Cerita 56

14.9K 968 3
                                    

Ara tau perihal kisah lama antara Andra dan Calista, tentu dari Mentari karna Andra menolak bercerita banyak. Dari yang Ara tangkap selama ini, Calista memang tidak seperti mantan-mantan yang ada sinetron atau ftv yang berambisi besar merebut kembali pria yang pernah menjadi miliknya. Calista tidak seperti itu, dari awal image seorang Calista dimata Ara memang anggun dan dewasa di dukung wajahnya yang cantik. Pintar memang Andra mencari pacar

Tapi Ara sudah berdamai dengan rasa tidak percaya dirinya, ia tidak mau membandingkan diri dengan Calista karna tau dirinya adalah dirinya. Jangan di samakan apalagi di bandingkan dengan orang lain. seperti apapun, dirinya Ara tetap harus menerima dan bersyukur. Calista sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan merebut Andra kembali, tapi ketakutan itu muncul saat di rabu malam Andra belum pulang dan tidak mengabarinya sebaris pesan pun. Malam dimana itu bertepatan dengan ulang tahun Calista yang Ara dengar sendiri Mira memaksa Andra untuk datang.

Ara khawatir, tidak biasanya Andra tidak memberinya kabar seperti ini. Biasanya di kampus pun Andra akan tetap mengiriminya paling tidak satu pesan. Apa Andra hadir di ulang tahun Calista? Tapi kenapa tidak bilang?

Ara menatap miris pada sup ayam yang ia panaskan berulang kali. Makanan itu dingin karna tidak tersentuh sedikitpun, Ara juga menolak makan karna Andra belum pulang. Mengabaikan rasa nyeri di perut karna menahan sejak tadi.

Sekali lagi Ara mencoba menghubungi Andra, dan responnya tetap sama. Nomor Andra tidak aktif

Lalu sekarang Ara harus apa? dimana Ara harus mencari Andra?

Satu pesan masuk ke ponsel Ara, nama Mira tertera di layar, tanpa Ara perintah jantungnya seakan berdegup begitu kencang. Mira mengirimkan sebuah foto yang diambil dari arah belakang, tidak perlu di beritahu Ara tau itu Andra dan Calista yang sedang duduk menyamping menatap Andra sambil tertawa.

Foto yang menggambarkan kebahagiaan

Kamu lihat kan? Calista tetap punya tempatnya di hati Andra

Ara mengangguk membaca kalimat yang ditulis Mira, kesal sekaligus sedih tiba-tiba saja menghampiri sampai Ara rasanya sesak.

Kenapa Andra tidak bilang? kenapa ponselnya di matikan dan kenapa Ara merasa bahwa Mira benar?

Ara berdiri, memasukkan sup ayam ke wadah besar dan memasukkannya ke kulkas. Ia sudah tidak selera makan, Ara memutuskan tidur demi meredakan emosi dan meredam air matanya sendiri.

****

Ara terbangun karna merasa terganggu akibat tetesan air yang membasahi wajahnya

Tetes air?

Dengan pelan Ara membuka mata, mengerjap sebentar menyesuaikan cahaya untuk diterima matanya saat sosok Andra dengan rambutnya yang basah terlihat jelas di depan wajahnya.

Bau sabun mandi memenuhi indra penciumannya, ia segera bergeser mengabaikan Andra yang menatapnya bingung.

"Minggir" kata Ara dingin, ia mendorong bahu Andra agar menjauh

"Maaf, saya pulang telat" Ara tidak menjawab memilih membelakangi Andra dan berkonsentrasi agar bisa tidur lagi.

"Ra? Maaf. Kamu udah makan"? Ara tertawa sinis, lalu menoleh sedikit melihat raut wajah Andra yang bisa dikatakan khawatir

"Ngapain nanya? kaya peduli aja"  Andra bangun, ia tau kesalahannya tapi apa tidak berlebihan kalau Ara malah menganggapnya tidak peduli?

"saya jelas peduli, kamu__

"Gak usah berisik bisa gak? aku mau tidur" Andra makin heran, ini bukan Ara yang dia kenal.

"Kamu kenapa sayang? kalau ada masalah, bangun kita selesaikan malam ini." emosi Ara kembali, ia bangun lalu memandang Andra penuh amarah meski pria itu menyampaikan kalimatnya dengan lembut

"Belajar akting dimana sih"?

Andra mencoba mengatur nafas, kentara sekali sedang menahan diri agar kendali tetap berada di tangannya.

"Ra, jangan berbelit-belit" 

Oke, emosi Ara makin jadi

"kamu tau gak aku seharian ngapain?  pulang kuliah aku nyuci, walau itu pake mesin, tetap aja aku capek. Aku beresin apartemen ini yang luasnya bukan main karna aku gak mau mama kamu terus anggap aku gak bisa apa-apa" Nafas Ara memburu, bahkan Ara menolak datangnya tukang bersih-bersih hanya agar ia bisa melakukan semuanya mandiri layaknya seorang istri. Ara sungguh bukan ingin mengeluh.

"sayang__

"Terus aku masak buat kamu! aku selalu bingung mau masakin kamu apa, tapi aku gak mau pesen makan karna aku tau kamu lebih suka aku masak, tapi apa? Kamu pasti udah kenyang dong sekarang, iyalah masa Calista gak kasi kamu makan! percuma aku capek-capek potong wortel yang gak aku makan percuma aku kupas kentang satu-satu percuma aku potong ayam yang gak pernah aku lakuin sebelumnya. Semua buat kamu, tapi kamu malah ngapain?ketemu sama Calista dan gak ngabarin aku sama sekali"! Ara menaikkan volume bicaranya, sementara Andra mendengarkan dengan sabar diiringi rasa bersalah yang seketika hadir.

"Kamu salah paham" Ara memalingkan wajah, kesal karna air matanya turun tanpa di suruh. Ia menepis tangan Andra yang mencoba menggapai pipinya

"kamu dengarkan penjelasan saya dulu, jangan ambil kesimpulan sendiri" Andra dan ketenangan supernya memang menyebalkan

"Apa? aku punya bukti kamu gak perlu repot-repot ngelak" Ara kembali berbaring, ingin rasanya pindah ke kamar tamu tapi ruangan itu terkunci dan Ara tidak tau dimana kuncinya

"Ra, saya memang kesana tapi mama jemput saya di kantor dan suruh saya berangkat sama dia. Mama juga bilang dia udah kabarin kamu" Ara menutup mata, walau telinganya masih mendengar.

"Waktu saya sampai kamu gak ada dan saya tanya ke mama, dia bilang kamu udah nyusul. Saya mau telpon kamu tapi hp saya gak ada ketinggalan di ruang meeting kata sekretaris saya" Ara masih diam pada posisi yang sama

"Mama bilang udah ngabarin kamu, tapi katanya kamu gak jadi datang karna ada urusan lain, saya udah mau pulang saat itu tapi mama memohon untuk tinggal sebentar lagi"  Sebentar? Ara sadar dia telah tertidur lama dan Ara yakin Andra pasti baru pulang. Begitu namanya sebentar?

"Saya minta maaf, kamu masak apa? biar saya makan sekarang" Ara tertawa, tawa sinis yang tidak Andra sukai

"makanan nya udah aku buang"  Andra terdiam, lalu Ara menyadari satu hal barusan adalah kali pertama mereka bertengkar.

"Saya minta maaf, seharusnya saya bisa tegas dengan mama. Saya khawatirkan kamu tapi mama terlalu memaksa tadi" ya iyalah, Andra pasti akan pilih Mira. Memang dia siapa mau di sandingkan dengan Mira?

Andra beringsut maju, kembali berbaring memeluk Ara dari belakang. Begitu erat hingga Ara merasa Andra amat merasa bersalah tapi Ara tetap diam, dia sudah selesai mengeluarkan apa yang harusnya ia ucapkan. Ara tidak mau bertengkar, Ara tidak mau berdebat.

STRUMFREI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang