Sejak kali pertama mengetahui Ara hamil, tentu saja sebagai pria yang memang sangat mencintai Ara dan mengharapkan adanya anak diantara mereka, Andra benar-benar sangat senang.
Seperti yang pernah ia katakan, apapun soal Ara adalah urusan Andra juga. Andra mau menjadi orang pertama yang tau soal Ara, Andra ingin membuat Ara hanya bergantung padanya dan merasa bahwa memang hanya Andra lah tempat yang tepat untuk berkeluh kesah, berbagi apapun dan tanpa beban. Andra ingin menjadi berguna dengan selalu berdiri di barisan terdepan ketika Ara membutuhkan sesuatu. Karena tidak ingin terjadi kesalahan Andra sampai rutin menelpon dokter bertanya mengenai apa-apa saja yang harus ia lakukan sebagai suami, bahkan Andra juga mencari bantuan lewat internet.
Ara itu usianya memang jauh di bawah Andra, ia kadang masih kenakan dan kesulitan mengontrol emosinya sendiri.
Ditambah sekarang dia sedang hamil, diantara hormon dan mood yang tidak beraturan, Andra benar-benar harus ekstra sabar dalam menghadapi sikap Ara yang berubah-ubah. Sama seperti kali ini. Dimana Andra pulang terlambat dari kantor dan Ara menolak bicara karena kesal, dirinya sudah memasak banyak berharap Andra pulang tepat waktu agar mereka makan siang sama-sama. Namun sebagai pimpinan kantor yang punya tanggung jawab besar Andra harus selalu siap. Tadinya andra menawarkan untuk video call saja sembari makan tapi keburu kesal, Ara jadi ngambek sekarang.
Sebelum hamil, kesalnya Ara masih terbilang mudah untuk diatasi. Namun sekarang agaknya mood Ara memang menjadi cobaan Andra untuk benar-benar ekstra dalam menghadapi Ara. Perempuan itu jadi lebih mudah menangis dan merasa di bentak padahal tidak sama sekali.
"Kamu masih marah?" seharusnya Andra tidak usah tanya, karena Ara yang memang sedari tadi diam saja sudah cukup membuktikan.
Ara masih bergeming, menatap layar televisi yang menampilkan sinetron yang sedang ramai dibicarakan jangan lupakan bungkus cemilan yang berserakan diatas meja. Andra maklum, ia tidak akan keberatan karena kata dokter dan sumber dari internet nafsu makan ibu hamil memang akan melonjak drastis. Beda saat awal-awal kehamilan, Ara bahkan menolak memakan nasi.
"Mau makan sesuatu? saya belikan" Andra bergabung duduk di samping Ara mengelus perut ara yang mulai membuncit walau belum terlalu besar
Usia kehamilan Ara memang baru memasuki usia enam bulan.
Ara sebenarnya ingin menolak elusan tangan Andra diatas perutnya, namun tidak bisa di pungkiri karena itu justru menimbulkan perasaan nyaman yang membuat Ara tidak sampai hati untuk mengusirnya pergi.
"Sayang? udah yah marahnya. Saya minta maaf. Tapi tadi memang urusannya mendadak" Ara melirik sekilas, mulutnya masih sibuk mengunyah keripik singkong yang akhir-akhir ini jadi kesukaannya.
"Saya udah bilang sama kamu untuk gak banyak gerak" kata Andra lagi, ia was-was melihat Ara masih memasak. Kadang masih membereskan rumah padahal sudah ada dua ART yang Andra bayar mahal untuk tugas itu.
"Terus aku ngapain? kamu ngelarang aku kuliah" tentu Ara bosan, bosannya sudah sampai pada tahap melihat sosial media pun sudah bosan.
"Saya ngelarang karena gak mau kamu capek, kuliahnya bisa di sambung kapan-kapan" di akhir-akhir masa kuliah bisa menjadikan Ara lelah, Andra tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.
"Kamu ngelarang aku, tapi aku gak boleh ngelarang kamu" Ara selalu sebal, Andra makin kesini makin posesif, dia bahkan melarang Ara untuk sekedar ke mall kecuali bersamanya atau atas pengawasan darinya. Seakan Ara adalah anaknya bukan istrinya. Tapi menjadi tidak adil karena Andra bebas kemana pun.
"saya ngelarang_____
"Kamu aja gak pernah tuh izin sama aku kalau mau keluar" ternyata, dua bungkus keripik singkong, satu bungkus keripik kentang, dan sebatang coklat masih belum mampu mengembalikan mood Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRUMFREI✓
ChickLitTernyata memang benar, garis antara cinta dan benci itu nyaris tak ada. Dari yang bukan siapa-siapa bisa menjadi teman hidup.