Aditya Kurniawan

50 1 0
                                    

Bandung, 05 Desember 2020
Hujan Selatan_Akara

   Serpihan hari dalam belenggu Asrar buat ku terlelap dalam naungan frekuensi dan ekspresi. Ku berlari mengejar larutnya hujan dalam derasnya malam. Derap langkahku terhenti oleh buana di setiap pancawarna yang memandang. Sungguh, cakrawala begitu sunyi dan hening, nikmati setiap rasa dibalik anala yang membara. Terhenti di suatu pandang dengan daksa yang teraliri. Sampai harinya aku terbangun dari kejamnya belenggu indurasmi, hentakkan kaki hitamku dibalik secarik surat.

   Hembusan angin dinginkan bhama pada setiap perkara yang terjadi dalam hidupku. Ku berteriak dan berlari menuju Nirwana oleh urgensi dan harsa. Lara begitu kejam oleh derita yang kini ku alami, sungguh. Ku mengaliri sungai kehidupan dengan duka, tanpa aksama. Teringat dalam zaman ini, rinai merah selaksa Harsa dari kelabu di hari pagi. Nabastala tak begitu hiraukan diriku, sembari menunggu stasiun pada detakan hati yang mengeras. Kau tahu hatiku yang mengeras karena cinta? Dan lelehan lilin bunga mawar yang terabaikan?

   Teruntuk embun asrar yang menjadikan daksa indah nan kharismatik. Lepaskan lelah di setiap jiwa Nirmala itu, antara derap langkahku. Tenggelamnya matahari pada paranoia tengah malam. Di setiap nafas diriku, ku lalui bayang-bayang kata pada frasa di hamparan tinta merah yang mengepul. Jemari hari telah berlalu lintas dan Mega telah datang pada satuan ekuivalen. Ketika gelap telah berlalu, dan cinta kasih untuk dunia semata. Hindarkan lantunan ayat cinta dari balik suara yang gemakan derita. Lara hati tak kira terkait dengan latar dan memilih untuk menjadi pangkal dari segi dimensi yang nyata dan berbeda.

   Goresan cinta dan frasa yang ada buatku tersenyum bersama. Elegi masa lalu terlupakan oleh rintihan hujan malam. Lantai pualam yang telah mengeras di setiap cahaya mentari. Terkelupas indah di setiap pelipur lara yang menggema. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang dari-Mu, Tuhan. Atas segala nyawa yang berada di dekat jaringan epitel ku. Harap ku telah berkabung dalam lukisan perahu yang mengambang oleh urgensi pendidikan. Dalam memilih busana berkiaskan permata hijau di kalangan langit mengaksa. Leburkan pandangan di setiap bagaskara yang telah tertandingkan.

   Serapah dalam cakupan kata yang mengalihkan pandangan dari luapan anila sejarah. Hirapkan ratusan serangga di celah ambigu terendah.  Meskipun hari belum hancur lebur oleh suara indah sangkakala menggema, tapi hatiku lebih dulu hancur oleh kata-kata pemisah diantara kita. Sungguh, ku melupakanmu dengan sajak ciptamu. Terbekas dimata teruntuk hati dalam dimensi yang tak tampak setara.

Untuk Admin KBL_ Always


Tentang Penulis:
   Since night has come, and day has drawn aside. Remaja kelahiran Bandung, 23 Februari 2005 ini memulai kariernya dalam menjadi seorang penulis awam di masa pandemi saat ini. Aditya Kurniawan sekarang sedang menempuh pendidikan di jenjang menengah atas di SMA Negeri 1 Baleendah.
   Hobinya yang menulis, menggambar, berkarya, dan menciptakan hal-hal baru menjadikan dirinya dapat meraih beberapa penghargaan tahun ini, diantaranya yaitu Juara 1 Lomba Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Sejarah Peradaban Islam, Juara 2 Lomba Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Salam Pedia Tulungagung, 50 Penulis Favorit Menulis Diary yang diselenggarakan oleh Aksenara, 200 karya terbaik yang diselenggarakan oleh Binar Media, Penulis Terbaik Lomba Puisi Nasional, dan Penghargaan sebagai penulis lainnya. Di usianya yang  sekitar 15 tahun ini, tidak membuatnya putus semangat dalam meraih hal-hal yang diimpikannya.
   Kalian dapat untuk saling berbagi pengalaman dengannya. Selain itu, jangan lupa untuk follow Instagram @ azharullah_18 , Facebook Aditya Kurniawan, dan nomor WhatsApp nya yaitu 08882372644. Sampai ketemu lagi di lain hari, Arigato Guzaimansu.

Surat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang