Perang dingin alias sikap diam Ara telah berjalan selama hampir empat hari, selama hari-hari berat itu Andra merasa seperti uring-uringan. Ara memang tidak marah, tidak juga diam saat diajak bicara, tetap mengurus rumah dan masak, sesekali Andra membantu jika bisa. Tapi Andra tetap tidak tenang, Ara yang seperti ini membuat Andra harus berfikir ulang jika mau bicara. Takut menganggu Ara
Hari ini Andra sudah resmi keluar dari kampus, Andra sedikit tidak rela karna akhirnya ia tidak bisa lagi melihat Ara selama hampir seharian
"Ngelamun bro?" Birama, teman ngantor sekaligus teman semasa kuliah Andra, duduk dengan secangkir kopi hitam yang dibawanya
"Lagi berantem sama istri?" usia Birama satu tahun lebih tua dari Andra, dia sudah menikah dan punya satu anak berumur lima tahun
"Gak bisa disebut berantem juga sih" benarkan? Ara meminta untuk di diamkan saja, tapi Andra greget sendiri karna kewalahan dengan dirinya yang tidak sabar menunggu tapi berusaha di sabar-sabar kan
"Nikah sama anak-anak yang harus terima komplit sama kekanakannya juga lah" Andra tidak setuju, kesannya ia tua sekali jika ada yang menyebut Ara anak-anak.
"Dia bukan anak-anak dan dia gak kekanakan" niat Ara baik, dia tidak mau bertengkar, dia menahan diri untuk tidak memaki Andra.
"Terus? kalian perang dingin?" Andra bukan tipe orang yang senang berbagi cerita, apalagi soal masalah rumah tangganya. Itu adalah urusan internal orang lain tidak berhak tau.
"Gak juga" Birama mengangguk, mengenal Andra hampir enam tahun lamanya ia tentu sudah hafal watak seorang Andra
"Mbak Raisa, minta ketemu di resto mau bahas soal desain kemarin" kata Birama menyebut salah satu klien mereka yang kalau Andra boleh jujur perempuan ini cerewet sekali. Kalau Andra tidak salah ingat, ini sudah kesekian kalinya Raisa ini meminta bertemu untuk mengubah desain restoran yang ingin ia bangun. Maklum saja dia seorang chef tapi tidak pernah muncul di tv
Perusahaan yang bergerak dalam bidang desain arsitektur, desain interior, dan kontruksi yang Andra pimpin sekarang dulunya adalah milik sang ayah. Tapi ayahnya memilih fokus pada perusahaan farmasi yang ia buat atas jalinan kerja sama dengan temannya. Andra mengakui sejak perusahaan ini di pegang olehnya, perusahaan jauh lebih maju dan jauh lebih dikenal orang.
Birama sempat membandingkan cara pimpin ayahnya dengan dirinya yang katanya beda jauh, Andra jauh lebih ambisius dari ayahnya, jangan lupakan sikap percaya diri dan perfeksionis miliknya yang jarang diketahui orang lain
Andra pandai menempatkan diri
"Harus saya yang ikut"? Birama mengangguk, ia tau bahwa Raisa ini juga sedang berusaha mencari sedikit saja perhatian Andra
Tidak tau saja dia kalau Andra terhormat sudah menikah
"Maunya sama lo, kalian juga kan satu SMA dulu" Andra mengiyakan dengan malas
"Hubungin dia, sekarang aja karna saya sibuk, gak ada waktu selain hari ini" Birama mengambil ponsel dalam saku, mengirim pesan pada sang klien yang merespon cepat dan meminta bertemu di resto miliknya
***
Resto milik Raisa ini bisa dikatakan salah satu restoran yang mewah di kota ini, Andra langsung duduk ditempat paling strategis menurutnya, jam menunjukkan pukul dua belas siang Andra mengambil ponsel disaku bagian dalam jas-nya demi bisa mengirim pesan untuk Araminta
Makan siang yang benar.
Andra tau kebiasaan Ara yang selalu makan siang dengan sepiring bakso super pedas atau gado-gado dengan cabe yang banyak. Makan pedas memang tidak salah, tapi kalau terlalu sering seperti Ara, Andra juga khawatir.
Ara tidak bisa menikmati makanan kalau tidak ada sambal di dekatnya
"Udah lama pak?" Birama terdengar menjawab, sementara Andra sedang membalas pesan dari Mira yang memintanya makan malam dirumah
"pak Andra sama pak Birama mau pesan apa?" tanya Raisa super ramah
"Saya lemon tea aja" jawab Birama pendek
"Saya juga" Andra mengingat pesan Ara yang melarangnya minum kopi terlalu sering, Ara melarangnya sementara dia sendiri seperti tidak bertenaga kalau belum minum iced latte di pagi hari
"Jadi bagian mana yang mau di ubah mbak Raisa"? sahut Birama kemudian. Andra masih diam, ia hanya perlu berada disini dan bicara saat di perlukan
Raisa mulai menjelaskan bagian-bagian mana yang ingin diubah, Andra dan Birama sempat bertatap saling memberi kode kekesalan bagaimana Raisa ingin mengubah hampir 90% desain awal, Birama dan Andra menyanggupi. Bagaimana pun juga kepuasan klien tetap berada di urutan atas selama bayaran juga setimpal.
Andra hanya berdehem saat Raisa mengucapkan terima kasih, namun matanya fokus pada Andra seakan Birama hanya hiasan meja
Pintu restoran terbuka, Andra memicing memastikan penglihatannya tidak salah bahwa disana ada Ara bersama seorang pria
Siapa?
Andra bertanya dalam hati, mempersilahkan Raisa yang izin ke toilet
"Gue di cuekin masa, padahal dari tadi gue yang nanya" kata Birama dengan kesal, Andra mengabaikan. Ia lebih memilih mengambil ponselnya kembali mengirim pesan pada Ara
Lagi dimana?
Andra dibuat kesal karna pesannya yang meminta Ara makan siang belum juga dibaca
Resto, diskusi soal tugas
Andra bernafas lega mendapati pesan jujur Ara, ia lalu melirik kembali meja Ara yang kini sedang melihat-lihat buku menu.
Pria di depan Ara seperti tidak asing tapi Andra tidak ingat, Andra memang payah dalam mengenali wajah seseorang.
"Saya kesana sebentar"
"Kesana mana?" Andra tidak menjawab, ia berjalan dengan pandangan lurus sampai Ara masih tidak sadar ada Andra disampingnya
"Lo mau pesen apa Rel"?
Rel? rel kereta?
"Sayang?" Ara mendongak, raut wajah terkejut Ara membuat Andra sedikit gemas
"Kok kamu disini"? Tanya Ara kemudian
"meeting" lalu tanpa ijin ia duduk diantara Ara dan Farel katanya, setelah memperkenalkan diri untuk kedua kalinya lalu Andra ingat mereka bertemu di kampus
"Ngerjain tugasnya disini"? Makin maju saja cara belajar mahasiswa. Biasanya di cafe, sekarang sudah naik tingkat ke resto.?
"Aku di traktir, kata Farel ini resto punya sepupunya" Ara lalu senyum lebar, bukan Ara namanya kalau menolak gratisan
"Iya pak, bapak gak mau sekalian pesen"? Andra menggeleng, lalu menoleh pada Ara yang mengucapkan terima kasih pada pelayan yang mengantar pesanannya. Sekedar informasi, selain suka sambal dan segala yang pedas Ara adalah penggemar pasta.
Birama memanggil Andra pelan, sudah ada Raisa juga disana. Andra berdiri mencium kening istrinya
"Pulang sama saya, mama ngundang kita nanti makan malam" Ara mengubah raut wajahnya yang tadinya ceria melihat pasta. sebenarnya Andra tidak rela atas senyum ceria Ara karna itu bukan karenanya, tapi karna Farel yang membawa Ara kesini dan bertemu pasta.
"gak papa, kita cuma makan" Ara mengangguk, membiarkan Andra menciumnya sekali lagi lalu kembali ke mejanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRUMFREI✓
ChickLitTernyata memang benar, garis antara cinta dan benci itu nyaris tak ada. Dari yang bukan siapa-siapa bisa menjadi teman hidup.