3 | BERTEMU KEMBALI

14.2K 4K 1.3K
                                    

Sunoo meneguk air putihnya, dingin dan segar. Memang, air putih yang didinginkan di kulkas itu memang enak. Distrik 7 memang serba lengkap, serba ada, dan serba canggih, berbeda dengan tempat tinggalnya.

Dia jadi pingin tinggal disini, tapi dia teringat orang tuanya... kira-kira mereka baik-baik saja tidak ya? Dia khawatir, pasti orang-orang dari pemerintahan itu mengawasi mereka, dia takut orang tuanya ditahan atau parahnya... dibunuh.

"Sunoo, lo gak sekolah hari ini?" Tanya Jay dengan penampilan serba hitamnya, sepertinya bersiap untuk mencuri lagi.

"Iya, Kak Heeseung bilang gue harus sembunyi dulu. Waktu itu kan wig gue hilang, takutnya ada yang lihat dan lapor kan bahaya. Gue gak mau jadi beban untuk kalian."

"Eiii, jangan gitu dong. Lo sama sekali bukan beban, justru lo itu penyemangat kita. Jangan murung ah, senyum dong."

Dari meja makan, Jake mendengus. "Lo bilang begitu karena ada maunya, kan?"

"Sembarangan, lo tuh hibur dia juga dong. Malah asik makan ayam, ntar dikutuk jadi ayam tau rasa lo," balas Jay sengit.

"HAHAHAHAHAHA!" Tawa Sunoo pun pecah. Seketika terbayang di kepalanya, Jake bertubuh ayam, terus petok petok petok!

"Sshh, awas ya lo," desis Jake kesal, menyiram Jay dengan segelas air putihnya.

"Woi, ada suka banget siram air! Gak ke Jungwon, gak ke gue, semua lo siram! Hayuk lah ber─ njir! Kenapa lo muncul tiba-tiba di depan gue, Kak Heeseung?!"

Heeseung yang baru datang langsung menutup telinga karena Jay berseru tepat di telinganya. Aduh, telinganya langsung pengang.

"Ada masalah apa?" Tanya Sunoo yang langsung peka melihat mimik wajah Heeseung terlihat gelisah.

"Gue dan Sunoo ketahuan, ayo pindah dari sini secepatnya."

Jay mendelik. "Serius?! Kok bisa sih?!"

Heeseung menggeleng. "Gue gak tau, mungkin karena Sunoo gak pake wig kemarin. Eits, ini bukan salah Sunoo kok. Yang terpenting kita harus cari tempat persembunyian lain, gue tau tempat yang aman untuk kita."

"Kita gak bisa terus sembunyi, Kak Heeseung," ujar Jake serius. "Mau sampai kapan kita begini? Kita harus lawan mereka, kalau sembunyi terus kita sama aja membenarkan opini mereka kalau kita manusia terkutuk. Please, kita cari solusi yang lain."

"Mereka gak bisa dianggap enteng, Jake," balas Jay tak setuju. "Kita bakal lawan pada waktunya, tapi bukan sekarang. Belum semua muncul kekuatannya, baru Jungwon dan Kak Heeseung."

"Gue ngerti, kok," timpal Heeseung. "Tapi, kita gak bisa diam disini. Kita harus pergi secepat mungkin, semoga kekuatan kita muncul di perjalanan. Ayo!"

Sunoo cemas. "Jungwon gimana?"

"Gue yakin dia bisa, gue pernah bilang ke dia, kalau ada masalah harus pergi sesegera mungkin ke rumah punya keluarga gue yang lain."

"Tapi kita gak bisa tinggalin dia, kak!"

"Lo mau tunggu dia sampai orang-orang itu dateng?"

Nada suara Heeseung berubah dingin, tanda mulai kesal. Sunoo menunduk, dia tidak bisa meninggalkan Jungwon... emosi Jungwon belum stabil sepenuhnya, itu berbahaya.

"Gak apa-apa, gue yakin Jungwon baik-baik aja," ucap Jake menepuk-nepuk pundak Sunoo.

"Emangnya kita mau ke rumah siapa?" Tanya Jay penasaran.

Heeseung menghela nafas. "Rumah peninggalan nenek, di daerah terpinggir wilayah Distrik 9, di dekat laut perbatasan wilayah IERE."


















































"Permisi pak, permisi bu, maaf menganggu, hehe. Saya mau lewat dulu ya."

"Tangkap dia!"

Orang-orang di jalan langsung minggir ketika Jungwon berlari melewati mereka. Jungwon tidak menggunakan esnya, itu bisa membahayakan warga sekitar.

Orang-orang berjas itu terus mengejarnya, pantang menyerah untuk menangkapnya. Berkali-kali mereka memerintahkan orang-orang yang ada di tempat untuk menangkap Jungwon, tapi tidak ada yang berani.

Itu bagus, dengan begitu kan dia bisa kabur dengan mudah ke tempat yang diberitahu Heeseung.

"Dasar bapak-bapak, awas encok pinggangnya," celetuk Jungwon, terus berlari.

"Kurang ajar! Siapapun tangkap dia atau kalian akan dipenjara!"

Mendengar itu, orang-orang sekitar terutama para pria langsung bergerak menghadangnya. Jungwon berdecak, dia mulai kesal.

"Maaf ya om, saya terpaksa."

Begitu katanya, sebelum tangannya bergerak mengeluarkan es dan membekukan kaki pria-pria itu. Mereka semua terkejut, berseru marah kepadanya.

"Dia manusia terkutuk itu!"

"Dasar sampah, kamu gak seharusnya hidup!"

"Udah tua bukannya jaga ucapan, saya bukan manusia terkutuk!"





BLAR!





Es menyebar cepat, Jungwon marah. Benda-benda terangkat, melayang tinggi di atas. Orang-orang mulai ketakutan, namun ada yang berani dan maju untuk menangkapnya.

Tatapannya menajam, mendesis kesal dan membentuk sebuah pedang dari esnya. "Yang mau hidupnya selesai hari ini, ayo maju!"

"Jangan takut, tangkap dia!" Perintah ketua orang-orang suruhan pemerintah itu.

Orang-orang maju bersamaan, berteriak mengeluarkan amarahnya. Tapi itu hal mudah bagi Jungwon, dia bisa mengalahkan mereka dalam beberapa detik saja dengan esnya.

Pedangnya ia ayunkan, melukai pria berjas hitam di depannya. Tidak sampai membunuh, tapi lukanya cukup dalam.

Api membara di dalam dirinya, amarahnya meledak-ledak. Sudah dibilang, emosinya belum stabil sepenuhnya. Dia bisa saja lepas kendali seperti saat ia tak sengaja membunuh Daniel dulu.

"Kalian pernah sekolah, kan?" Tanya Jungwon, menginjak tangan orang yang telentang di depannya. "Kalau sekolah, pasti bisa kan bedain mana yang baik dan mana yang bukan? KITA BUKAN MANUSIA TERKUTUK SEPERTI YANG KALIAN PIKIRIN, BERITA ITU GAK BISA DIPERCAYA, PEMERINTAH BOHONGIN KALIAN!"

"Bohong!"

"Cih, jadi beneran pingin mati, ya..."





Byur





Pedang terhenti beberapa centi di depan dada pria itu, orang-orang menahan nafas. Guyuran air yang cukup banyak itu membuat Jungwon basah kuyup.

Kedua tangan Jungwon terkepal, mendongak dengan marah. "Siapa yang berani siram air sembarangan, hah?!"

Dari rooftop toko roti di dekatnya, seseorang berdiri tegak dengan ember di tangannya. Tersenyum miring mengejek Jungwon, lalu melempar embernya asal.

"Maaf, habisnya gak bisa kontrol emosi sih."

Jungwon kaget, benar-benar kaget. Orang itu terkekeh pelan, lalu mengangkat busur panahnya. "Jungwon, ayo."

Jungwon menganga tak menyangka. Orang itu terlihat keren di atas sana, busur panah es itu benar-benar keren.

"Ayo kita selesaikan semuanya, dan ayo kita buktikan ke semua orang kalau kita bukan manusia terkutuk," lanjut orang itu.

Dia Park Sunghoon, pemuda tampan dengan rambut putihnya, persis seperti salah satu tokoh dicerita IERE.

IERE 2 | ENHYPEN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang