I DON'T LOVE YOU

3.6K 158 11
                                    

start : 19 Oktober 2020


HEI, INI CERITA BARUKU.

SEMOGA PADA SUKA YAA.

INGAT! KALAU MAU CEPAT UP, PEMBACA HARUS SEMANGAN NGEVOTE :p

VOTE TIDAK BAYAR KOK :)


"Kenapa kau menyetujui perjodohan bodoh itu?!" Tanya Mia dengan suara lantang sambil berkacak pinggang. Dia memandang pria di hadapannya dengan tatapan benci sambil menahan geram.

Sean menyeruput kopinya dengan santai. Keberadaan gadis itu di hadapannya seolah-olah bukanlah apa-apa. "Kau kan tahu kalau aku tidak diberi pilihan lain."

"Tapi seharusnya kau menolaknya!" Mia kembali berteriak mendengar jawaban Sean.

"Dengan alasan?" Sean masih saja terlihat santai.

"Aku tidak menyukaimu dan sangat mustahil aku bisa mencintaimu." Sahut Mia merendahkan suaranya namun malah terdengar sinis dan ketus.

"Ya sama." Sahut Sean datar.

"Ya kalau begitu kau harus berusaha untuk membatalkan perjodohan itu!" Mia kembali meninggikan suaranya karena semakin geram melihat Sean yang benar-benar santai menanggapinya. Seolah-olah perjodohan itu adalah hal  yang biasa saja.

Sean mengangkat kepalanya dan memandang Mia. "Jadi kau mau aku melakukan apa?"

"Ya kau harus cari cara!"

"Cara yang seperti apa?" Tanya Sean sambil tersenyum. Senyum yang dibuat-buat dan kembali membuat darah Mia naik.

"Kau benar-benar tidak berguna! Aku sendiri yang akan mencari caranya." Sahut Mia dengan wajah yang masih saja kesal kemudian berbalik dan langsung keluar dari dalam apartemen Sean.

"Semangat Mia! Kau pasti bisa!" Seru Sean sambil mengepalkan tangannya di udara seolah-olah memberikan semangat kepada Mia, walaupun gadis itu  sudah tidak bisa melihatnya.

Mia mendengar suara pria itu, dan hal itu semakin membuatnya kesal. Dia akan kembali ke apartemennya dan akan mencari cara yang paling jitu untuk membatalkan perjodohan mereka.

Dia tidak akan pernah mau menikah dengan Sean. Pria paling menyebalkan yang selalu saja mencari masalah dengannya, bahkan sejak mereka masih duduk di bangku sekolah.

Baru saja dia akan menekan tombol lift, ponselnya berdering. "Mau apa kau?!" Semprotnya setelah menjawab panggilan yang ternyata dari Sean.

"Aku punya ide. Mau tahu?"

"Apa?!" Sahut Mia geram.

"Jangan emosi. Sini kembali kalau mau tahu."

Sean langsung memutuskan panggilan itu tanpa membiarkan Mia protes.

Mia tidak jadi menekan tombol lift. Dengan langkah cepat dia kembali ke dalam apartemen Sean. "Dia akan mati kalau dia berani main-main denganku."

Mia mendorong pintu apartemen Sean setelah dia menekan kombinasi angka keamanan pintu Sean. Dia memang sudah tahu kode itu. Sean yang memberitahunya 6 tahun yang lalu. Dan selama itu, Mia memiliki hak akses penuh untuk masuk kapan saja dia mau masuk ke dalam apartemen Sean. Aline bahkan tidak mengetahuinya.

"Kau jangan main-main denganku. Katakan apa idemu!" Semprot Mia tanpa basa-basi dan langsung duduk di samping Sean.

"Kita akan mengikuti kemauan mereka. Ayo menikah." Sahut Sean santai sambil tersenyum manis ke arah Mia yang sudah siap-siap akan meledak.

"Kau gila!" Sahut Mia. "Aku tidak mau!"

"Dengar dulu." Sean masih terlihat santai. Sangat bertolak belakang dengan Mia yang sudah berapi-api walaupun malah terlihat menggemaskan bagi Sean.

Mia menarik nafas kemudian membuangnya.

"Kita hanya akan pura-pura menikah." Ujar Sean.

"Kenapa harus pura-pura menikah?"

"Ya karena aku tidak mau menikah sungguhan." Sahut Sean santai.

Mia menepuk jidat Sean. "Ya sama!"

"Aww! Jadi perempuan itu jangan terlalu kasar." Gerutu Sean sambil mengelus-elus dahinya yang sebenarnya tidak sakit.

"Makanya bicara yang jelas." Sahut Mia.

"Jadi kita hanya akan pura-pura menikah. Karena aku tidak yakin singa-singa itu mau membatalkan rencana mereka. Aku tidak mau menjadi gelandangan karena dikeluarkan dari daftar ahli waris hanya karena tidak mau menikah denganmu." Jelas Sean.

"Sama. Aku juga tidak mau semua blackcardku diblokir Stephen." Sahut Mia ketus.

"Heh! Itu ayahmu. Tidak sopan."

"Cari cara lain." Pinta Mia.

"Otakku lagi sungkan berpikir. Hanya itu cara yang bisa kupikirkan." Sahut Sean sambil menghisap rokoknya. "Lagi pula kita hanya pura-pura, yang penting kita menikah saja dulu. Nanti setelah menikah kita pura-pura ada masalah saja terus cerai."

Mia tampak berpikir. Ide Sean tidak terlalu buruk. Tapi dia  tetap harus memikirkannya lagi. Jangankan menikah sungguhan, menikah pura-pura pun Mia ogah jika melakukannya dengan Sean.

"Aku akan memikirkannya lagi." Sahut Mia yang sudah mulai terlihat tenang. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. "Bagaimana dengan Aline?"

Sean mengerutkan dahinya bingung. "Ada apa dengan Aline?"

"Bodoh! Memangnya Aline mengizinkan kau menikah denganku?" Semprot Mia.

"Bodoh!" Sahut Sean sengit. "Kita hanya pura-pura menikah, Aline pasti tidak akan keberatan."

"Kau yakin? Aku tidak mau dia menganggapku sebagai pelakor ya! Apalagi laki-lakinya seperti kau."

"Tenang saja. Aku bisa membujuknya. Lagi pula bagi Aline yang penting aku punya banyak uang. Dan pernikahan palsu itu yang bisa menyelamatkanku. Jadi dia pasti tidak keberatan." Jelas Sean santai.

Mia mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. "Aku mau pulang. Aku akan mencoba membujuk ayah lagi."

"Tidak perlu!" Seru Sean cepat.

Mia mengernyitkan dahinya bingung memandang Sean heran. "Kau kenapa?"

"Rencana tadi sudah paling cocok. Aku malas kalau harus memikirkan cara lain lagi nanti. Aku yakin ayahmu akan semakin brutal kalau kau membujuknya terus. Kau mau ayahmu malah minta acara pernikahannya diadakan besok?" Jelas Sean.

Masuk akal. "Baiklah. Kita akan tetap direncana awal." Sahut Mia sambil mengangkat bahunya pasrah.

"Anak pintar." Sahut Sean sambil menarik kepala Mia dan mengecupnya. Hadiah karena Mia mau menurut kali ini.

Mia tidak protes. Itu memang sudah kebiasaan Sean sejak mereka masih duduk di bangku sekolah. Mengecup kepala, mencium kening dan mencium pipi adalah hal biasa yang sering di lakukan Sean. Sean bahkan pernah mencium bibir gadis itu, walaupun setelahnya Sean harus mampir ke rumah sakit karena kepalanya yang berdarah terkena botol parfum milik Mia. "Aku tidak melarangmu menciumku. Tapi tidak di bibir. Itu milik suamiku!" Alasan Mia kala itu.

"Ayo kuantar." Sean bangkit berdiri dan menarik tangan Mia.

"Tidak perlu." Sahut Mia berdiri. "Aku bisa menyetir sendiri."

"Baiklah. Lagi pula aku hanya berbasa-basi. Hitung-hitung gladi untuk menjadi suami dari ibu Mia yang pasti akan sangat merepotkan." Sahut Sean sambil tersenyum manis. Senyum yang membuat Mia mulas.

"Ya itu memang rencanaku. Siap-siap saja untuk aku repotkan." Balas Mia ketus.

"Dari dulu kau sudah sangat merepotkan kok. Jadi aku tidak perlu bersiap-siap. Aku sudah ahli dalam hal itu." Sahut Sean menggoda Mia.

"Whatever!" Balas Mia sengit sambil menghadiahi Sean jari tengahnya.

***

tbc....

OUR SECOND WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang