Alice memasuki ruang perawatan Alex, ini termasuk hari kedua ia menjaga Alex. Hari ini Alex juga sudah diperbolehkan untuk pulang dan beristirahat di rumah.
Saat itu sebuah keajaiban bahwa jantung Alex masihlah berdetak meski lemah, itu sebabnya Alex masih terselamatkan.
"Hari ini sudah boleh pulang, selama lukamu belum sembuh aku akan merawatmu. Lukamu juga belum boleh terkena air, jika perlu apa-apa kau boleh mencariku nanti," ujar Alice sambil memasukkan baju ganti Alex.
"Baik, aku akan menyerahkan semua kebutuhanku kepadamu. Untuk berjaga-jaga kenapa kita tidak tinggal satu kamar saja? Bukankah itu lebih baik jika aku membutuhkan sesuatu, tak hanya itu saja kita juga bisa berhemat uang." Alex mengatakan itu dengan santai dan polos.
"Boleh, asalkan semua kebutuhan kau yang membayar. Biaya hotel, makan, dan lain sebagainya kau harus membayarnya!" putus Alice.
"Tak masalah, uangku tidak akan habis. Ngomong-ngomong bagaimana dengan masalah proyek yang bermasalah, aku terbaring di sini selama hampir dua hari. Apa Anton sudah membuat pergerakan?" tanya Alex berubah menjadi serius di akhir pembahasan.
Alice menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tak tahu ke mana perginya Anton, hanya saja ia tahu mungkin lelaki itu sedang patah hati. Anton mengatakan bahwa ia akan mengembalikan Mita kepada keluarganya, tak hanya itu mungkin lelaki itu saat ini sedang menangis semalaman karena tidak dapat bertemu lagi dengan pujaan hatinya.
"Mengenai itu, mungkin lebih baik bila kita tidak mengganggunya selama beberapa waktu. Ya, mungkin dia butuh waktu untuk menenangkan diri," ujar Alice dengan susah payah.
"Apa yang terjadi dengan Anton?" tanya Alex bingung.
Alice menutup tas yang ia bawa untuk mengambil baju kotor. "Ya, ada banyak hal yang terjadi saat kau sedang dalam perawatan kemarin. Mita, dia dikembalikan kepada keluarganya, mungkin Anton juga mengatakan agar Mita tak muncul lagi di hadapanmu. Aku rasa ... um, mungkin dia perlu waktu untuk membiasakan diri," ujar Alice lirih di akhir kalimat.
"Tuan!" sapa Anton yang membuka pintu.
Wajah lelaki itu terlihat suram juga lingkaran mata dan terlihat sembab. Menandakan bahwa lelaki itu telah melewati malam yang panjang untuk menangis.
"Anton," lirih Alice tak percaya.
Alex memperhatikan penampilan Anton dari atas hingga bawah. Menghela napas dan menatap lelaki itu.
"Pulanglah dan istirahat, yang dikatakan oleh Alice memang benar, kau perlu waktu. Kita tunda dulu selama beberapa saat penyelidikannya sampai lukaku sedikit mengering. Sebelum itu tolong liburkan pembangunan sampai masalah ini selesai." Alex memberikan perintahnya.
Anton mengangguk dan berpamitan untuk pergi. Anton tak banyak berbicara hanya mematuhi semua yang dikatakan oleh Alex, rupanya memang lelaki itu berada di titik terendah setelah perginya Mita.
"Apa kau mengetahui sesuatu mengenai mereka?" tanya Alex heran.
"Uhm, ya, sedikit. Mungkin Anton membutuhkan waktu mengenai masalah ini," ujar Alice sambil membantu Alex agar turun dari ranjang.
"Apa kau bisa berjalan?" tanya Alice khawatir.
"Kakiku tidak terluka yang terluka adalah punggungku, asalkan tidak berjalan cepat lukanya tidak akan terbuka lagi," ujar Alex sambil berjalan dengan perlahan.
Alice sudah menyelesaikan semuanya, itu sebabnya mereka sudah bisa langsung pulang setelah pemeriksaan tadi. Sangat bersyukur karena Alex tidak harus dirawat di rumah sakit lebih lama lagi.
"Ingat untuk meminum obatnya tepat waktu, tidak boleh terkena air lukanya selama beberapa waktu, perhatikan gaya makanmu, lebih baik bila makan sayuran saja, ya. Aku akan membelikanmu berbagai macam masakan sayur saja." Alice mulai mengomel sepanjang waktu.
Alex tertegun saat mendengar itu. Ia akan makan sayuran saja? Apa dirinya ini adalah sapi sehingga harus makan sayuran saja? Rupanya sakit itu sangat tak enak.
"Aku tidak mau! Sesekali harus ada daging untuk makanmu, aku ini bukan sapi," protes Alex.
"Yang mengatakan kamu adalah sapi siapa? Aku hanya ingin agar lukamu segera sembuh dan segera kembali, kau bilang perjalanan ini hanya satu minggu saja, jika tidak segera sembuh maka pekerjaanmu di sana akan semakin menumpuk. Kalau aku, sih, tidak mau membantu pekerjaanmu yang menggunung itu, di sana ada Kak Silvia yang membantu pekerjaanku, sedangkan kau seorang diri." Alice mengatakan itu dengan santai.
Alex terdiam, memang, pekerjaannya akan menumpuk saat kembali nanti, tetapi ia juga tak ingin makan sayur setiap hari.
"Badanku rasanya tidak enak. Bisakah kau membantuku untuk mandi nanti?" tanya Alex dengan polos.
Wajah Alice mendadak memerah saat mendengar kata membantu mandi? Apa ia akan melihat tubuh Alex yang telanjang bulat? Alice menggelengkan kepala saat memikirkan itu.
"Berhentilah berpikir jorok, Alice, kenapa kau menjadi wanita cabul seperti ini," pikir Alice masih terus menggelengkan kepala.
"Ada apa? Apa kepalamu sakit?" tanya Alex khawatir.
"Hah?" Alice menatap Alex dengan wajah yang merona, "tidak ada. Tidak ada apa-apa," ujar Alice dengan cepat.
"Heh? Wajahmu memerah apa kau terkena demam karena menjagaku dari kemarin? Atau justru terkena virus di rumah sakit, aku harus memeriksakanmu ke dokter selagi kita berada di rumah sakit," ujar Alex dengan khawatir.
"Tidak perlu, ayo kita segera pulang dan kau mandi saja sendiri bagian depannya, aku akan membersihkan bagian belakang dan berhati-hati agar lukamu nanti terkena air. Ingatlah untuk tidak membasahi bagian belakang di tengah, jangan biarkan air ya lari ke belakang!" Alice benar-benar memberi petuah layaknya seorang ibu kepada anak.
"Lari ke belakang? Apa air bisa lari?" tanya Alex dengan polos.
"Tidak tahu, pokoknya harus membasahi bagian depan saja, bagian belakang aku akan membersihkannya nanti!"
Mereka berhenti di luar rumah sakit, Alice hampir lupa bahwa mereka tidak memiliki mobil untuk pulang.
"Tunggu di sini, aku akan menghentikan taxi ingat untuk tidak pergi ke mana-mana!" Alice berlari kecil menuju jalan raya semi demi menghentikan taxi.
👻👻👻
Alden menatap keluar jendela tempatnya bekerja, pikirannya terbang ke pertemuannya dengan Alice. Wanita sederhana dan penuh dengan kejutan.
"Alice, ya. Aku berharap bisa bertemu dengannya lagi, apa lebih baik aku menghubunginya saja?" Alden hampir saja mengambil ponsel jika tak melihat jam di dinding.
"Ini masih jam kerja, aku tidak bisa menghubunginya," ujar Alden kecewa.
Seseorang mengetuk pintu dan terbukalah. Wanita dengan gaya yang elegan, cantik, anggun masuk ke dalam ruangan dengan berkas di tangannya.
"Tuan, pihak Royal Garden membatalkan pertemuan dengan kita, pertemuan akan diundur menjadi sepuluh hari lagi. Mereka masih harus menyelesaikan masalah di luar negeri katanya," ujarnya dengan ramah dan menyerahkan beberapa dokumen di meja Alden.
"Dia sedang sibuk, ya. Aku harap dapat bertemu dengannya secepat mungkin. Apa tidak bisa dimajukan?" tanya Alden penasaran.
"Saya tidak tahu, kemungkinan sangat kecil saat ini pihak mereka sedang berada di Singapura dan belum ada kabar kapan akan kembali," ujarnya dengan sopan.
"Ya, baiklah. Kembalilah bekerja."
Wanita itu mengangguk dan pergi dari sana, ia tak tahu siapa yang dimaksud oleh Alden, tetapi dia memiliki firasat buruk mengenai siapa orang yang dimaksud.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.
Semoga suka.
Salam sayang.
19 Januari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Mesum (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita sudah tamat, jangan lupa dukungan dan di-follow) Alice Handerson sekretaris bar-bar yang sangat tidak menyukai bosnya lantaran bos sangat mesum akut. Kisah cinta antara bos dan bawahan yang terkesan klise. Namun, berkesan di dalam hati. "...