"Apa kau anak dari Patter Handerson?" tanya Alex langsung setelah mendapatkan nama akhir Alice.
Alice membulatkan mata saat mendengar itu, bagaimana tidak kaget saat tiba-tiba ditanya begitu. Alice menatap Alex tidak percaya bagiamana bisa lelaki itu menyimpulkan sesuatu dengan semudah itu.
"Hahaha, apa Bos bercanda? Patter Handerson yang itu? Itu tak mungkin aku hanya pernah berangkat sekali dengannya karena kebaikan hatinya. Kalau memang dia adalah ayahku lalu kenapa aku susah-susah bekerja di tempatmu yang seperti ini?" Alice berucap dengan canggung dan melupakan kata sopan miliknya.
Mendengar penjelasan dari Alice memang ada benarnya juga. Mungkin dia yang berpikir terlalu jauh.
"Apa kalian berdua saudara jauh sehingga memiliki marga yang sama?" tanya Alex untuk memastikan.
"Aku sudah bilang bahwa marga kami hanya kebetulan saja. Lagipula banyak marga yang sama, jadi, untuk apa dipermasalahkan. Ngomong-ngomong kenapa Bos begitu ingin tahu, bukan karena tertarik kepadaku, 'kan?" Alice mencoba untuk mengalihkan pembicaraan secara keseluruhan.
"Ya, mungkin jika kau mau berbaring di ranjangku maka akan aku pertimbangkan agar jatuh cinta padamu atau tidak." Alex menampilkan seringaian miliknya.
"Cih, kenapa setiap laki-laki memiliki otak mesum sepertimu?" desah Alice tidak suka.
"Lelaki yang tidak mesum itu perlu dipertanyakan. Ya, meski ada orang alim tidak mesum sudah pasti mereka memiliki sisi terliarnya hanya saja dia akan menyembunyikan sisi itu." Alex mengatakan itu dengan santainya seakan itu adalah hal yang lumrah.
Alice terdiam saat mendengar itu apa memang seperti itu laki-laki itu? Bersikap mesum, ada yang secara terbuka ada juga yang bersikap tertutup.
"Ada apa? Apa kau sedang memikirkan apa yang aku katakan?" Alex mengatakan itu dengan sombongnya.
Wajah Alice memerah saat mendengar itu. "Hah? Apa yang kau katakan. Itu tidak mungkin." Alice buru-buru menyangkal.
"Benarkah? Ngomong-ngomong mau mampir ke suatu tempat lebih dulu?"
Alice yang mendengar perkataan Alex mengenai suatu tempat menjadi berpikir yang tidak-tidak. Suatu tempat? Apa itu hotel? Apa bosnya itu sudah tidak memiliki urat malu sehingga mengajaknya untuk pergi ke suatu tempat.
"Ada apa? Kenapa kau diam saja? Aku rasa di depan sana tempatnya bagus untuk berhenti."
Alice menatap ke depan dan menemukan sebuah taman dengan hotel di dekatnya. Hotel? Apa yang dimaksud oleh Alex adalah hotel itu bagus untuk berhenti.
"Dasar Bos Mesum! Aku tidak mau berhenti di sana. Aku ini masih perawan jangan mengajakku untuk datang ke tempat seperti itu, ayahku akan membunuhmu jika berani membuat masalah denganku!" Alice menatap Alex dengan takut.
Hening, Alex menatap tak percaya ke arah Alice. Perawan? Kontan saja tawa Alex pecah saat mendengar itu dia menghentikan mobilnya di parkiran taman.
"Wow, aku tak menyangka bahwa pikiranmu jauh lebih liar dibanding tindakanmu. Aku mengatakan tempat yang bagus adalah taman ini, jadi, ke mana pikiranmu sebenarnya? Apa hotel yang di depan sana?" tanya Alex sambil menarik naik turunkan alis untuk menggoda Alice.
Wajah Alice kontan memerah saat mendengar itu. Apa dia salah prediksi? Apa Alex sengaja untuk membuatnya berpikir yang tidak-tidak?
"A-apaan, kau berpikir terlalu jauh. Tadi itu adalah salah satu dialog dari salah satu cerita yang pernah aku baca." Alice menghindar dari tatapan meremehkan itu.
Membuka sabuk pengaman dan segera turun dari mobil. Melihat itu Alex hanya tersenyum kecil, awalnya dia hanya merasa tertantang saat melihat penolakan Alice pertama kali, tetapi setelah beberapa waktu bersama timbul sesuatu yang tidak bagus untuk dirinya.
Alex mengikuti langkah Alice yang terburu-buru, ia tahu bahwa Alice saat ini pasti tengah malu setengah mati dengan apa yang terjadi. Meski tidak bilang secara langsung, tetapi tindakannya menyimpulkan begitu.
Banyaknya orang yang berjalan ke sana dan kemari membuat Alex menghela napas saat Alice terus saja berjalan. Saat melihat Alice duduk di kursi yang dekat dengan tiang lampu taman yang di sana.
Alex berjalan dengan santai menuju tempat Alice berada. Mereka yang sudah berumur jalan berdua ke sebuah taman seperti ini seperti orang dewasa yang tersesat di tempat anak muda kencan. Bukan karena apa karena isinya saat ini adalah rata-rata adalah para pemuda-pemudi yang sedang mencari jodoh.
"Ya, aku rasa kita salah tempat untuk mampir," keluh Alex sambil memperhatikan Alice yang masih mode ngambek tak tertahankan.
"Ya, siapa yang suruh untuk datang ke tempat ini. Lebih baik kita segera pulang ini sudah cukup malam." Alice mengusulkan agar mereka segera pulang.
"Masih jam sembilan. Sebentar lagi, ayo aku akan mentraktirmu membeli sesuatu, sudah sampai di tempat seperti ini sayang sekali bila tidak membeli apa-apa." Alex berdiri dan mengulurkan tangan.
Alice memperhatikan tangan Alex merasa bingung sendiri. Hubungan mereka juga tak begitu dekat, saat menerima uluran tangan itu dia merasa bahwa hubungan mereka terasa sudah dekat. Hal semacam ini dia takut bahwa akan terkena masalah di kemudian hari nanti.
"Kenapa? Apa ada sesuatu di tanganku?" tanya Alex sembari menarik kembali tangannya dan melihat apa ada sesuatu di sana.
"Tidak, hanya saja aku merasa hubungan kita tak sedekat itu, bukan?"
Alex terdiam saat mendengar itu, tetapi kemudian dia tersenyum. "Benar, hubungan kita memang tidak sedekat itu. Aku harap bila di luar pekerjaan seperti ini kuharap bisa menjadi seorang teman. Ya, siapa tahu dengan begitu kau akan luluh lalu bersedia untuk menamaniku di atas ranjang."
Alice melotot mendengar itu. Seumur-umur ia bekerja di perusahaan baru pertama ini bertemu dengan seorang pemimpin perusahaan yang mesumnya tak terkira seperti ini.
"Hanya dalam mimpimu saja. Aku masih bisa berteman, tapi tak Sudi untuk menemanimu di atas ranjang. Sudahlah, lebih baik cepat beli sesuatu lalu kita akan pulang, keluargaku pasti sudah menunggu," ujar Alice sinis dan bangkit dari duduknya.
Mendengar itu Alex tersenyum samar dan mengikuti langkah Alice yang berjalan menuju penjual jagung bakar.
"Aku mau jagung bakar, lalu mau sempol, terus lagi mau kembang gula, satu porsi cilok juga jangan lupa," ujar Alice dengan santai.
Alex yang mendengar itu pun hanya patuh membelikan apa yang diinginkan oleh Alice. "Tunggu saja di sini. Aku akan membelikanmu semua yang kau mau, mau dibelikan sama gerobak-gerobaknya juga tak masalah akan aku belikan." Alex berjalan menuju penjual jagung bakar memesan dua jagung.
Setelah memesan jagung bakar sembari menunggu Alex berjalan menuju penjual sempol yang berada tak jauh. Melihat Alex yang menjauh Alice mendekat ke penjual jagung bakar itu.
"Paman, pesanan lelaki tadi ditambahi 1 lagi, ya, aku ini kekasihnya. Bukan orang jahat," ujar Alice mengatakan itu untuk menyakinkan penjualnya.
"Baik, Nona. Kekasih Anda benar-benar sangat menyayangi Anda sehingga mau mengantri seperti itu."
Alice tak lagi menjawab dia hanya tersenyum lebar saat mendengar itu, tak masalah bukan bila dirinya sedikit berbohong untuk mendapatkan dua jagung sekaligus?
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.
Mana suaranya yang baca cerita ini wheee?
Semoga suka.
Salam sayang.
Author L4 Januari 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Mesum (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita sudah tamat, jangan lupa dukungan dan di-follow) Alice Handerson sekretaris bar-bar yang sangat tidak menyukai bosnya lantaran bos sangat mesum akut. Kisah cinta antara bos dan bawahan yang terkesan klise. Namun, berkesan di dalam hati. "...