VOTENYA YAAA HEHEH
Setelah Aline pergi, Sean langsung menuju kamarnya. "Mia! Buka pintunya!"
"Tidak ada pekerjaan lain selain mengganggu tidurku?" Kepala Mia muncul dari balik pintu.
Sean langsung menerobos masuk.
Mia kembali masuk mengikuti Sean. "Aline setuju?"
"Aku sudah bilang kalau dia tidak akan keberatan. Dia tidak mungkin mau kehilangan uangku." Sahut Sean sambil membaringkan tubuhnya di atas ranjangnya.
Mia menyusul Sean naik ke atas ranjang. "Kenapa dia tidak menjadi pelacur saja untuk mendapatkan uang?" Mia membaringkan tubuhnya di samping Sean dengan berbantalkan lengan pria itu.
"Kenapa kau tidak menanyakannya langsung pada Aline?" Sahut Sean.
"Sean."
"Hmm?"
"Menurutmu aku cantik?"
"Tidak."
"Sean."
"Apa?"
"Kau mau mati?"
"Cantik itu relatif dan menurutku kau tidak cantik."
"Sean."
"Apa?"
"Kau harus segera operasi mata. Sepertinya matamu sudah rusak." Sahut Mia santai.
"Kau juga harus segera mencari pendonor otak. Sepertinya otakmu sudah rusak." Sean tidak mau kalah.
"Aku serius Sean! Matamu sudah rusak. Buktinya kau mengatakan aku jelek dan kau selalu memuji-muji kecantikan Aline yang palsu itu."
"Kau cemburu?"
"Tidak juga. Aku hanya kasihan saja. Jadi bagaimana rasanya bercinta dengan plastik?" Mia terkekeh.
"Aku tidak bisa membandingkan. Kecuali kalau kau mau bercinta denganku. Mungkin setelah itu aku bisa membandingkan." Goda Sean.
"Heh! Berangan-angan itu jangan terlalu tinggi. Sakit kalau jatuh." Sahut Mia. "Aku hanya akan bercinta dengan suamiku."
"Sebentar lagi aku menjadi suamimu."
"Suami di atas kertas." Sahut Mia ketus.
"Maksudmu kita bercinta di atas kertas? Butuh berapa kertas ya itu?"
"Tidak lucu!"
Sean hanya tertawa kemudian menarik tubuh gadis itu dan memeluknya dengan gemas.
***
Sean dan Mia hanya menatap jengah ke arah Sarah dan Samantha yang sedang heboh dengan gaun pengantin. Keduanya bahkan lupa kalau yang mau menikah itu Mia bukan mereka.
Saat ini Sarah, Samantha, Mia dan Sean sedang berada di salah satu butik ternama yang sudah menjadi langganan Sarah dan Samantha.
"Mia! Sini!" Seru Samantha.
Mia membuang nafasnya kasar kemudian bangkit berdiri dan menarik tangan Sean.
"Kau yang dipanggil bukan aku." Sean langsung menolak.
"Kau juga harus menderita. Biar adil. Ayo." Mia semakin bersemangat menyeret Sean.
Sean terpaksa mengikuti kemauan Mia. Bukan karena untuk memenuhi keinginan gadis itu, tapi karena mata Sarah yang sudah melotot sempurna.
"Kau lebih suka yang ini atau yang ini?" Tanya Samantha sambil menunjuk 2 gaun putih yang terpajang. Gaun itu sudah dipersiapkan sesuai ukuran Mia. Kok bisa? Jadi sebelum Mia menyetujui perjodohan itu, Sarah dan Samantha sudah jauh-jauh hari menyiapkan gaun itu. Samantha diam-diam mengambil ukuran Mia dari butik langganan gadis itu.
"Yang ini saja." Mia asal menunjuk. Tidak perlu dia memilih yang terbaik. Dua-duanya sama-sama tidak bagus karena akan digunakan di acara pernikahannya dengan Sean. Dia tidak perlu tampil maksimal.
"Ibu juga suka yang ini!" Seru Samantha dengan mata berbinar-binar. "Kau akan sangat cantik menggunakan gaun ini."
"Aku selalu cantik. Bahkan tanpa baju pun aku tetap cantik." Sahut Mia ketus menahan kesal.
Sean terkekeh mendengar celoteh Mia.
"Hussttt! Itu mulut dijaga! Ada ibu mertuamu di sini." Protes Samantha. "Kami mau mencoba yang ini." Perintah Samantha kepada pegawai butik sambil menunjuk gaun yang dipilih Mia.
"Mari ikut saya nona." Ujar pegawai butik dengan nada sopan dan mengisyaratkan Mia untuk mengikutinya menuju ruang ganti.
Beberapa menit kemudian, "Bu! sudah siap!" Seru Mia dari dalam ruang ganti.
Samantha dengan semangat bangkit berdiri kemudian menarik tangan Sean. "Ayo kamu juga harus melihatnya."
Sean terpaksa berdiiri.
"Aku tidak mau membuka pintu kalau ada Sean!" Seru Mia dari dalam ruang ganti mendengar ibunya mengajak Sean.
Sean bernafas lega dan langsung kembali duduk.
"Maafkan Mia ya, dia memang seperti itu. Tante juga tidak tahu sebenarnya dia anak siapa."
Sean kembali terkekeh mendengar permintamaafan Samantha. Ibu dan anak sama saja, pikir Sean.
***
"Kau antar saja Mia. Ibu akan pulang bersama Tante Samantha." Ujar Sarah setelah acara fitting selesai.
"Dia bisa pulang sendiri Bu." Sahut Sean tidak terima. Saat ini dia sudah sangat lelah.
"Kau harus mengantarku Sean. Aku kan tidak membawa mobil." Mia mendukung Sarah. Dalam hal ini dia yang beruntung, jadi dia harus mendukung Sarah.
"Tuh dengar! Kau mau Mia kenapa-kenapa di jalan karena pulang sendiri menggunakan taksi?" Pepet Sarah.
Samantha sibuk dengan ponselnya.
"Dia bukan anak kecil lagi Bu." Bantah Sean memandang Mia dengan tatapan kesal. Yang benar saja dia harus ke apartemen gadis itu? Sean sudah sangat mengantuk.
"Sean?" Sarah menatap Sean dengan tatapan mengancam.
Sean semakin kesal. "Nih kau saja yang menyetir." Sean menyodorkan kunci mobilnya kepada Mia.
Jelas Mia menolak.
Sean kembali membuang nafasnya kasar. Dia kembali kalah melawan wanita-wanita itu. Pria sejati memang harus membiarkan wanita menang.
***
"Tutup matamu!" Perintah Mia kepada Sean ketika gadis itu hendak menekan tombol angka keamanan apartemennya.
"Kau mengetahui kode keamanan apartemenku, jadi aku juga harus tahu. Biar adil." Bantah Sean.
"Kau saja yang bodoh waktu itu. Mau saja ditodong." Sahut Mia sambil menujulurkan lidahnya mengejek Sean. "Cepat tutup matamu!"
"Tidak." Tolak Sean.
"Ya sudah." Mia menyorotkan tubuhnya sampai terduduk di lantai depan pintu apartemennya. "Kita di sini saja malam ini."
Sean menatap geram pada Mia. Andai saja Mia seorang pria mungkin Sean sudah menikamnya.
Sedangkan Mia seperti biasa tidak menggubris tatapan Sean. Dia malah meluruskan kakinya dan bersandar dengan santai sambil memainkan ponselnya.
Sean kembali membuang nafasnya kasar. "Buka pintunya. Aku akan menutup mataku." Sean kembali kalah.
Mia mendongak dan memandang wajah kesal Sean. "Awas kalau kau berani buka mata." Ancam Mia lalu bangkit berdiri.
"Berisik! Cepat buka pintunya!" Sean masih menahan kesal.
***
tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR SECOND WEDDING
RomanceSTART : 19 OKTOBER 2020 SEAN DAN MIA ADALAH DUA MANUSIA YANG TIDAK PERNAH AKUR. KEDUANYA SUDAH SALING MENGENAL SEJAK MEREKA MASIH DUDUK DI BANGKU SEKOLAH DASAR. IBU MEREKA ADALAH SEPASANG SAHABAT YANG PADA AKHIRNYA BERPIKIR UNTUK MENJODOHKAN MEREKA...