Ara sebenarnya tidak mengerti, apa yang menjadi alasan Mira tidak mau menerimanya terdengar tidak masuk akal bagi Ara. Mira lebih menyukai Calista yang jelas-jelas sudah selingkuh dari anaknya, lalu Ara yang tidak melakukan apa-apa malah dianggap menjadi pihak yang seakan telah menjadi penyebab hancurnya hubungan Andra dan Calista
Ara tidak benci Mira, tidak sama sekali. Tapi Ara juga tidak bisa kalau berada satu ruangan yang sama terlalu lama, Ara bukan memikirkan kenyamanan sendiri, tapi juga Mira yang pasti benar-benar tidak senang akan keberadaanya.
Andra menepati ucapannya di restoran siang tadi, mereka datang kerumah mira sedikit lebih cepat dari waktu makan malam. Sebenarnya karna Andra juga sedang tidak dalam kategori sibuk. Sejak tadi dapur hening, Mira sedang memotong ayam dan Ara memutuskan membantu memotong kentang wortel dan juga kubis atas inisiatif sendiri, karna Mira tidak menyuruhnya sama sekali.
Mira masih sama, dingin dan tidak ingin di sentuh, Ara tidak berani bahkan untuk bertanya harus Ara potong seperti apa sayuran ini, maka Ara melakukan sebisanya saja
"Kamu potong wortelnya tebal banget, lama matangnya" Mira menegur tegas, Ara melirik wortel yang sudah ia letakkan di piring.
"aku ubah__
"Kentangnya juga, kamu kalo gak bisa gak usah sok bisa lah. Bikin repot saya aja" Ara memejamkan mata, mencoba mempertahankan kesabarannya dan membiarkan Mira memotong kembali wortel dan kentang sialan itu.
"maaf ma, ini kubisnya mau di potong kayak gimana"? Ara memang tidak terlalu payah dalam hal memasak, Ara pikir setidaknya makanannya tidak membuat orang keracunan makanya, Ara tidak pernah tau bagaimana memotong sayur yang benar. Lagi pula makanannya bukan untuk diberikan ke juri master chef
"Gak usah, itu lanjutin potong ayamnya" Pembantu rumah tangga segera memberi Ara ruang, Ara meringis pelan karna tidak pernah Ara memotong ayam. Mau makan ayam ya Ara beli yang sudah jadi
"Kenapa? gak bisa juga?" Mira memandang sinis, lalu meletakkan pisau secara kasar.
"sebenarnya Riana ngajarin kamu masak gak sih"? Ara terpaksa menyingkir karna Mira mendorongnya menjauh, memang benar. Riana tidak pernah membiarkannya menyentuh dapur. Riana memang memanjakannya. Riana memang terlalu lembut padanya, tapi Ara bukan tidak bisa, dia hanya butuh belajar saja.
Tapi Mira menganggap seakan itu adalah masalah besar dan tidak memiliki solusi
"maaf ma__
"Maaf mulu dari tadi, udahlah gak usah bantuin apa-apa. Calista bentar lagi juga nyampe" Ara melebarkan mata, jadi Calista lagi-lagi hadir di makan malam yang katanya untuk keluarga?
Ara membiarkan perasaan tidak nyaman itu menelusup hingga menyentuh hatinya. Terasa perih sampai Ara harus sekuat tenaga menahan air mata agar tidak perlu keluar dan ikut campur
Pada momen seperti ini, Ara kesal pada Andra yang lebih memilih ke ruang kerjanya daripada menemani Ara menghadapi Mira
"Aku bisa kalau diajarin kok ma, Calista juga pasti butuh belajar juga terlebih dahulu kan?" Entah keberanian darimana, sisi satunya mengatakan bahwa tindakan Ara sudah benar, namun sisi lainnya menyuruh Ara seharusnya cari aman saja. Ara tidak bisa begini terus
Mira menoleh dengan ekspresi marah yang kentara, ART tadi bahkan memilih undur diri dari dapur
"Jangan sama-samain diri kamu sama Calista, kalian jelas beda. Calista gak se-manja kamu, dia bukan cuma terlihat mandiri" Ara merasa tertohok, orang-orang jelas tidak tau bagaimana lelahnya Ara hidup sebagai anak kost, Ara selalu berusaha melakukan apapun sendiri. Mira tidak tau dan wajar jika dia tidak percaya, tapi kenapa mengutarakan itu secara langsung justru membuat Ara sakit?
Ara mencoba meredam emosinya, menahan agar suaranya tetap normal dan tidak meninggi di hadapan Mira
"ma, salah aku apa sih kok mama se-gak suka itu sama aku?" Mira mendelik sinis, memandang Ara dari atas sampai bawah
"Kalau kamu gak muncul, Andra dan Calista pasti udah menikah sekarang, lagian apa sih yang Andra lihat dari kamu sampai dia ngotot mau nikah sama kamu"? Ara merasa menggigil seketika, nada bicara Mira amat meremehkan Ara, harga dirinya seakan berserakan di lantai rumah Andra.
"Apa lagi alasan nya ma? jelas karna Andra cinta sama aku bukan Calista, mama sadar gak dia itu penghianat?" Tamparan keras mendarat di pipi Ara, begitu tiba-tiba dan amat kencang hingga membuat kepala Ara terpelanting ke samping.
Perih. Ara sepertinya harus mengucapkan selamat pada Mira karna telah menjadi orang pertama dan satu-satunya yang telah menampar Ara
"Keluar kamu dari rumah saya" Ara tidak mau repot-repot membela diri, apa yang Ara katakan adalah benar. Dan Ara tidak menyesal untuk itu
Dengan air mata yang sudah mengalir deras, Ara mengambil tasnya di ruang tamu.
"loh kak? kenapa?" Mentari yang juga menyempatkan diri untuk datang bertanya panik sekaligus khawatir, Ara berlalu begitu saja sembari memegangi pipi kananya yang merah saat teriakan Mentari masih sempat Ara dengar saat membuka pintu
"Kak Andra?!"
****
"Kok jahat banget Ra? kenapa lo gak pernah cerita soal mertua rasa ibu tiri begini"? Arka memasang raut heran sekaligus kesal yang dominan, mendapati Ara sedang nangis di pinggir jalan membuat emosi Arka ikut tersentil, Ara adalah sahabatnya dan terlebih lagi dia perempuan. Bagaimana kalau tadi bukan Arka yang menemukan Ara? bagaimana kalau orang jahat? dan kemana Andra itu?
Ara diam, masih sibuk menangis.
"Terus ngapain duduk di pinggir jalan kek tadi? Pengen rasain namanya di begal? Di rampok terus di bunuh"?Arka dan kata sarkas nya memang luar biasa
Ara tadinya mau kerumah Nadia. Tapi ia baru ingat, Nadia sedang pulang menjenguk ayahnya dan Ara tidak punya tujuan lain karna tidak mau pulang ke apartemen juga. Untunglah ada Arka yang langsung turun dari motornya memaksa Ara berdiri dan memberikan punggungnya secara gratis agar Ara bisa menangis sepanjang perjalanan
"Gue mau nginep Ka" kata Ara kemudian
"Lo tidur sama mama kalo gitu" Arka menyetujui cepat, ia tidak akan menolak karna paham kondisi Ara
"Terus bokap lo"? Arka berdiri mengambil sapu tangan di lemari membawanya ke toilet dan membasahi kain itu untuk kemudian di berikan pada Ara
"Pipi lo merah, tahan pake ini dulu, air dingin" Ara menangis lagi, bersyukur karna dia punya Arka di hidupnya
"bokap gak ada, lagi dinas ke luar kota" Ara mengangguk lemah, tidak mungkin juga ia tidur disini. Pilihan aman memang bersama ibunya Arka karna kakak-kakak Arka yang lain belum pulang entah pergi kemana, tidak sopan kalau Ara langsung masuk dan tidur disana.
"Gak kabarin pak Andra dulu? dia pasti nyariin" Selain marah pada keadaan dan Mira, Ara juga marah pada Andra. Pria yang katanya suaminya itu malah meninggalkan nya sendiri, sementara dia paham betul Mira tidak suka padanya. Sangat tidak suka.
"Anterin ke kamar nyokap lo" Ara mengalihkan topik, namun Arka memilih pasrah. Kondisi Ara yang sedih membuatnya tidak tega. Ibunya adalah pilihan yang tepat karna mereka sama-sama wanita dan telah menikah
"Ma, aAa nginep sini, mau tidur sama mama" Ini bukan kali pertama Ara datang dan menginap, sebelumnya sudah pernah, bedanya tidak ada Nadia sekarang.
"Kok nangis, Arka jahat ya?" Arka yang mendengarnya memutar bola mata.
"Gak ma, boleh ya tidur sama mama?" Intan, ibu Arka tersenyum hangat.
"Boleh dong, ayo sayang" Intan merangkul Ara, ia begitu memahami kondisi rapuh Ara saat ini dan ia tau kapan saat yang tepat untuk bertanya
Vote? Follow? Thanks 🥰

KAMU SEDANG MEMBACA
STRUMFREI✓
Literatura KobiecaTernyata memang benar, garis antara cinta dan benci itu nyaris tak ada. Dari yang bukan siapa-siapa bisa menjadi teman hidup.