04. alien

7.7K 629 22
                                        

⚠️ Sudah di revisi ⚠️

Selain mengerjakan tugas di sekolah, makan sarapan di sekolah juga tujuan utama Azzam untuk datang lebih pagi.

Ibu dan ayahnya tidak pulang semalam, wajar sih, sebab mereka berdua tugas ke luar kota. Abangnya yang kedua juga tidak pulang, Aidan, dia mungkin menginap di rumah temannya, lagi.

Ia tau, kakak keduanya itu memang sedikit susah diatur, padahal sudah masuk fase dewasa, tapi masih saja bertingkah seperti remaja.

Di sekolah hanya ada segelintir orang, termasuk dirinya, ia tau kantin sekolah pasti belum buka pada jam ini, jadi dia sudah menyiapkan bekal dari rumah.

Sebenarnya ia menghindari kakak ketiganya, Raidan, orang itu terlalu kaku dan menyeramkan menurut Azzam. Setiap tindak-tanduknya terlihat begitu dingin.

Ia berjalan dengan menenteng kotak bekal pemberian bi Hanum, dengan tangan satunya lagi yang menenteng buku bahasa Indonesia.

Ditengah heningnya suasana  pagi, ada kepala Azzam yang sudah bergemuruh riuh. Memikirkan kehidupannya, memikirkan segala macam masalah, berandai-andai jika kejadian itu tak pernah terjadi, berandai jika kembarannya ada disisinya, yang menuntunnya menjalani kehidupan ini.

Pikiran Azzam tidak pernah jauh dari kakak kembarnya. Seolah menjelaskan jika jiwanya masih stuck di umurnya yang ke 12 tahun, dimana hidupnya masih berjalan normal karena saat itu, Azura ada di sampingnya.

Sampai di roof top, ia langsung mendudukkan dirinya di sofa usang, membuka kotak bekal dan melahapnya perlahan. Tak lupa mengeluarkan ponsel, lalu memutar musik, jangan lupakan earphone, mendengarkan satu lagu yang belakangan ini ia merasa relate dengan hidupnya.

Manusia itu aneh, suka sekali menambah rasa sakit. Padahal hidupnya saja sudah berantakan kenapa harus memilih lagu yang persis seperti hidupnya. Menyesatkan, bukannya bangkit malah jatuh semakin dalam.

"Selera lagu kita bisa sama ga ya? Kalo suatu saat kita ketemu, terus ternyata selera kita beda, lo bakal ngejauhin gue ga ya?"

Pikiran Azzam itu penuh akan hal acak, dan seharusnya  Azura lah yang bertugas untuk menjawab semua hal acak yang keluar dari mulut Azzam. Harusnya begitu, jika takdir memihaknya.

"Semoga kita punya selera musik yang sama, kan kita kembar, pokoknya semua harus sama." Gumamnya lirih, Azzam berharap sekali ada suara yang menjawab semua ucapan anehnya. Lagi-lagi ia hanya bisa tersenyum sambil mengingat suara kakak yang kini mulai pudar dari ingatan.

Pancaran matanya berbanding terbalik dengan ekspresi bibirnya, bibirnya tersenyum manis, tapi matanya memancarkan tatapan sendu yang menyimpan banyak rindu.

Otaknya memutar ulang momen momen dirinya bersama kakaknya.

"Cara bikin bebek itu dari angka tiga dulu Zam."

"Tapi Azzam sukanya angka 7 kak."

"Bikin nama kamu itu awalannya A, kaya gini loh, bukan V Zam."

"Azzam mau V aja, bagus soalnya"

"Kak Cara supaya aku jadi ganteng kaya om om GGS itu gimana?"

"Engga akan bisa Azam."

"KAKAK! AJARIN AZZAM NAIK SEPEDA!"

"Ayo, nanti kalo Azzam udah bisa, bonceng kakak ke sekolah ya."

"Tapi kita ke sekolah kan naik mobil kak."

"Kakak, ajarin Azzam ngiket sepatu."

"Kakak ini dibacanya apa sih?"

DOUBLE A [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang