Alice menunggu beberapa saat. Dia memang benar-benar waswas. Sebuah tepukan di pundak Alice membuat wanita itu hampir melompat karena kaget.
"Kita bertemu lagi," sapa seorang lelaki dengan senyuman lembut.
Alice mengerutkan kening saat melihat lelaki yang menyapa dan mengagetkannya itu. Dia pikir tadi ada orang jahat yang mengganggunya karena membawa sesuatu dengan harga yang sangat fantastis itu.
Melihat seorang laki-laki berpakaian rapi sepertinya. "Siapa?" tanya Alice bingung.
"Alden, kita pernah bertemu di pemberhentian bus saat itu. Masih mengingat?"
Alice tersenyum saat selesai mengingat, dulu dia pikir Alden hanya pekerja biasa mengingat baju yang digunakan saat itu adalah pakaian pekerja biasa bukan baju terlalu formal seperti ini.
"Sedang berbelanja?" tanya Alden saat melihat Alice yang mulai mengetahui siapa dirinya.
"Oh, tidak. Hanya membeli hadiah atas perintah bos saja," ujar Alice santai.
Meski Alice sudah pernah bertemu dengan Alden, tetapi dia tetap harus waspada takut bila Alden bukanlah orang baik yang akan merampok sesuatu yang berharga di dalam tasnya.
"Begitu, ya. Sedang menunggu taxi atau bagaimana? Kenapa tidak menggunakan kendaraan umum saja?" Sikap Alden yang sok akrab seperti itu membuat Alice semakin waspada.
"Ya, aku sedang menunggu jemputan, bos bilang dia akan mengirim sopirnya untuk menjemputku, itu sebabnya aku menunggu di sini."
"Begitu, ya. Bagaimana kalau kita menunggu sopir bosmu di toko depan saja, dibanding menunggu di sini, di sini sangat panas nanti kamu bisa sakit kepala," ujar Alden perhatian.
Alice mengerutkan kening dan menjaga jarak dari Alden. "Tuan, aku rasa kita sedekat itu sehingga bisa ke toko depan untuk berteduh atau semacamnya!"
Mendengar nada tidak bersahabat dari Alice, Alden terkejut dan tersenyum. "Ya, aku rasa kita memang tidak sedekat itu untuk bisa pergi bersama. Kalau begitu, berikan aku ponselmu, aku akan memberikan nomorku agar kita bisa mengenal lebih dekat." Alden mengulurkan tangan saat mengatakan itu.
Melihat penampilan Alden, Alice sedikit tenang, setidaknya Alden mungkin bukanlah orang jahat, tetapi Alice juga tidak ingin tertipu oleh penampilan seseorang. Melihat sikap waspada dari Alice, Alden menghela napas dan mengangkat tangan tanda menyerah.
"Baiklah, aku akan menunjukan KTP-ku aku bukanlah orang jahat. Setelah itu kita bisa bertukar nomor." Alden mengambil dompet miliknya dan memperlihatkan KTP miliknya.
"Benar juga. Kamu bukan orang jahat, kemarikan ponselmu, aku akan mencatat nomorku."
Dengan patuh Alden memberikan ponselnya, Alice mengetik beberapa dikit angka dan menghubunginya kemudian ponsel miliknya berbunyi.
"Itu adalah nomorku, jangan lupa ...."
Alice terhenti saat mendengar suara klakson dari sebuah mobil yang berada di hadapannya. Kaca mobil terbuka menampilkan Alex dengan wajah datarnya.
"Oh, bosku sudah menjemput, aku akan pulang lebih dulu sampai bertemu di lain waktu." Alice meninggalkan Alden yang memperhatikan punggung Alice menjauh.
Dia menghela napas saat melihat mobil Alex sudah menjauh. "Alex begitu beruntung, tapi aku juga akan beruntung jika bisa membuat Alice menjadi milikku."
Alex masih menampilkan wajah datar dan tidak bersahabatnya. Alice yang menyadari itu pun kebingungan sendiri dengan Alex yang terlihat aneh.
"Ada apa, Tuan?" tanya Alice bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Mesum (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita sudah tamat, jangan lupa dukungan dan di-follow) Alice Handerson sekretaris bar-bar yang sangat tidak menyukai bosnya lantaran bos sangat mesum akut. Kisah cinta antara bos dan bawahan yang terkesan klise. Namun, berkesan di dalam hati. "...