Dokter bilang Ara tidak apa-apa, ini bukan sinetron indosiar dimana Ara akan koma bertahun-tahun dan kepala di perban padahal sakit punggung lalu pas bangun ternyata lumpuh. Bukan seperti itu, Ara memang merasakan nyeri hebat di sepanjang punggung hingga pinggang, tapi kata dokter tidak apa-apa dan akan sembuh tidak lama lagi, kepala Ara yang pening karna menabrak kaki meja juga tidak perlu di khawatirkan
"kak__
"Kenapa sayang? mau apa?" Andra menjawab panik, brankar tempat Ara berbaring sudah di kelilingi mama, papa, dan Tari yang wajahnya sudah banjir karna air mata.
"haus" Ara belum bisa buka suara banyak, kelamaan berteriak sewaktu dokter melakukan tindakan tadi jadilah sekarang suara Ara serak.
"Biar papa yang ambil" Andra mengangguk lalu mengusap kepala Ara sembari menunggu airnya
"tunggu sebentar ya, mana lagi yang sakit?" Ara menggeleng, sakitnya sudah hilang tanpa bekas.
"Kak, aku minta maaf, tapi kakak liat kan Calista setan duluan yang dorong aku" Tari terisak sampai sesenggukan
"Bahasa mu Tari" Mira menyahut
"Mama tuh kenapa sih belain dia terus?" Meski masih terisak, suara Tari masih mampu menunjukkan kemarahan dan kekecewaan secara hampir bersamaan.
"Mama__
"Mama mau jadi ibu yang kayak gimana? yang mau hancurin pernikahan anak sendiri? mau liat Andra sama si setan nikah? percuma ma kalau Calista bahagia tapi anak kandung mama sendiri ngak" Mira terdiam, sampai papa datang dan memberikan pada Andra sebotol air dan langsung membantu Ara untuk minum.
"Nanti, ambil Rantai sekalian. Mama ikat Andra di kamar mama biar mama bebas sekalian ngelakuin apa aja" semua kompak diam, Andra pun hanya mengelusi kepala Ara yang sedang memandang sendu pada Tari
Tari jarang bicara dirumah, dia tidak pernah terbuka akan masalah yang ia jalani pada Mira karna menurutnya akan percuma. Dirumah, Tari juga jarang mengungkapkan pendapatnya saat sesuatu sedang terjadi. Tari lebih sering diam dan bersikap seakan tidak peduli. Ia bertingkah menjadi anak yang cuek karna tidak mau bertengkar atau terlalu ikut campur
"Mama egois, gak ada yang mau hidup sama orang egois" tangis Tari mereda, di dukung Ara yang mengusap pergelangan tangannya
"udah Tari, aku udah gak papa" Tari mengangguk, mengusap air matanya dengan tangan lalu keluar dari ruangan tanpa kata.
"Kita pulang?" pertanyaan Ara dibalas anggukan oleh Andra, dengan sigap ia membantu Ara berdiri dan memakai sepatunya.
"saya gendong aja gimana?" Tawar Andra yang di sambut Ara dengan gelengan kuat
"Gak usah, kayak aku kenapa aja" lalu istri Andra itu berjalan lebih dulu
"Ayo pulang ma, tahun ini adalah ulang tahun papa yang paling luar biasa" Mira menurut, wajahnya mendung dan nampak sedih setelah mendengar penuturan Tari. Mira memang sadar, ia terlalu banyak mengatur dan terlalu sering ikut campur pada urusan kedua anaknya. Dan Mira pun kini akhirnya sadar bahwa hal itu membuat kedua anaknya jadi semakin jauh, Tari dan Andra memilih tinggal di tempat berbeda dengan Mira karna tidak sanggup dengan Mira.
Tanpa bisa dicegah, tangis Mira luruh juga. Memandang punggung Andra dari kejauhan yang dengan telaten dan sabar membantu Ara berjalan pelan-pelan. Anaknya itu amat mencintai istrinya, ia lihat tapi pura-pura buta hanya karna alasan klise berjudul nyaman yang ia sematkan pada Calista karna terlalu lama mengenal anak itu, membuat Mira dengan keras kepalanya memaksakan sesuatu yang jelas tidak di inginkan putranya, ia kehilangan dua-duanya. Tidak ada yang tertinggal.

KAMU SEDANG MEMBACA
STRUMFREI✓
ChickLitTernyata memang benar, garis antara cinta dan benci itu nyaris tak ada. Dari yang bukan siapa-siapa bisa menjadi teman hidup.