Prolog

12.9K 928 27
                                    

"Papa kalau mau nikah lagi, Haechan ngizinin kok," ucap Haechan.

Setelah berbulan-bulan menahan diri agar kalimat itu tidak muncul, akhirnya Haechan berani mengungkapkan pendapatnya.

Johnny memandang anaknya yang kini balik menatapnya dengan wajah serius.
"Haechan tidak salah bicara kan?"

Haechan menggeleng. "Papa boleh nikah lagi."

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Johnny bingung.

Pasalnya, anaknya itu tiba-tiba datang ke ruang kerjanya dengan wajah serius, lantas duduk di kursi dan mengatakan kalau Johnny boleh menikah lagi.

"Kenapa kamu tiba-tiba ngizinin, biasanya juga nggak boleh?"

Haechan menghela napas berat. "Haechan tidak tega melihat Papa seperti ini. Haechan tahu mengurus anak nakal seperti Haechan itu sulit, apalagi Papa cuma sendiri."

Johnny memandang wajah anaknya dengan seksama, Haechan sudah besar sekarang, pemikirannya sudah dewasa, padahal dia merasakan seperti baru kemarin Haechan masih ingusan dan manja ke mamanya.

"Haechan kasihan melihat Papa yang pagi-pagi sudah bangun, sibuk buat sarapan dan bangunin aku, sibuk dengan kerjaan Papa. Aku yakin Papa juga bosen bolak-balik ke sekolah karena aku dipanggil guru BK terus menerus. Walau Papa tidak pernah cerita keluh kesah Papa, Haechan tidak sebodoh itu untuk tidak mengetahui kalau Papa lelah selama ini," ucap Haechan.

Johnny memperhatikan anaknya berbicara tanpa ada niat untuk menyelat.

"Haechan yakin Papa butuh sosok istri di keluarga ini, begitu pula Haechan yang membutuhkan sosok seorang ibu. Jadi, Haechan ngizinin Papa untuk nikah lagi. Haechan udah mikir mateng-mateng, dan di atas sana Mama pasti setuju dengan keputusan Haechan, karena ini yang terbaik untuk kita."

Johnny menghampiri Haechan, lantas memeluknya erat. "Anak Papa sudah besar ya ternyata? Terima kasih, Haechan."

Haechan tersenyum senang saat Johnny tampak bahagia.

"Dengar-dengar Papa dekat sama teman Papa yang dari Canada, siapa ya namanya?" Haechan pura-pura berpikir. "Wendy?"

Johnny melototkan matanya. "Hei, bagaimana Haechan tahu?"

Haechan tertawa. "Aku juga tahu kalau kalian diam-diam sering ketemuan, Haechan tahu semua, Pa. Dan sepertinya Tante Wendy wanita yang baik, dia kelihatan sayang banget sama Papa."

Johnny mengelus surai gelap Haechan. "Anak Papa ternyata penguntit."

Haechan tertawa. "Kalau sama Tante Wendy, Haechan setuju."

Johnny tersenyum. "Sekali lagi, terima kasih, Haechan."

Haechan berdiri dan tersenyum. "Bukan apa-apa, Pa. Kalau begitu, aku ke kamar dulu, ngerjain PR, takut nanti di hukum lagi."

Haechan hendak berbalik, tetapi Johnny mencegahnya.

"Haechan sudah tahu belum kalau Wendy juga sudah punya anak, anaknya laki-laki, seumuran Haechan."

Haechan menggeleng, dia baru tahu. "Bagus deh, Pa, nanti Haechan ada teman mainnya."

Haechan keluar dari ruang kerja Johnny, tidak lupa menutup kembali pintu. Dia bergegas menuju kamar.

Matanya berair dan dadanya tiba-tiba terasa sesak. Haechan mengambil foto mediang mamanya yang ada di atas nakas, ia memeluk foto itu erat sembari membaringkan tubuhnya.

"Keputusanku benar kan Ma?" gumamnya.

"Aku hanya ingin Papa bahagia."

💚💚💚

Hai, bagaimana ceritanya?

Vote dan komen ya, karena itu sangat berharga, thank you 💚.

Kalian nemu cerita ini dari mana? Ceritain dong :)

Rabu, 28 April 2021.

Dear My Stepbrother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang