STUPID OR STUPID?

1K 97 4
                                    

VOTENYA JANGAN LUPA YAAA

SEMAKIN BANYAK VOTE SEMAKIN CEPAT UP!!



"Cepat buka pintunya. Ponselku tertinggal di dalam." Perintah Sean menahan kesal setelah kemunculan Mia.

Mia malah tertawa. "Karma!"

Sean sudah tidak ingin berdebat. Tubuhnya benar-benar butuh istirahat. Meladeni Mia hanya akan membuat tenaganya semakin terkuras. Tanpa diperintahkan, Sean langsung memutar tubuhnya dan membiarkan Mia menekan tombol keamanan apartemennya. Sean benar-benar sedang tidak bergairah menjahili gadis itu.

Setelah pintu terbuka, Sean langsung menerobos masuk. Bukannya mencari ponselnya, Sean malah berjalan cepat menuju kamar Mia. "Aku tidak sanggup kalau harus pulang. Aku menginap di sini malam ini."

Mia tidak menggubris. Dia akan membiarkan Sean menginap di kamarnya malam ini. Kemudian Mia langsung berjalan menuju pantry dan meletakkan belanjaannya di sana dan setelah itu langsung berjalan menuju kamarnya.

Sean sudah terbaring di atas tempat tidurnya. Sepertinya pria itu sudah tidur. Perlahan Mia naik ke atas ranjang dan langsung merebahkan dirinya di samping pria itu.

"Sean?"

"...."

"Kau sudah tidur?"

"...."

"Sean?"

"...."

"Sean kau memakai bantal dan selimutku. Aku tidak bisa tidur tanpa itu."

Sean mengeram kesal dan langsung menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya dan menyelimuti tubuh gadis itu dengan selimut yang sama dengannya. "Langsung tidur dan jangan berisik, kalau tidak kau akan tidur di luar malam ini."

"Heh! Ini kamarku! Kau yang harusnya tidur di luar!" Seru Mia tidak terima.

"Iya! Ini kamarmu. Diamlah. Aku mengantuk." Sean semakin geram namun tidak melepaskan gadis itu dari pelukannya.

Mia tidak memberontak. Dia membiarkan Sean memeluknya. Hal biasa.

"Sean?" Mia sepertinya belum ada niat membiarkan Sean tidur.

"...."

"Sean?"

Sean membuang nafasnya kasar kemudian mengecup kening gadis itu. "Sudah ya sayang. Aku mengantuk. Mari kita tidur."

Mia mengerucutkan bibirnya kesal. Dia tidak puas kalau Sean tidak marah. Kepuasannya adalah membuat pria itu marah. Tapi ya sudahlah, Mia juga sudah mulai mengantuk. Mia juga akan tidur.

***

Sean berjalan menuju ruangannya dengan di ikuti sekretarisnya. "Ada berapa meeting hari ini?"

"Ada 3 meeting pak." Sahut Liam, sekretarisnya.

Sean membuang nafasnya kasar. "Hari yang melelahkan." Gumamnya dalam hati.

"Sean!"

"Sepertinya akan jauh lebih melelahkan." Lirihnya pasrah mendengar teriakan Mia yang menggema di seluruh koridor. Sean terus berjalan mengabaikan Mia.

Mia berlari-lari kecil mengejar Sean yang sudah mulai mempercepat langkahnya. "Sean aku mau minta tolong."

"Aku tidak punya waktu." Sahut Sean menyadari Mia sudah berjalan bersisian dengannya.

"Sean ini penting."

"Aku tidak peduli." Sean harus bisa menolak kemauan gadis itu hari ini. 3 meeting sudah cukup untuknya hari ini. Tidak perlu ditambah dengan mengurus kepentingan gadis itu yang sudah bisa ditebak Sean kalau itu tidak benar-benar penting.

"Sean, tidak boleh begitu sama calon istri."

Para pegawai dan orang-orang yang berada di sekitar koridor hanya bisa menahan tawa mendengar percakapan kedua makhluk itu.

Sean masih tetap mengabaikan gadis itu. Dia langsung masuk ke dalam ruangannya.

Mia juga ikut masuk ke dalam ruangan Sean dan langsung berdiri menghadang Sean.

"Kau harus menolongku." Pinta Mia sambil merentangkan tangannya untuk menahan Sean agar tidak kabur.

"Aku tidak punya banyak waktu. Aku adalah seorang CEO perusahaan besar, beda denganmu yang hanya pengangguran dan bisanya menghabiskan harta orangtua. Pengangguran seharusnya tidak boleh menganggu yang produktif."

"Kalau bukan aku yang menghabiskan harta orangtuaku, terus siapa lagi? Kau lupa kalau aku anak tunggal?" Sahut Mia tidak mau kalah.

"Bagaimana nanti kalau Om Stephen dan Tante Samantha sudah tidak ada? Siapa yang akan mengurus perusahaan keluarga kalian kalau bukan kau? Dan kalau kau tidak memulainya dari sekarang kau pasti akan kewalahan nantinya dan berujung perusahaan kalian bangkrut. Kau jadi gelandangan."

"Heh! Doanya yang benar dong!" Sahut Mia kesal tidak terima dengan penjelasan Sean. "Lagi pula aku akan menjadi istrimu, aku seharusnya tidak khawatir karena memiliki suami yang pekerja keras."

"Kita hanya pura-pura menikah. Kau lupa?" Sahut Sean.

"Kau lupa kalau setelah kita menikah maka namaku juga akan ada di daftar saham keluargamu? Bahkan setelah kita bercerai pun, aku akan tetap mendapatkan sahamku." Mia menjulurkan lidahnya mengejek Sean yang sepertinya akan kembali kalah.

Mia tidak salah. Hal itu memang benar.

"Ya sudah pernikahan pura-pura itu akan dibatalkan." Ancam Sean berusaha mengalahkan Mia.

"Ya sudah. Aku tidak keberatan. Kita sama-sama rugi. Bedanya aku anak tunggal dan kau punya saudara 2 orang lagi. Kalau ayahku memblokir blackcardku pasti tidak akan lama karena ya aku kan anak tunggal, tapi kalau kau sudah pasti akan menjadi gelandangan karena ayahmu pasti mengalihkan saham atas nama kedua saudaramu." Sahut Mia sengit. "Eh kenapa kita malah membahas saham? Aku kesini mau minta tolong." Ekspresi Mia berubah seketika menyadari maksud kedatangannya.

Gadis itu sepertinya kembali menang. Sean kalah lagi. "Kalau aku tidak mau bagaimana?"

"Kau harus mau. Tidak ada pilihan." Sahut Mia sambil tersenyum menampilkan gigi putihnya yang rapi.

Sean membuang nafasnya kasar.

Melihat Sean membuang nafasnya kasar, Mia sudah mengerti artinya walaupun pria itu tidak langsung mengatakannya.

"Kau harus berpura-pura menjadi pacarku." Ujar Mia.

"Heh?" Sahut Sean heran.

"Leonardo mengajakku berkencan. Aku tidak mau. Kau tahu kan kalau Leonardo itu sangat tampan? Aku takut tidak bisa menolaknya kalau aku menerima ajakannya. Jadi kau harus berpura-pura menjadi pacarku agar Leonardo berhenti menghubungiku dan tidak jadi mengajakku berkencan. Aku tidak mau berkencan dengan buaya itu." Jelas Mia panjang lebar sambil memasang tampang minta dikasihani.

Sean menjitak kepala gadis itu.

"Aww!" Rintih Mia. "Kau gila?!"

"Kau bodoh! Kau tinggal mengatakan kalau aku calon suamimu. Aku tidak perlu berpura-pura menjadi pacarmu. Kau ini bodoh atau bodoh?" Sahut Sean geram dan gemas dengan kebodohan gadis itu.

Mia tampak berpikir sejenak. "Iya juga ya." Sahutnya sambil terkekeh. "Ya sudah. Aku tidak jadi minta tolong. Bye!" Mia langsung melenggang pergi meninggalkan Sean yang masih menahan kesal dan Liam yang masih menahan tawanya.

"Waktuku terbuang percuma hanya untuk meladeni gadis bodoh itu." Lirih Sean sambil berjalan menuju meja kerjanya.

***


tbc... 


VOTENYA JANGAN LUPAA BIAR SEMANGAT UPDATE!

OUR SECOND WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang