Surat Cinta

Nuril Azizah

Bondowoso, 5 Desember 2020

Selamat malam, Mas
Entah pagi, siang atau malam surat ini akan sampai ditangan Mas.  Bahkan entah surat ini akan dibaca atau tidak atau sekadar menumpuk di kotak surat. Ah, biarlah. Itu apa kata nanti. Kali ini biar kutuliskan surat ini tertuju padamu, Mas SAP. Semoga sehat selalu untukmu, Mas.
Sebelumnya izinkan kukisahkan padamu, tentang si Kucai, karib lamaku. Kemarin kabar duka datang, Kucai telah berpulang. Bertahun-tahun Ia sakit sebab menahan rasa cinta pada Malika, si kembang desa. Dibawa ke dokter-dukun sana-sini pun tak berguna, obatnya hanya satu, Malika. Tapi Kucai tak pernah ada nyali sampai akhirnya dipanggil Illahi, kata sesepuh Kucai mati syahid sebab menahan cinta. mas tau apa maksudku? Biarlah Kucai saja yang syahid karena menahan cinta, aku tak mau bernasib sama Mas, entah apapun hasilnya. Aku tak tau dari mana aku dapatkan sejumput keberanian untuk sampaikan ini, perasaan yang sudah ku simpan rapat bertahun-tahun, nyaliku hanya sampai di ujung doa, dalam senyap-riuh pintaku padaNya, sampai semalam aku berpikir, kurasa tidak masalah menjadi seperti Khadijah yang berani melamar Muhammad, sebab itu kukirimkan surat ini padamu. Sejujurnya, ada sejuta rasa yang ingin kusampaikan, tapi mendadak kelu untuk kutuliskan, aku tak pandai merangkai kata, yang jelas, ada sebuah rasa untukmu Mas, entah sudah berapa lama. Kata psikolog, gadis muda menyukai lelaki hanya bertahan 3-4 bulan, lebih dari itu namanya cinta. Lantas apakah ini cinta? Entahlah, mungkin. Aku sudah bertanya pada gemintang, tapi mereka diam tanpa alasan. Rembulan pun enggan memberi jawaban. Tapi, satu kalimat dari seribu basa-basiku ini Mas, aku mencintaimu. Entah seberapa dalam rasa cintaku, aku tak tau pasti, aku tak ingin mengumbar janji seperti bapak-bapak petinggi. Tapi aku ingin Mas tau, bahwa jika Mas memilihku, ku ingin darimulah pintu surgaku terbuka, meski tak syahid seperti Kucai.
Semoga surat ini terbaca olehmu.

Salam
Azizah

Tentang Penulis:
Nuril Azizah, penulis amatir yang lahir 22 tahun yang lalu di pelosok kota Bondowoso. Meski demikian, ada semangat membara dalam dadanya untuk menjadi penulis. Saat ini sedang berjuang menyelesaikan kuliah master tahun pertamanya serta memulai menulis kata demi kata untuk menyusun makna. Jejaknya bisa di susuri di platfom instagramnya, @zii.ziiaziizah.