Wajah Alice merona saat mendengarnya. Meski kata-kata Alex terdengar menyebalkan, tetapi tak menutup kemungkinan hatinya berdesir saat mendengar itu.
"Ya, baiklah Tuan Tidak Normal. Mari kita pergi dan menghadiri undangan dari Kak El." Alice mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Nona Pemarah sepertinya sudah merasa lebih baik. Baiklah, ayo kita pergi."
Mereka berjalan berdampingan saling menggandeng satu sama lain. Kemesraan yang diumbar di depan umum selalu membuat siapa pun merasa iri saat melihatnya.
Mereka yang baru pertama kali melihat mulai membicarakan dan bergosip siapa tentang apa yang dilihat.
Meski ini sudah jam pulang, tetapi ada beberapa yang sedang lembur atau masih berada di sana untuk mengerjakan sisa pekerjaan yang belum diselesaikan.
Alice juga Alex saat ini sudah berada di parkiran mobil, Alex bersikeras untuk mengantar Alice.
"Kakak mengundang makan malam di mana?" tanya Alice saat ia sudah masuk ke dalam mobil dan mengenakan sabuk pengaman.
"Dia bilang akan pergi ke restoran Jepang, lalu setelah itu pergi ke pasar malam." Alex menjawab itu sambil menjalankan mobil untuk meninggalkan parkiran.
Meninggalkan perusahaan dan bergabung dengan ratusan mobil lainnya itulah yang dilakukan oleh Alex.
"Pasar malam? Tumben sekali kakak mau pergi ke sana. Apa dia pergi dengan seseorang juga?" tanya Alice bingung.
"Ya, dia bilang ini adalah double date. Aku penasaran kenapa kamu tak tahu sama sekali, apa dia tidak memberitahumu?"
"Tidak. Dia terlalu sibuk sepulang dari kerja dia harus mengurus desain. Adit juga sibuk dengan urusan pekerjaan, anak itu bekerja terlalu keras, padahal dia seharusnya bersenang-senang dengan temannya, tapi harus bekerja dengan keras untuk mengurus bisnis keluarga." Alice mengeluh saat mengingat kedua saudaranya akan selalu sibuk meski sudah berada di dalam rumah.
"Ya, Adit adalah anak yang bekerja dengan keras, dia sudah tahu bahwa memegang bisnis keluarga adalah bagiannya. Sebenarnya dia memikul beban yang begitu besar, kamu dan Kak El tak mau mengambil alih perusahaan, sehingga dia harus menanggung beban untuk memegang semua itu mengabaikan cita-citanya sendiri."
Alice bungkam. Ia tak tahu harus mengatakan apa, sejak dirinya dan kakaknya tumbuh dewasa mereka berdua menolak dengan tegas untuk tak mengambil alih perusahaan. Hal itu membuat Adit yang melihat itu hanya menerima kemauan dari keputusan ayahnya.
"Ya, semua itu benar. Adit tak pernah membicarakan ingin menjadi apa setelah tahu bahwa kakak-kakaknya tak menginginkan perusahaan keluarga. Kakak sedari remaja sudah tertarik dengan desain, sehingga ingin menjadi desainer, sedangkan aku. Aku sendiri hanya ingin menjadi seorang sekretaris, bagiku tanggung jawab menjadi pimpinan sebuah perusahaan itu menyusahkan terlebih aku ini adalah seorang wanita, pasti ditolak mentah-mentah oleh pemegang saham yang lainnya. Adit hanya diam dan menerima semuanya dengan senyuman," ujar Alice saat dirinya mengingat di masa lalu seperti apa.
"Ya, itu sebabnya dia bersikeras untuk mengambil alih perusahaan karena tidak ingin membuat kalian mengalami sebuah beban. Aditya adalah lelaki yang penuh dengan kasih sayang." Alex menjelaskan apa yang terjadi kepada Aditya saat ini.
Alice tak lagi bersuara. Mengetahui itu Alex seakan memahami bahwa saat ini Alice sedang memikirkan apa yang mereka berdua bicarakan.
Akhirnya setelah beberapa saat Alex juga Alice sampai di depan rumah Alice. Sisa perjalanan hanya diisi oleh kesunyian karena tak ada yang membuka percakapan.
"Aku akan berangkat dengan Kak El nanti. Tidak perlu dijemput," ujar Alice saat ia hendak turun.
Alex menahan tangan wanita itu. "Aku ini yang menjadi kekasihmu, bagaimana mungkin kamu akan pergi makan malam datang dengan lelaki lain. Sama sekali tidak romantis," ujar Alex dengan sinis.
"Tapi tujuan kita berdua sama. Jika memang kamu ingin menjemputku artinya perjalananmu akan dua kali lipat." Alice mencoba untuk memberikan pengertian.
Alex melepas tangan Alice yang ia tahan tadi. "Kalau begitu terserah saja, tapi kamu harus ingat kalau kakakmu juga harus menjemput kekasihnya. Kalau aku, sih, mana mau ikut dengan orang yang akan berangkat dengan ceweknya, menjadi obat nyamuk. Memangnya kamu mau?" tanya Alex dengan santai dan bersendekap sombong.
Alice terdiam dan kembali duduk di tempatnya. Ia rasa apa kata Alex ada benar juga.
"Baiklah. Aku akan menunggumu menjemputku, lagi pula siapa yang mau menjadi obat nyamuk seperti itu." Alice akhirnya memutuskan untuk berangkat dengan Alex setelah berpikir panjang.
Senyum cerah terpampang di wajah Alex. "Begitu, dong. Baiklah, dandan yang cantik dan aku akan memujimu dengan se-kebon lope-lope."
"Lope sekebon, bukan se-kebon lope. Mendadak menjadi anak alay, padahal umur juga sudah gak muda lagi, seenaknya aja ikut-ikutan anak muda," omel Alice sembari turun dari mobil.
"Ingat, jangan terlalu alay." Alice berteriak sembari berjalan mendekati gerbang yang masih tertutup rapat.
Alex hanya tersenyum kecil. Mungkin memang usianya sudah terlalu tua untuk mengikuti tren masa kini.
👻👻👻
Setengah delapan Alex sudah berada di dalam rumah Alice. Ia hanya tinggal menunggu kekasihnya itu selesai merias diri.
"Elios baru saja keluar tadi. Katanya sudah mengirimkan alamat yang akan kalian datangi." Resti meletakkan minuman juga kue kering di hadapan Alex.
"Ya, dia sudah bilang. Adit ke mana?" tanya Alex sembari memperhatikan sekitar yang terlihat sepi.
"Dia di ruang kerja. Anak itu bekerja terlalu keras mungkin sudah melupakan keluar bersama teman-temannya," keluh Resti.
Alex hanya tersenyum kecil, ia tak tahu harus mengatakan apa. Hingga akhirnya orang yang dibicarakan turun dari lantai dua itu.
"Eh, ada Kak Alex. Kebetulan sekali, ada hal yang ingin aku tanyakan." Adit terlihat antusias saat mengatakan itu.
Ia buru-buru untuk turun menghampiri Alex.
"Adit, pelan-pelan. Jangan lupa makan malam bersama Mama," tegur Resti.
Saat kedua anaknya yang lain makan di luar maka kini hanya sisa dia dan Adit sendiri yang makan malam di rumah.
"Iya, Ma. Cuma mau berdiskusi sebentar dengan Kak Alex," ujar Adit saat dia sampai di bawah dan menarik Alex untuk ikut dengannya.
"Ingat, jangan lama-lama. Dia ingin keluar dengan kakakmu." Resti memperingati Adit.
"Iya, Ma. Gak lama."
Alice turun dan melihat Resti yang memperhatikan foto keluarga mereka. Ia menghentikan langkahnya dan memperhatikan sang ibu dalam diamnya.
Ia dapat melihat Resti menghapus air mata setelah memperhatikan foto itu sedari tadi. Alice tak mengetahui apa yang dirasakan oleh ibunya, tetapi yang pasti kemungkinan terbesar wanita itu sedang merindukan suaminya.
"Papa, andai Papa tidak pergi secepat ini. Mama juga tidak akan sedih seperti kali ini, Mama sudah begitu mencintai Papa," batin Alice pilu.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.
Asekkkk, part ini gak banyak adegan uwu. Tunggu part besok bakal uwu🤭🤭
Semoga suka.
Salam sayang.
Author L.16 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Mesum (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita sudah tamat, jangan lupa dukungan dan di-follow) Alice Handerson sekretaris bar-bar yang sangat tidak menyukai bosnya lantaran bos sangat mesum akut. Kisah cinta antara bos dan bawahan yang terkesan klise. Namun, berkesan di dalam hati. "...