Chapter 14. Obrolan Para Gadis

271 39 3
                                    

Bella yang melihat Tania, langsung menghampiri Tania. Ia menarik tangan Tania untuk masuk. Setelah Tania memasuki kamar itu, Bella membawanya ke kasur. Ia menidurkan Tania di kasur itu. Kemudian, Bella menindih Tania. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Tania. Tak lama, bibir mereka bersentuhan. Mereka berdua berciuman dengan mesra. Tania bahkan memeluk Bella.

Itu adalah hal yang biasa mereka lakukan. Bella dan Tania sangatlah akrab. Mereka sering bersama dibandingkan dengan wanita lain. Hubungan akrab sampai pada di titik di mana mereka berhubungan seksual. Ya, mereka berdua memanglah sama-sama wanita. Namun bagi iblis, itu bukanlah masalah apapun. Iblis tidak terhalangi gender untuk berhubungan intim. Seperti yang terlihat dalam hubungan Bella dan Tania. Kalau meminjam istilah manusia, mereka melakukan hubungan yuri.

"Bella, Tania, hentikan itu," ujar Viani yang merasa tidak nyaman.

Bella langsung menghentikan apa yang ia lakukan. Ia menyingkir dari atas Tania dan pergi menuju kasurnya. Wajahnya terlihat lebih segar daripada dirinya yang biasa. Ia menjadi seperti itu semenjak mereka melaksanakan hukuman di sekolahan. Saat itu, Bella meyakini kalau Devan adalah tuannya. Itu adalah tindakan yang ingin mereka tanyakan.

Viani duduk di kasurnya. Ini adalah kamar yang luas dengan empat kasur. Jadi, masing-masing dari mereka memiliki kasurnya sendiri. Kamar itu juga dilengkapi dengan toilet dan kamar mandi. Mereka tidak perlu keluar hanya untuk ke toilet saat tengah malam. Itu sedikit memudahkan mereka yang tidak mau hal yang merepotkan seperti Bella.

Hembusan napas terdengan dari Viani. Ia menatap Tania yang masih tiduran di kasurnya. Ia menatap langit-langit seolah berpikir. "Tania! Bukankah kau ingin menanyakan sesuatu?"

"Hah?"

Itu adalah gerakan yang cepat. Ketika Tania mendengar apa yang dikatakan oleh Viani, ia langsung bangkit dan memasang wajah terkejut sekaligus heran. Mau bagaimana lagi, itu adalah hal yang berbeda dari yang mereka bicarakan ketika di teras. Setelah menyadari itu, Tania memasang ekspresi kesal. Ia sadar dirinya telah ditipu oleh rekannya itu. Tapi, Tania hanya mengembuskan napasnya dan berpikir apa yang ingin ia tanyakan.

"Eto ..., gimana ya?" Tania bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Seakan ia bingung harus mulai dari mana.

"Katakan saja cepat," ujar Viani yang tersenyum licik.

Si jalang ini!

Lagi-lagi, Tania mengembuskan napas. Ia menundukkan kepalanya dan senyuman yang memalukan terpasang di wajahnya. Ia sedikit tidak yakin untuk menanyakan itu. Itu adalah pertanyaan konyol yang pernah ditanyakan oleh Tania. Ia ingin bunuh diri karena rasa malu. Ia bahkan belum menanyakan pertanyaan itu, namun rasa malu membunuhnya.

Kedua tangan Tania menutupi wajahnya. Ia tertawa kecil atau terkekeh saat ketika memikirkan itu. Entah kewarasannya telah hilang atau tidak, ia mengangkat wajahnya. Tapi, Tania tidak menatap wajah rekannya itu. Ia memilih memandang tembok yang berada di samping Desi yang kasirnya ada di depan Tania. Dengan tekad, Tania menanyakan pertanyaan itu.

"Eto ... Ma-mau nanya nih."

Semua rekannya terdiam. Tania bisa melihat Viani tersenyum licik dari sudut matanya itu.

"Gi-gimana caranya ... pu-punya ...-" Tania berhenti sesaat. "Gimana caranya punya dada besar?!"

Itu adalah teriakan yang mengisi seluruh ruangan. Tania mengatakan itu dengan seluruh tenaganya. Itu adalah pertanyaan yang memalukan. Benar-benar pertanyaan yang memalukan. Rasanya Tania ingin membuka jendela dan locat dari sana. Tapi, itu tidak akan membunuhnya walau ia melakukan itu.

Rekan-rekannya yang mendengar itu terdiam sesaat. Seakan jaringan internet yang lemot, mereka baru menyadari itu setelah Tania menutup wajahnya. Wajah terkejut dengan apa yang baru saja mereka tanyakan. Itu adalah pertanyaan yang di luar dugaan mereka, terutama Viani. Ia tidak pernah menanyakan Tania akan menanyakan pertanyaan yang memalukan itu.

Desi yang melihat wajah Tania tersenyum licik. Ia adalah iblis hawa nafsu, jadi ia memiliki tubuh yang paling bagus. Ia dengan senyuman itu membuka handuk yang melilit tubuhnya. Handuk berwarna putih itu terjatuh ke lantai. Memperlihatkan tubuh putih mulus Desi. Itu adalah tubuh yang sangat seksi. Setiap lelaki akan langsung mimisan ketika melihatnya, tidak perduli seberapa kuat mental pria itu. Mereka akan tergoda dengan tubuh Desi.

"Oh ya? Kau penasaran bagaimana kami mendapatkan dada yang besar?" Desi mendekatkan dirinya kepada Tania. Itu jelas bahwa Desi menggoda Tania.

Tangan putih Desi yang lembut menyentuh pipi Tania. Tania yang merasakan tangan mungil lembut itu meraba pipinya, ia langsung tersadar. Matanya menatap Desi yang bertelanjang bulat di depannya. Walau mereka sering memperlihatkan tubuh mereka masing-masing, itu tetap memalukan bagi Tania. Apa lagi ukuran mereka berbeda jauh. Itu sedikit membuat Tania tidak percaya diri.

Setelah melihat reaksi Tania, senyuman di bibir Desi semakin terlihat licik. Ia seakan sedang menggoda lelaki yang polos, tapi di depannya adalah iblis wanita yang menyimbolkan amarah. Walau Tania yang tertua di antata mereka berempat, Tania adalah yang paling polos. Itu membuat Desi senang untuk menggodanya walau sesama wanita. Ya, Desi terkenal karena sering menggoda Tania yang polos.

Tangan Desi meraih tangan Tania yang menopamg tubuh mungilnya. Ia menarik tangan itu. Membuat Tania kembali tiduran di kasurnya. Tangan kiri Tania itu di cium oleh bibir Desi. Ia naik ke kasur Tania dan menindihnya. Persis seperti yang dilakukan oleh Bella beberapa saat yang lalu.

"Cukup, Desi. Hentikan itu!" Lagi-lagi, Viani menghentikan pemandangan di depannya. Walau ia sudah terbiasa dengan itu, itu tetap membuatnya risih.

Desi kembali ke tempatnya. Ia sudah menggoda Tania, jadi ia puas. Ia juga sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, jadi ia tidak perlu memalukan itu lagi. Setelah kembali ke tempatnya itu, Desi menatap Tania yang bangkit. Ia tersenyum dengan puas ketika mengetahui maksud dari Tania sepenuhnya.

"Kau tidak perlu ragu, Tania. Devan adalah tuan kita. Percayalah padaku dan Bella," ujar Desi dengan senyumannya itu. Ia mengalihkan pandangannya ke Viani yang duduk di kasurnya. "Benar bukan, Viani?"

"Hah?"

Sebuah tanda tanya seakan muncul dari rambut twin tail Tania. Ia bingung dengan kejadian yang ada di depannya. Pikirannya mencoba memproses apa yang terjadi. Setelah beberapa saat, ia mengerti situasi yang sekarang ia hadapi. Perlahan, wajahnya berubah menjadi terkejut. Ia menatap Viani yang hanya duduk dengan anggun sembari tersenyum.

"Vi-viani? Ka-kau percaya kalau Devan adalah tu-tuan kita?" tanya Tania dengan terbata-bata.

Jelas Tania tidak mempercayai itu. Walau ia tidak begitu akrab dengan Viani, ia mengenal dengan baik Viani. Tapi, reaksi Viani membuat Tania terkejut. Viani hanya mengangguk dan tersenyum kepada Tania. Jelas itu adalah senyuman yang jarang dipasang oleh Viani.

"Benar. Selama 300 tahun ini, aku telah mengikuti jiwa tuan. Jiwa itu lahir kembali menjadi seorang lelaki bernama Devan," jawab Viani dengan percaya diri. Jelas itu adalah tingkat percaya diri yang mengalahkan Feri.

Bagaimana Mungkin Aku Adalah Raja Iblis?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang