Chapter 15. Keputusan Tania

227 35 1
                                    

Semua orang yang ada di ruangan itu terdiam. Menjadikan ruangan itu sangatlah sunyi. Tidak ada satu suara yang keluar dari makhluk yang menghuni ruangan itu. Bahkan, bunyi detak jam tidak terdengar karena luasnya ruangan itu. Cicak-cicak yang biasanya memecah keheningan juga ikut terdiam membeku.

Tidak ada yang berbicara. Itu sudah lebih dari tiga puluh detik semenjak Viani mengatakan itu. Tania yang mendengar hanya terdiam seakan tidak tahu harus mengatakan apa. Ketiga wanita seksi itu juga ikut terdiam sembari tersenyum menatap wajah Tania yang kebingungan. Mereka menikmati ekspresi kebingungan yang diperlihatkan oleh wajah Tania.

Satu menit berlalu. Tania masih belum menunjukkan akan mengatakan sesuatu. Ia nampak seperti patung yang membeku. Otak Tania saat itu sedang bekerja dengan keras memahami semuanya. Ia memgoperasikan dengan paksa otak dengan IQ jongkok itu. Orang-orang mungkin bisa melihat asap di atas kepalanya.

Setelah keheningan yang cukup panjang itu, Tania mengembuskan napas panjang. Ia seakan telah paham dengan perkembangan yang terjadi. Tidak. Ia sepenuhnya paham dengan perkembangan yang ada. Itu terlihat dari wajah yang penuh keyakinan seperti kakak laki-lakinya itu. Ia benar-benar telah mendapatkan kesimpulan dari kata-kata rekannya itu.

"Jadi, hanya aku wanita yang tidak mempercayai Devan?"

Ketiga wanita itu mengangguk menjawab pertanyaan dari Tania. Atas pertanyaan itu, Bella menjawabnya. "Semenjak hukuman itu, aku percaya dengan Devan. Ditambah dengan pernyataan dari Viani, aku semakin yakin Devan adalah tuanku yang selama ini aku cari-cari."

Viani dan Desi mengangguk menanggapi perkataan dari Bella.

Jika ditanyai apakah Tania mempercayai Devan atau tidak, ia akan menjawab kalau dirinya tidak tahu. Tidak ada yang bisa diharapkan dari iblis kekanak-kanakan dengan IQ jongkok. Tapi sejak Viani mengatakan itu, Tania menjadi yakin. Ia yakin kalau Devan adalah tuannya, tapi ia belum mempercayainya. Alasannya sederhana, Tania belum membuktikan apakah Devan tuan yang sebenarnya atau bukan.

Apa yang harus kulakukan?

Tania adalah iblis yang selalu mengikuti yang lain. Ia tidak mau sendiri, karena ia tidak mau kesepian. Maka dari itu, ia selalu mengikuti kakaknya atau selalu membawa beberapa pelayan kemana-mana. Itu menjelaskan alasan mengapa ia takut dengan lorong. Itu bukanlah ketakutan akan hantu. Rasa takut itu lebih tepat sebagai rasa takut akan kesepian dan ditinggalkan.

Walau Tania adalah iblis yang terkuat kedua setelah kakaknya, ia tidak pernah menunjukkan kekuatan yang sebenarnya. Itu sederhana. Karena Tania adalah iblis yang menyimbolkan amarah. Semakin marah dirinya, semakin kuat ia. Semakin kuat ia, semakin menghilang juga kesadarannya. Semakin kesadarannya menghilang, ia akan semakin menghancurkan segalanya. Semakin ia menghancurkan segalanya, semakin dirinya merasa bersalah. Ia bersalah karena selalu menyebabkan masalah pada rekan dan tuannya.

Untuk menutupi itu, Tania selalu mencoba untuk bersikap ceria. Ia mencoba untuk bersabar walau terkadang ada seseorang yang menyulut amarahnya. Ia tahu kalau dirinya marah itu akan menyebabkan malapetaka di segala tempat. Tania tidak mau melakukan itu. Itu sama saja melanggar janjinya yang ia buat bersama tuannya itu.

"Aku akan percayai kalau Devan adalah tuanku," ujar Tania dengan sikap cerianya.

Senyuman cerah terpasang di keempat wajah wanita itu. Walau senyuman Tania tidak secerah rekan-rekannya, ia tetap tersenyum. Ia merasa kalau ini adalah keputusan yang sangat tepat. Lubuk hatinya sudah mengatakan itu. Sejak pertama kali dirinya bertemu dengan Devan, lubuk hatinya seakan mengatakan kalau ia harus mempercayai Devan.

"Tapi, kapan kau memberitahu pada Bella dan Desi kalau kau mengikuti jiwa tuan kita, Viani?" tanya Tania yang penasaran dengan itu.

Dari awal ia sedang menginjakkan kakinya di rumah ini, ia tidak pernah melihat Viani sedang berbincang dengan Desi dan Bella. Itu karena Bella dan Desi terus menempel pada Devan. Viani juga selalu di kamar dan membaca buku. Dan Tania selalu ada di kamar juga bersama Viani.

Jadi, kapan Viani mengatakan kepada mereka? apa saat sekolah?

Mereka bertiga memandang satu sama lain. Sebuah tanda tanya terlihat dengan jelas di wajah mereka. Nampaknya, itu butuh waktu untuk memahami pertanyaan Tania. Itu karen Viani membuka mulutnya seakan ia sudah mengerti. Sedangkan dua yang lainnya masih dalam kondisi berpikir. Itu sedikit membuat Tania heran. Ia hanya menanyakan pertanyaan sederhana. Tapi, mereka butuh waktu untuk memahaminya.

"Itu ketika kau mandi, aku memberitahu mereka berdua."

Jadi seperti itu. Aku paham sekarang.
Saat ketika Tania tidak bersama Viani adalah ketika Tania sedang membersihkan dirinya. Mungkin Viani memanfaatkan itu untuk memberitahu mereka berdua. Itu memang jahat ketika Tania tidak diberitahu terlebih dahulu. Tapi karena ia sudah mengetahuinya sekarang, ia akan membiarkan Viani telah menyembunyikan fakta itu.

Tania menganggukkan kepalanya. "Berarti, kau menerima Devan sebagai tuanmu?"

"Ya, begitu lah kenyataannya," jawab Viani dengan nada datar.

"Jadi, kau mengakui kekalahanmu dari Desi?"

Setelah pertanyaan itu dilontarkan, wajah Bella dan Viani berubah drastis. Yang tadinya nampak datar, ekspresi itu langsung berubah menjadi terkejut. Mata mereka mebelalak karena tidak menyadari itu. Bahkan, mulut mereka terbuka lebar karena terkejut. Jelas sekali mereka melupakan perjanjian itu.

Di lain pihak, Desi tersenyum kemenangan. Ia membusungkan dada besarnya itu dengan sombong. Dirinya sudah menang atas seluruh perempuan di ruangan ini. Ia hanya perlu meyakinkan para laki-laki. Dengan begitu, ia akan menang dan akan mendapatkan kesempatan itu. Memikirkan itu saja sudah membuat Desi tersenyum girang dan kepanasan.

"Sialan!"

Kata-kata itu dilontarkan oleh Bella dan Viani secara bersamaan. Jelas sekali mereka telah kalah. Selain kalah, mereka juga tidak berhasil mencegah Desi. Ketika mereka menyatakan percaya kalau Devan adalah tuan mereka, itu sudah dinyatakan juga sebagai kekalahan. Setelah menyadari apa yang terjadi jika mereka kalah dan Desi menang, Viani dan Bella menjadi frustasi.

"Bagaimana denganmu, Tania? Kau tidak frustasi seperti mereka?" tanya Desi yang masih membusungkan dadanya dengan sombong. Ia juga belum mengenakan baju atau menutupi tubuhnya yang seksi.

Tania mengangkat bahunya. "Aku tidak peduli jika aku kalah atau menang. Aku juga tidak peduli kalau kau melakukannya dengan tuan. Yang terpenting bagiku adalah tuanku sudah kutemukan."

"Ho? Mau melakukannya denganku?" tanya Desi dengan senyuman menggodanya.

Tania langsung menggelengkan kepalanya menolak tawaran Desi. "Aku masih normal."

"Hah?"

Itu berasal dari mulut Desi yang tidak percaya kalau Tania mengatakan itu. Dari mereka yang ada di sini, Tania adalah yang paling sering berhubungan badan dengan sesama jenis, entah itu dengan Bella atau bawahannya. Sekarang dengan polosnya Tania menyatakan kalau ia masih normal. Tadi juga Tania beru saja berciuman dengan mesra bersama Bella. Jelas itu membuat Desi tidak percaya dengan apa yang dikatakan Tania.

"Aku tidak mau mendengar kata-kata itu keluar dari orang yang paling sering nge-yuri," ujar Viani yang mendengar perkataan dari Tania.

Nampaknya, Viani dan Bella sudah kembali ke kenyataan. Mereka berdua menerima dengan kekalahan mereka. Selama ada tuan mereka, mereka tidak peduli dengan konsekuensi yang ada. Yang penting, mereka harus melayani tuan apa pun yang akan terjadi. Mereka harus melakukan itu, walau nyawa taruhannya.

Bagaimana Mungkin Aku Adalah Raja Iblis?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang