THE WEDDING

1K 97 3
                                    

VOTENYA JANGAN LUPA GAESS. SEBELUM BACA VOTE DULU BIAR TIDAK LUPA

VOTE TIDAK BAYAR KOK ALIAS GRATIS

AKU YANG MEMIKIRKAN IDE CERITANYA DAN TUGAS KALIAN HANYA MEMBERIKAN VOTE DAN KOMEN :D

THANKYOU !!


Mia sudah selesai di rias. Dia juga sudah mengenakan gaun pengantinnya yang membuatnya terlihat sangat cantik. Tidak lama setelah itu Stephen masuk ke dalam ruangan.

"Kau sudah siap?" Tanya Stephen sambil mencium puncak kepala anak gadisnya itu.

Mia menganggukkan kepalanya. "Apa aku terlihat cantik Yah?"

"Kau sangat cantik sayang. Tapi hanya hari ini." Sahut Stephen sambil tertawa.

Mia ikut tertawa. Tapi tetap tidak bisa meredakan degup jantungnya.

Walaupun hanya pernikahan pura-pura, ternyata Mia juga merasa deg-degan.

"Ayah keluar sebentar. Tunggu di sini."

Mia hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Kemudian Dia menghubungi Sean. "Kau sudah siap?"

"Kau tidak sabar melihatku? Tenang ya sayang, kau tidak akan kecewa. Banyak yang akan iri padamu hari ini karena kau bisa menikah denganku." Sahut Sean.

"Aku cuma tidak sabar acara ini selesai." Sahut Mia tidak mau kalah. Tujuan awalnya menghubungi Sean untuk menghilangkan degup jantungnya seketika menghilang. "Sean?"

"Apa?"

"Nanti jangan terpesona ya. Hari ini aku sangat cantik. Aku cuma khawatir kau akan jatuh cinta."

"Tenang saja, banyak tamu undangan yang akan jauh lebih cantik dari kau. Aku bisa melihat mereka saja nanti." Sahut Sean terkekeh.

"Oh iya, perempuan yang mau aku kenalkan padamu datang juga loh. Nanti kalian harus berkenalan."

"Bagus. Untung kau tidak lupa." Sahut Sean.

"Dia sangat cantik, kau pasti suka. Tapi tidak lebih cantik dari aku." Ujar Mia angkuh.

"Terus saja mengkhayal."

"Itu fakta!"

"Eh sudah ya, aku sudah di minta keluar. Oh iya, jangan terlalu lama. Aku tidak mau menunggu lama. Dan satu lagi, nanti kau jangan sok cantik atau sok anggun, aku takut mulas." Sean langsung mengakhiri panggilan itu tanpa membiarkan Mia protes dan membela diri.

***

Walaupun Sean mencoba tidak peduli dan tidak terlalu memikirkan pernikahan pura-pura itu, tetap saja dia merasa nerveous. Sambil menunggu kedatangan Mia, Sean beberapa kali harus menarik nafasnya kemudian membuangnya kasar.

Tibalah saatnya bagi Mia untuk memasuki tempat akan diadakannya pemberkatan nikah, di mana mimbar, kursi pengantin dan kursi tamu undangan sudah tertata rapi dengan dekorasi serba putih khas acara pemberkatan nikah.

Degup jantung Sean semakin tidak beraturan.

Mia adalah gadis yang sangat jarang tampil memukau. Dia hanya akan berdandan maksimal kalau ada acara-acara tertentu, selain dari pada itu Mia sehari-harinya hanya berdandan dan berpakaian biasa saja. Mia bukan tipe wanita yang sangat memperhatikan penampilan. "Aku sudah sangat cantik walaupun tanpa make up tebal." Alasan Mia setiap kali ibunya mengomentari penampilannya yang biasa-biasa saja dan tidak mencerminkan seorang gadis keluarga konglomerat. Bukan berarti sehari-harinya Mia tidak tampil cantik. Mia benar. Gadis itu selalu memukau walaupun dia tidak berdandan dan menggunakan pakaian glamour.

Karena alasan itulah Sean merasa sedikit penasaran dengan penampilan gadis itu. Walaupun dia yakin itu pasti kemauan Sarah dan Samantha, ibu mertuanya.

Sean kembali membuang nafasnya kasar dan tidak melepaskan pandangannya dari pintu besar dimana nantinya Mia akan keluar dari sana.

Tidak lama setelah itu, pintu besar itu terbuka. Bridesmaid dan anak kecil pembawa ring bearer terlebih dahulu keluar.

Kini giliran Mia dan Stephen yang akan keluar. Degup jantung Sean semakin menggila. "Shit!" Umpatnya dalam hati.

Sean baru saja akan kembali menghela nafasnya, mulutnya malah menganga melihat pemandangan di hadapannya saat ini.

Gadis itu benar-benar memukau. Gadis itu benar-benar mempesona. Gadis itu benar-benar menawan. Sean tidak bisa memungkirinya.

Hanya saja gadis itu adalah Mia. Gadis menyebalkan yang selalu saja membuat masalah.

Dengan cepat Sean menghentikan aksi menganganya. Dia tidak ingin membuat Mia besar kepala.

Sean kembali membuang nafasnya dengan kasar.

Stephen dan Mia berjalan memasuki area pemberkatan dengan diiringi instrumen lagu A Thousand Yearsnya Christina Perri. Mia berusaha untuk menampilkan senyumnya. Menyapa para tamu undangan. Walaupun sebenarnya itu bukan tugasnya, tapi Mia lebih memilih melakukan itu daripada dia harus memfokuskan tatapannya pada Sean.

Mia dan Stephen sampai di hadapan Sean. Stephen segera menyerahkan putrinya itu ke tangan Sean kemudian memeluk keduanya. Tidak ada tangis haru atau apapun itu. Acara pernikahan itu benar-benar kering.

Sean meraih tangan Mia dan membawanya semakin dekat dengan altar dimana seorang pendeta dan beberapa petugas mimbar telah menunggu mereka di sana.

Acara mulai berjalan. Kini saatnya Mia dan Sean mengucapkan janji pernikahan.

"Sean?" Panggil Mia dengan suara setengah berbisik agar pendeta tidak bisa mendengar pembicaraan mereka.

"Apa?"

"Kau yakin dengan ini?"

"Jangan macam-macam ya Mia. Acaranya sudah berjalan." Sahut Sean dengan suara setengah berbisik mengikuti suara Mia. Dia khawatir Mia bisa saja membatalkan acara itu.

"Acaranya bisa kita lanjutkan?" Tanya sang pendeta melihat dua manusia itu malah sibuk mengobrol.

"Sebentar." Sahut Mia cepat dan kembali mendekatkan wajahnya pada Sean. "Aku tidak begitu yakin. Aku sudah bertekad untuk mengucapkan janji pernikahan itu sekali seumur hidup." Mia terlihat gugup. Keraguan mulai melandanya.

Melihat hal itu, Sean merasa tertegun. Mia gadis yang bodoh ternyata bisa berpikir sampai sejauh itu. "Kau mau kita membatalkan acara ini?" Tanya Sean melembutkan suaranya. Dia tidak ingin membuat Mia semakin tertekan.

Para tamu undangan hanya diam saja menunggu kedua makhluk itu selesai berdiskusi. Begitu juga dengan sang pendeta.

"Kita sudah sejauh ini." Sahut Mia sambil membuang nafasnya kasar.

"Ya sudah ikuti saja. Lagi pula kau hanya akan mengucapkannya. Kau tidak perlu meyakini janji itu." Jelas Sean masih dengan suara yang dikecilkan.

Mia kembali membuang nafasnya kasar kemudian menganggukkan kepalanya.

Untuk membuat gadis itu lebih rileks, Sean membungkukkan badannya kemudian mencium pipi gadis itu.

"Sean? Belum saatnya kau mencium pengantinmu." Protes sang pendeta.

Sean, Mia dan seluruh tamu undangan serentak tertawa.

Kemudian Mia memutar kepalanya dan melihat ke arah kursi tamu undangan kemudian mengedipkan sebelah matanya kepada Samantha dan Stephen sambil tersenyum. Sepertinya rasa gugupnya sudah menghilang.

"Anak nakal." Lirih Samantha melihat tingkah putrinya.

Sedangkan Stephen malah tertawa melihat kekonyolan anak dan menantunya itu.

***

tbc...


VOTENYA JANGAN LUPA 

OUR SECOND WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang