Rutinitas kampus kembali menyapa, tugas numpuk pun turut menyerang bahkan lebih ganas. Ara ingin mengucap penyesalan kuliah setiap kali bertatap muka dengan tugas yang seabrek tapi rasanya tidak sanggup juga. Datang ke kampus dengan suasana hati mendung memang bukan hal yang bagus
Ara sedang berusaha menetralkan rasa kaget sehabis Riana menelponnya tadi pagi dan mengatakan bahwa Dewa memutuskan keluar dari rumah membawa baju sekoper besar.
Ara merasa bersalah
Dan sampai detik ini, Ara belum juga menemui Dewa. Tapi mau bagaimana Ara temui dia? Sementara pria itu menutup semua akses yang bisa Ara tempuh
"kenapa lo? ngelamun aja" Ara menggeleng, kantin sedang ramai-ramainya dan sangat berisik hingga Ara memutuskan berdiri. Ia butuh tempat hening untuk menjernihkan pikirannya yang kacau
"mau kemana"? Nadia datang dengan semangkok soto di tangan
"gue ke perpus, nanti kalo kelas udah mau mulai kabarin gue ya" Arka dan Nadia kompak mengangguk
Ara kesal sekali rasanya, ia belum juga bebas dari jeratan banyak pikiran
Belum beres Ara memikirkan tepat atau salahkah dia menikah dengan Kalliandra, lalu Mira yang ogah-ogahan merestui hubungan mereka, serta Calista yang sepertinya belum ikhlas atau tidak mau ikhlas kalau Kalliandra yang juga mantan pacarnya akan segera menikah.
Muncul lagi beban pikir baru, alias beban yang belum kelar. Dewa
Ara tidak perlu khawatir soal Dewa yang keluar dari rumah, Dewa itu mandiri dan punya penghasilan sendiri. Keluar dari rumah dan menanggung hidup sendiri bukan masalah. Yang jadi ketakutan Ara adalah Radit, bagaimana kalau ia di salahkan lagi? padahal baru kemarin Ara merasa punya ayah
Sebulan ini, Ara merasa lelah fisik serta pikiran semakin banyak, belum lagi pernikahannya dengan Kalliandra semakin dekat sementara Ara masih dalam keadaan meraba perasaan sendiri.
Ara masih bertanya apakah keputusannya sudah benar disaat undangan sudah hampir disebar
Ini adalah pernikahan, masalah hidup. Awal baru yang akan membawa perubahan baru
"sudah makan siang"? Ara tersentak kaget, untung saja dia ingat kalau sedang di perpustakaan jadi teriakan bisa di redam
Selain menyebalkan Andra juga suka sekali muncul tiba-tiba
Ara mengangguk, memandang wajah Andra lekat-lekat setelah mengumpulkan keberanian
"iya saya tau saya ganteng" kata pria narsis di hadapannya
"bapak cinta sama saya"? Andra memandang heran, mengulurkan tangan untuk meraba kening Ara, takut-takut ternyata Ara sedang demam makanya pertanyaannya ngawur
"kalo saya gak cinta sama kamu, saya gak akan ngajak kamu nikah" nada super tenang namun syarat akan ketegasan
Bapak gak ngajak, maksa lebih tepatnya
"kalo saya gak cinta sama bapak, bapak tetap mau nikah sama saya"? Andra menegakkan tubuhnya, memandang aLAra tepat di mata setelah puas mengangumi wajah itu berkali-kali
"terlambat, undangan kita sudah disebar" Andra membalas santai. Ia bukan tidak peduli soal itu. Hanya saja Andra yakin, ia pasti bisa membuat ara membalas perasaanya. Lagi pula Andra tau Ara tidak akan bermain sinetron nantinya, semisal ia kabur di hari pernikahan nanti
Andra masih punya banyak waktu untuk membuatnya sadar setelah nanti mereka menikah
"kamu jangan berfikiran macam-macam, jangan anggap saya bercanda. Saya punya adik perempuan dan saya gak mau dia di permainkan laki-laki " sebagai anak pertama dan laki-laki pula, sikap tanggung jawab dan kepimpinan memang melekat erat pada sosok Andra. Khas anak pertama sekali
KAMU SEDANG MEMBACA
STRUMFREI✓
ChickLitTernyata memang benar, garis antara cinta dan benci itu nyaris tak ada. Dari yang bukan siapa-siapa bisa menjadi teman hidup.