Cerita 15

22.8K 1.5K 15
                                    

🌺🌺

Dalam mobil Andra yang entah kenapa terasa sangat dingin, Ara tidak henti-hentinya mengumpati dan mengejek Arka dalam hati. Tega sekali pria itu padanya

Sepanjang perjalanan, keheningan menguasai Ara yang tidak mau memulai obrolan karna memang tidak ada yang ingin di bicarakan. Takut juga Andra akan menganggapnya sok akrab. Sementara pria itu sibuk menyetir

Entah hanya perasaannya saja, atau memang cara Andra menyetir sangat lama. Jika ia lebih cepat sedikit mereka pasti sekarang sudah hampir sampai

"sudah makan"?

Haduh, kalo makan mah gak usah disuruh juga gua makan

Ara mengangguk

"saya bertanya Araminta" Ara memutar bola matanya, padahal tadi dia sudah mengangguk

"sudah pak" 

"saya bukan bapak kamu"

Lah?

Ara menoleh, menatap figur samping Andra yang harus Ara akui sialan tampan. Walau tanpa ekspresi sekalipun

Cocoklah dengan Calista yang bak model

"saya tau saya ganteng gak usah diliatin terus" dengan kesal Ara kembali memandang jalan, tidak tau saja dia bahwa tindakannya juga membuat Andra susah untuk fokus jangan sampai ia tabrakan mobilnya pada bahu jalan

"sudah dari kapan kamu dirumah nadia"? Sudah berapa lama dengan Arka?

"dari sore pak" jawab Ara pelan, tenaga Ara sebenarnya sudah terkuras habis ia gunakan untuk berfikir di rumah Nadia tadi

Bagi Ara, lelahnya otak karna berfikir jauh lebih capek dari lelah fisik

"saya bukan bapak kamu"

"terus saya manggil apa? mas"!? seru Ara tidak santai

Andra diam sebentar lalu mengangguk

"boleh"

Gua colok juga lama-lama matanya ni dosen

"bapak dari mana"? tanya Ara lebih kearah kepo. Malam minggu begini apakah seorang Kalliandra juga kencan? Maklum yang sudah punya tunangan kan beda

"saya bukan bapak kamu" Ara menghembuskan nafasnya kesal ingin sekali ia jambak rambut berantakan andra

"oke, mas dari mana"? ulang Ara sok manis, beberapa detik setelah bertanya Ara terpingkal sendiri. Merasa jijik dengan nada bicaranya

Menyembunyikan senyum tipisnya dengan membuang pandangan keluar jendela Andra berusaha mengontrol diri

Bisa-bisanya, ia bagai anak sekolah yang baru merasakan jatuh cinta

Jatuh cinta?

Terdengar tidak mungkin di telinga Andra

"habis nganterin temen pulang" jawab Andra kemudian

"temen apa___

"temen"

Ara manggut-manggut saja, terserah pak Andra kalau begitu

"loh pak, kok kesini"?   

Ara berseru kaget, sejak kapan ia tinggal di warung bakso? sejak kapan Ara bisa buat bakso?

"saya lapar"  kata Andra sembari terus mencari tempat parkir di tengah keramaian yang ada

"tapi saya enggak pak"

"saya gak nanya kamu" Ara speechless bisa-bisanya ia punya dosen se-kampret Andra. Entah apa dosa Ara dimasa lalu.

"turun" kata andra pendek, Ara menurut. Ia melepas seatbelt lalu berjalan kearah Andra yang sudah menunggunya

"kalo gitu dari sini saya naik taksi atau ojek aja deh pak. Saya mau pulang" Andra sangat tidak senang mendengarnya, mana mungkin ia membiarkan Ara pulang sendiri. kalau begitu lebih baik ia biarkan Ara menunggu bersama Arka. Tapi itu juga tidak bagus.

"gak, makan dulu sama saya" tatapan Andra sedikit menajam dengan suaranya yang turut menegas

Ara menggaruk kepalanya, ia bimbang. Sebenarnya tidak berani juga pulang sendiri walaupun jam sembilan-ralat- sepuluh masih ramai tapi makan berdua saja dengan Andra adalah sebuah hal yang menakutkan bagi Ara. Bagaimana kalau orang-orang kampus ada yang melihatnya? atau parahnya, bagaimana jika Calista tidak sengaja melihat tunangannya makan bersama perempuan lain. Ara masih muda untuk di cap sebagai pelakor. Ia tidak mau juga

"ayo"  Ara menahan diri, melepas tangan Andra yang menggenggamnya hati-hati

"bapak belum makan"?

"saya bukan ba___

"oke, kamu belum makan"? potong Ara dengan sedikit kesal. Tidak mungkin sekali ia memanggil dosennya sendiri mas

Andra mengangguk, lebih enak ia dengar jika Ara berbicara seperti tadi. Tidak formal dan tidak dengan kata baku

"harus disini ya"? Andra memerhatikan sekitar

Ramai. Riuh. Berisik

"kamu tidak suka? kalo gitu ayo cari tempat lain" Ara memegangi lengan Andra. Menahan pria itu untuk tidak pergi

Mencari tempat baru terlalu memakan waktu, tandanya mereka akan semakin lama bersama. Ara ogah pake banget

"disini aja, tapi cepet ya pak saya takut nanti ada anak kampus yang liat. Malam minggu lagi" Ara berkata jujur, tidak menyadari bahwa tangannya masih memegangi lengan Andra yang juga tidak mencegah

"kenapa harus takut"? alis Andra bertaut, kenapa memangnya jika ia makan dengan Ara. ada masalah?

Apa ara takut anak kampus melihatnya lalu mengadukan itu pada Arka? Lalu Arka takut arka marah? Begitu?

Andra justru tidak peduli, persetan dengan perasaan Arka.

"nanti fans bapak nyerang saya gimana, bisa viral tau" Andra terkekeh mendengarnya

"bagus kalo cuma anak kampus, kalo tunangan bapak yang lihat gimana" Andra mengambil tangan Ara dari lengannya, berganti menggenggam tangan Ara yang dingin dengan dua tangan

Ara terkejut, jangan sampai ia mati karna detakan jantung yang berlebihan

"Calista bukan tunangan saya Ara, saya sudah pernah bilang. Kamu gak percaya"? Ara mengangguk. Jujur ia memang tidak percaya

"kalo bukan tunangan apa? Udah istri"? Andra menggeleng, sulit juga membuat Ara paham

"kita teman" Ara mengangguk saja, biar cepat

"saya serius Ara, dia itu teman saya" 

Ara yang tadinya memandang keramaian menoleh pada Andra

"tunangan atau bukan, itu bukan urusan saya pak. Buat apa bapak repot-repot jelasin"? Andra bagai tertampar realita, Ara benar. sepenuhnya benar.

"udah, ayo cepet. Saya temenin bapak makan. Tapi saya gak makan ya udah kenyang tadi makan sama Nanad" Ara melepas tautan tangan mereka lebih tepatnya, tautan tangan Andra lalu berjalan lebih dulu.

Harus cepat kalau mau selesai cepat

Ara hampir berteriak, ia bahkan hampir terjatuh kalau saja andra tidak memegangi lengannya

"kamu kenapa"? Andra terdengar panik namun Ara jauh lebih panik.

Yanuar si mata sipit, sedang disana. Sedang berusaha mengeluarkan motornya dari area parkir yang sempit

Gawat ini mah!

"pak, Yanuar"  Ara tidak sadar, bahwa ia sedang merengek sembari menarik-narik baju bagian depan andra

Andra tentu tidak masalah, mau itu Yanuar atau dekan sekalipun apa masalahnya? Mereka hanya makan bukan check in di hotel. Tapi ia tidak tega melihat Ara, wajah gadis itu kentara sekali ketakutan

Maka tanpa berfikir panjang lagi, Andra menarik ara menyembunyikan Ara di dadanya. Tidak peduli Ara terkejut hampir berteriak

"jangan teriak" Andra berbisik pelan, tepat di samping telinga ara.

STRUMFREI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang