DECISION

694 81 10
                                    

VOTE DULU SEBELUM BACA YAA BIAR TIDAK LUPA

DAN SELESAI BACA JANGAN LUPA NINGGALIN KOMEN

TERIMA KASIH DAN SELAMAT MEMBACA

LOVE



Mia terpaksa membuka matanya yang masih terasa berat. Dia baru tidur selama 3 jam tapi dering ponselnya benar-benar tidak bisa diajak kompromi. Tanpa melihat siapa yang menelfon, Mia langsung menjawab panggilan itu.

"Kau dimana?!"

Mia reflek menjauhkan ponsel dari telinganya mendengar teriakan ibunya. "Bu! Ini masih pagi, tidak perlu teriak-teriak."

"Kau dimana? Ibu sekarang di apartemenmu."

"Ibu pulang saja. Aku tidak ada niat kembali ke apartemenku sekarang." Sahut Mia santai.

"Kau dimana?!" Suara Samantha kembali meninggi.

Mia kembali menjauhkan ponselnya. "Ibu tidak perlu tahu! Aku masih ingin tidur. Aku tutup." Mia langsung memutuskan panggilan itu walaupun dia yakin ibunya sedang mengutuknya di seberang sana.

Ponsel Mia kembali berdering. Nomor baru.

"Ini aku Prilly. Kita bisa bertemu?" Tanya Prilly tanpa basa-basi setelah Mia menerima panggilannya.

Mia memutar bola matanya jengah. "Aku tidak ada waktu untuk menemui orang tidak penting sepertimu." Sahut Mia santai sambil turun dari atas tempat tidur.

"Kita harus bertemu. Aku ingin mengatakan sesuatu."

"Tidak. Aku tutup." Mia langsung memutuskan panggilan itu.

Baru saja dia ingin kembali merebahkan tubuhnya, suara bel kamar hotelnya berbunyi. Mia membuang nafasnya kasar dan langsung berjalan membukakan pintu.

"Penguntit." Ujar Mia geram setelah membuka pintu dan menemukan Prilly berdiri di depan kamarnya.

"Aku mau bicara." Ujar Prilly tanpa basa-basi.

"5 menit." Sahut Mia santai tanpa ada niat minggir dan membiarkan Prilly masuk.

Prilly menoleh ke dalam kamar. "Kita bisa du-"

"Di sini saja." Potong Mia cepat. "Aku tidak suka berada di ruangan yang sama dengan perempuan-perempuan Sean. 5 menitmu dimulai dari sekarang." Mia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dia benar-benar tidak ada niat untuk menyuruh Prilly masuk.

Prilly tampak geram tapi dia berusaha untuk santai. Setidaknya Mia memberikannya kesempatan untuk berbicara. "Aku minta supaya kau menjauhi Sean."

Mia memutar bola matanya jengah. "Sean sudah mengatakan hal itu. Ada yang lain?"

"Kau bisa memintanya untuk berhenti memperdulikanmu? Aku tidak nyaman ketika kami bersama tapi dia malah selalu membahasmu dan segala sesuatu selalu dikaitkan denganmu. Sampai sekarang dia tidak mengizinkanku masuk ke dalam kamarnya karena perjanjian di antara kalian. Dan kode keamanan apartemennya pun tidak boleh aku ketahui. Padahal sebentar lagi kami akan menikah." Jelas Prilly menahan kesal.

"Waktumu habis. Sekarang kau pergi ke apartemen Sean dan kau bisa masuk ke dalam kamarnya karena semalam kami sudah mengakhiri perjanjian bodoh itu. Jadi Sean tidak akan melarangmu lagi. Dan segala sesuatu mengenai Sean bukan urusanku lagi. Aku tidak ingin berurusan dengannya lagi. Terutama kau. Kau bukan perempuan yang bisa berada di sekitarku. Kau bukan siapa-siapa." Sahut Mia ketus yang langsung berbalik badan mengabaikan Prilly yang semakin terlihat kesal dan langsung mengunci pintu kamarnya.

Baru saja Mia akan kembali merebahkan badannya di ranjang, suara bel kembali berbunyi. Mia geram. Dengan langkah cepat dia kembali membuka pintu dan siap-siap meledak. "Apa la-"

"Perempuan jenis apa yang masih bermalas-malasan jam segini?" Bukan Prilly yang berdiri di depan pintu, melainkan Samnatha dan Stephen.

Samantha dan Stephen langsung menerobos masuk mengabaikan Mia yang hendak protes.

Mia memutar bola matanya jengah dan langsung mengikuti kedua orangtuanya.

"Kita perlu bicara serius." Ujar Stephen yang sudah duduk di sofa. Samantha memilih berbaring di atas tempat tidur.

"5 menit." Sahut Mia santai sambil menghempaskan tubuhnya di sofa di samping Stephen.

"Kali ini ayah benar-benar serius." Ujar Stephen dengan wajah serius.

"4 menit lagi." Sahut Mia sambil memejamkan matanya.

"Kau hanya diberi dua pilihan. Kau harus memilih salah satunya. Dan tidak boleh tidak memilih." Ujar Stephen sambil melirik putrinya yang masih saja memejamkan matanya.

"Hmmm."

"Kau pilih menjadi CEO di induk perusahaan yang ada di sini atau menjadi CEO di anak perusahaan yang ada di Spanyol." Tanya Stephen was-was. Samantha juga menunggu dengan was-was.

"Spanyol." Sahut Mia cepat dan singkat tanpa berpikir panjang.

Stephen menganga karena terkejut.

Samantha bangkit dari posisinya berbaring dan menatap Stephen dengan tatapan tidak percaya.

"Kau yakin?" Tanya Stephen ragu.

Samantha turun dari tempat tidur dan berjalan menghampiri suami dan putrinya.

Mia membuka matanya dan menemukan ayah dan ibunya sedang menatap aneh ke arahnya. "Memangnya ada pilihan ketiga?"

Stephen langsung menggelengkan kepalanya. "Kapan kau mau berangkat?" Tanyanya yang masih terlihat ragu. Tapi ini adalah kesempatan emas, Stephen tidak boleh melewatkannya begitu saja. Sebelumnya Mia tidak pernah mau menuruti kemauannya.

"Hari ini juga bisa." Sahut Mia santai. "Deal. Hari ini saja."

Stephen dan Samantha kembali menganga.

"Hari ini atau tidak sama sekali?" Tanya Mia terkekeh melihat ekspresi ayah dan ibunya.

Stephen dan Samantha serentak menganggukkan kepala. "Kau bisa berangkat hari ini." Ujar Samantha cepat tidak ingin membuat Mia berubah pikiran.

"Tapi dengan satu syarat." Ujar Mia sambil bangkit berdiri.

"Apa?" Tanya Stephen kembali was-was.

"Jangan beritahu siapapun mengenai ini. Tidak ada yang boleh tahu aku ke Spanyol." Jawab Mia.

"Bagaimana dengan Sean dan Drake?" Tanya Samantha. "Ibu dengar kau sedang dekat dengan Drake."

"Aku tidak ada urusan lagi dengan Sean. Dan Drake bukan siapa-siapaku." Sahut Mia mencoba terlihat santai.

"Ada apa?" Selidik Samantha melihat gelagat putrinya yang terlihat aneh. Seperti ada sesuatu yang disembunyikannya. Dia yakin ada sesuatu yang disembunyikan Mia.

"Tidak ada apa-apa." Sahut Mia masih mencoba terlihat santai. "Aku mau memulai semuanya dari awal. Aku memilih Spanyol karena aku tidak ingin memulai semuanya dengan orang-orang lama seperti kalian dan keluarga Foster."

Samantha semakin yakin ada sesuatu yang disembunyikan Mia.

"Baiklah." Sahut Stephen sambil memberikan kode kepada Samantha untuk berhenti bertanya. Walau Stephen juga merasakan hal yang sama dengan Samantha.

Samantha langsung mengerti. "Kau bisa berangkat hari ini. Ayah dan Ibu akan mengurus semuanya. Kau bisa tidur lagi. Nanti kami akan menjemputmu di sini." Samantha tersenyum kemudian memeluk putrinya itu dengan erat dan mencium puncak kepalanya. "Kami sangat menyayangimu."

"Aku tidak." Sahut Mia santai sambil melepaskan diri dari pelukan Samantha.

Samantha dan Stephen serentak tertawa. "Kalau begitu kami pergi dulu. Kita sudah deal soal kesepakatan tadi, semoga kau tidak berubah pikiran."

"Aman." Sahut Mia sambil melambai-lambaikan tangannya mengusir Stephen dan Samantha.

***

tbc....


VOTE DAN COMMENTNYA JANGAN LUPA!

OUR SECOND WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang