujar Meza.

Keluarga BobrokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang