52. Surprised?

1K 126 48
                                    

"Eomma akan berangkat ke Busan pagi ini Junghee-ya." Ucap Wendy sambil meletakkan karangan bunga di pusara anaknya.

"Maafkan Eomma karena sudah lama tidak mengunjungimu. Eomma bogoshiposseo." Tangan putihnya itu mengusap nisan mungil tersebut.

"Junghee-ya, apa Appa-mu masih sering mengunjungimu dan membawakanmu bunga?"

Senyuman tampak terpoles di bibir Wendy. Dia sadar semua pertanyaan yang dia lontarkan di hadapan pusara anaknya itu tidak akan pernah ada jawabannya. Tapi Wendy merasa sangat suka melakukan hal tersebut. Seolah-olah hatinya menghangat ketika menyebut nama sang anak.

"Eomma akan menghabiskan waktu sekitar dua bulan untuk mengerjakan project baru dengan Appa. Bukankah kau senang mendengarnya? Karena artinya Eomma bisa selalu bertemu dengan Appa."

Ada rasa sesak tersendiri sebenarnya di hati Wendy disaat dia selalu datang ke makam sang anak. Dia tahu itu adalah dosanya. Sampai sekarang pun Wendy masih terus teringat akan hal itu.

"Junghee-ya, katakan pada penjagamu di sana, Eomma ingin Appa-mu kembali lagi. Eomma masih sangat mencintai Appa. Tapi Appa sekarang sudah memiliki keluarga sendiri. Dan dia sangat mencintai istrinya sekarang. Sama seperti dulu Appa mencintai Eomma."

Suasana hati Wendy berubah menjadi sendu. Senyumnya padam. Entah sekarang apa yang tengah terbentik di dalam pikirannya. Hanya dia sendiri yang tahu.

"Oh, Eomma harus berangkat sekarang. Annyeong Junghee-ya!" Wanita itu mengecup batu nisan milik anaknya dan melangkah pergi meninggalkan makam mungil tersebut.

"Maaf jika terlalu lama." Ucap Wendy pada salah satu staff yang berangkat bersamanya dengan mobil kantor.

"Santai saja Seungwan-ssi." Ucap pria itu.

***

Rosie dan Loey saling melambaikan tangannya saat Mercedes Benz yang dikendarai suaminya itu perlahan keluar dari halaman rumah mereka. Yup, pria bertubuh jangkung itu sudah berangkat menuju Busan.

Rosie merasa seseorang menepuk bahunya.

"Ah, Yoona Unnie. Wae?"

"Ayo masuk. Dingin di luar." Rosie mengangguk mengikuti Titah Suster Yoona.

Memang sedari tadi siang, hujan tidak kunjung berhenti. Dan udaranya juga semakin sore semakin dingin.

"Kakakmu jadi kemari?" Tanya Yoona yang kini terduduk di atas sofa dekat Rosie.

"Entahlah. Aku tidak tahu apa yang dia kerjakan. Akhir-akhir ini dia bilang sedang sibuk. Tapi sibuk apa aku juga tidak tahu." Rosie menaikkan kedua kakinya di atas meja yang ada di hadapannya.

Yoona hanya ber-oh ria.

"Umm, Rosé-ya?"

"Ne?"

"Apa yang sedang mengusik pikiranmu tiba-tiba?" Spontan Rosie membulatkan kedua matanya. Apa tampangnya itu terlihat dan mudah sekali ditebak saat sedang ada sesuatu yang dia pikirkan? Tidak Alice, tidak Yoona. Mereka sering kali menangkap basah Rosie kalau sedang memikirkan sesuatu.

"Entah kenapa pikiranku melayang ke Wendy." Ujar Rosie jujur.

Yup, tepat seperti dugaan Yoona. Seandainya Yoona punya keberanian bicara pada Rosie saat itu untuk tidak mengiyakan Loey terlibat dalam project ini, pasti Ibu hamil di hadapannya ini tidak akan kepikiran sekarang.

Tapi Bagaimanapun, keputusan ada di tangan suami istri itu.

"Jangan memikirkan hal-hal yang negatif! Aku paham betul Loey bukan tipe pria yang mudah luluh. Apalagi mengingat masalalu mereka yang kelam."

(No) WAY BACK HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang