35. Decision

1.3K 135 57
                                    

Sudah dua hari ini Rosie sama sekali tidak bicara dengan Loey kecuali saat mereka sedang bersama Mason, Clare dan Alice.
Karena gadis itu tidak ingin orang tua dan kakaknya tahu kalau antara Loey dan dirinya sedang tidak baik-baik saja.
Namun tetap saja, Alice dengan segala ilmu sok tahunya itu mengetahui ada sesuatu yang janggal pada adiknya dan Loey. Insting psikologinya tidak bisa dibohongi.

Di hari perayaan natal ini mereka saling bertukar kado. Mason menyediakan banyak kado yang sudah disiapkannya jauh-jauh hari bersama istrinya untuk kedua putrinya serta Loey.

Mereka mengambil beberapa foto di dekat pohon natal besar yang sudah di dekorasi bersama-sama. Loey sangat senang bisa ikut merasakan kehangatan dalam keluarga ini. Tapi di sisi lain, hatinya seperti ada yang kosong dan kurang. Kekasihnya itu bahkan masih belum mau diajak bicara dengannya secara pribadi. Siapapun, tolong bantu Loey untuk membujuk Rosie agar mau berbicara dengannya walau hanya sepatah kata.

"Hey kalian tidak mau foto berdua? Biar aku yang memotret." Itu suara Alice yang sedang berbicara dengan Loey dan Rosie yang saling diam.

"Ah... Nanti saja Unnie." Ucap Rosie berusaha menghindari tawaran kakaknya.

Bagi Loey ini adalah kesempatan emas. Dan tentu saja pria itu tidak akan melewatinya.

"Ayolah sayang, kita harus foto berdua jangan main ponsel terus!" Loey mengambil ponsel gadis itu dari genggamannya.

Oke, kenapa Loey sangat menyebalkan? Gadisnya masih marah pada pria itu tapi aktingnya ternyata lebih bagus daripada Rosie di hadapan Alice. Seolah tidak ada ricuh dalam hubungan mereka.

Gadis cantik itu pun dengan sangat terpaksa menuruti apa kata Loey dan mereka mulai berpose manis di depan kamera. Beberapa kali Alice mengambil foto mereka dan hasilnya ternyata natural sekali. Tidak seperti sepasang kekasih yang tengah bertengkar.

"Baiklah! Hasilnya bagus! Aku ingin mengambil foto Eomma dan Appa sekarang."

Alice meninggalkan mereka berdua dan berjalan menuju ke dapur di mana Ayah dan Ibunya sedang sibuk membuat camilan.

Rosie merasa geli ketika Loey tiba-tiba menyembunyikan setengah wajahnya di ceruk leher gadis itu dan melingkarkan kedua lengannya di pinggang Rosie.

"Roseanne, berhenti marah padaku. Kumohon." Bisik Loey dengan suara beratnya yang khas.

Rosie hanya bergeming. Oke, posisi ini memang sangat nyaman bagi Rosie. Gadis itu tidak akan menyangkalnya. Dan tentu saja membiarkan Loey tetap pada posisinya.

"Sayang, aku sudah jujur padamu tentang masa laluku yang buruk dan cukup menyiksa. Apa sekarang kau juga mau menghukumku dengan cara mengabaikanku seperti ini karena kejujuranku?"

Loey berusaha membujuk Rosie agar tidak lagi marah pada dirinya dan mau memaafkan pria itu. Rasanya hanya sehari tidak melihat senyum gadisnya sama saja rasanya seperti tidak mendapat kebahagiaan selama setahun. Bukan setahun, mungkin seumur hidup.

Kekasih Loey itu kini sibuk dengan pikirannya. Dia dilanda kebimbangan. Gadis itu juga merasa bersalah karena tidak menghargai kejujuran dari pria berlesung pipit itu dan justeru marah padanya. Ditambah selama dua hari Rosie sengaja menghindari komunikasi dengan Loey. Padahal pria itu selalu memohon untuk memberikannya sedikit waktu untuk bisa berbincang dengannya.

"Roseanne... Aku tidak sanggup kau mendiamiku seperti ini. Aku harus bagaimana?"

Gadis itu menarik nafasnya lalu menghelanya dengan kasar.

"Kita bicara di atas!" Ucap Rosie dengan nada ketus.

Loey melepaskan back hug-nya dari Rosie dan gadis itu ngeloyor begitu saja menaiki tangga rumahnya.
Sedangkan kekasihnya membuntuti dari belakang.

(No) WAY BACK HOME [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang