Cerita 18

33.1K 2K 8
                                        

🌸🌸

Sejak pulang dari bandung dua hari lalu, Nadia perhatikan Ara jadi pendiam.

Pada dasarnya, Ara memang bukan orang yang cerewet, bukan juga orang yang sangat diam. Ara pandai menguasai diri. Ia akan cerewet pada tempatnya diam pada saatnya.

Namun sejak kemarin hingga hari ini, Ara agak kelewatan dan Nadia sudah kehabisan kesabaran untuk menunggu Ara bercerita sendiri

Tidak seperti biasanya

"lo kenapa"? Ara menoleh demi mendapati Nadia yang bertopang dagu dengan satu tangan

Kelas sepi, hanya ada mereka berdua.

"gak, kenapa emang"? Nadia mengangkat kedua alisnya

"gak usah repot-repot di sembunyiin lagi Ra, dari kemarin lo diem banget"  Ara menghela nafas lalu ikut bertopang dagu

"gue diem lo heran, gue cerewet lo bawel nyuruh gue diem. Terus gue harus gimana Nad"? Ara membalas dramatis

"ga usah bertele-tele deh"

Sebelum pulang ke jakarta, Ara sempat berbicara dengan Dewa. Hanya sebentar bahkan setengah jam pun tidak sampai

Dari sekian banyak omongan dewa yang ternyata sudah pria itu tahan sejak lama, hanya satu yang tidak bisa pergi dari pikiran Ara.

Aku masih sayang kamu ra, kenapa kamu gak mau perjuangin itu?

Bukan Ara tidak mau berjuang, Ara hanya tidak ingin menjadi egois dengan mematahkan hati dua orang sekaligus. Dan jika itu terjadi Ara seribu persen yakin Radit akan semakin tidak menyukainya

Kamu juga masih sayang aku kan?

Saat dewa bertanya begitu, Ara hanya diam. Hingga detik ini Ara sendiri pun masih menebak-nebak perasaanya sendiri. Ia bingung

Apakah ia masih suka Dewa seperti dulu?

Ara tidak tau. Ia tidak tau tentang perasaannya sendiri

"ngelamun aja, ngelamun sampe kakek gue bangkit dari kubur"  ucapan Nadia membuat lamunan Ara buyar

"gue masih pengen di bandung aja"  Nadia tidak percaya. Pasti ada sesuatu yang membuat Ara jadi seperti sekarang, dan sesuatu itu tidak bisa dengan lancangnya Nadia tanyakan.

Mereka memang sahabat, bahkan seperti saudara. Namun bukan berarti semuanya harus di buka. Ara punya privasi Nadia pun sama. Tidak semua harus diceritakan, Nadia paham mengenai itu.

Mutia, salah satu teman kelasnya menghampiri meja Ara dan Nadia

"di panggil pak andra Ra" Ara mengernyitkan dahi. Pak andra?

"pak Andra bukannya gak ada kelas hari ini"? Mutia yang sudah duduk di bangkunya mengangguk

"lo pikir pak Andra ngajar di kelas kita doang" jawaban dari Nadia hanya di balas oh oleh Ara

"kenapa masih disini, sana ke pak Andra" Nadia menarik-narik baju coklat mocha yang Ara pakai dan  memaksa gadis itu berdiri.

"males ah"  Ara tau, Andra pasti hanya ingin marah-marah karna saat hari dimana Andra mengajar Ara malah bolos, tidak datang alias mangkir.

Sebenarnya dan sesungguhnya Ara sengaja tidak masuk. Malas melihat wajah Andra yang sikapnya berubah aneh dan ditambah mood Ara juga sedang buruk

"sana, jangan buat pak Andra marah" dengan ogah-ogahan, Ara bangkit dari duduknya meregangkan otot tangannya sejenak lalu pergi tanpa kata

****

STRUMFREI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang