Alice juga Alex saat ini berada di hotel yang sudah dipesan oleh Alex saat niatan awal datang ke negara ini.
"Ayo, mandikan aku," ujar Alex sembari berjalan menuju kamar mandi.
"Hah? Eh, tunggu dulu. Ini beneran minta dimandikan?" Alice memastikan pendengarannya.
Alice pikir Alex sudah lupa dengan apa yang dikatakan saat di rumah sakit tadi.
"Tentu saja aku serius. Badanku rasanya gak enak, kau bilang aku mandi bagian depan kau memandikan bagian belakang," jawab Alex polos.
"Yang aku maksud adalah kau mandi lebih dulu bagian depan, lalu setelah kau memakai handuk aku akan membersihkan bagian belakang, ini tidak buruk, 'kan?" tanya Alice dengan senyum cerah.
"Tidak, semua itu tidak akan berguna dan badanku tidak akan segar kalau hanya mandi bagian depan." Alex bersikukuh untuk membawa Alice ke dalam kamar mandi.
"Kalau begitu aku tidak mengizinkanmu untuk mandi, hanya dilap saja. Ya, tidak masalah juga, uhm, mungkin sampai empat hari kemudian, ah, ayu mungkin satu minggu kemudian, ya, siapa yang tahu kapan lukamu akan mengering." Alice dengan santainya hendak meninggalkan Alex.
"Oh, apa ini cara Nona Alice untuk berterima kasih kepada penolongnya, ya, setidaknya bila aku tidak menolongmu dan kehilangan keseimbangan, mungkin kau hanya pulang dengan peti mati. Tidak buruk juga, seharusnya waktu itu aku tidak menolong orang yang tidak tahu terima kasih ini," ujar Alex dengan polos.
Alice bungkam saat mendengar itu menurut dan mengikuti ke mana Alex pergi. Akhirnya mereka masuk ke dalam kamar mandi.
"Ingat untuk mandi dengan handuk, aku tidak ingin mataku ternodai, ya, meski melihat bagian atasmu juga aku ternodai matanya," ujar Alice pelan di akhir kalimat.
"Apa begini maksudmu?" tanya Alex.
Alice menatap Alex yang hanya menggunakan handuk dari pinggang sampai dengan paha. Alice menatap perut Alex yang kotak-kotak layaknya roti sobek, kulit Alex juga dapat dikatakan sangat lembut dan kinclong. Alice menelan ludahnya susah payah, ia dapat melihat perban yang masih membalut tubuh Alex.
Sejenak Alice tertegun, ia hanya bisa memandikan dan mengelap bagian atas agar tidak membasahi perban yang berada di tengah-tengah. Andai lelaki di hadapannya kali ini ia tidak akan mengambil risiko dengan memandikannya.
"Ada apa? Apa tubuhku begitu menggoda sehingga kau tidak bisa berkata apa-apa?" tanya Alex dengan bangga.
"Mana ada, badanmu sangat jelek. Apa-apaan dengan otot tidak bergunamu ini, kau bahkan bisa terluka saat terkena benda tajam. Apa gunanya otot banyak seperti ini jika kau masih bisa terluka, jangan terlalu menyombongkan diri, cepatlah bersihkan bagian depan bagian belakang akan aku bersihkan setelah bagian depan!" ujar Alice mulai melantur ke mana-mana.
"Memangnya kau pikir kulitku baja? Seenaknya saja bisa kalau kulitku ini tidak berguna, bila tidak berguna kenapa kau menatapnya dengan tatapan nafsu seperti itu," ejek Alex sembari menghidupkan untuk mengatur kehangatan air tersebut.
"Dasar mesum! Siapa yang menatap kulitmu dengan penuh nafsu!" maki Alice tak terima.
Alice mengikuti Alex yang sudah berada di dalam shower room untuk membersihkan badan Alex yang katanya sudah lengket dan tidak nyaman.
"Ada benda yang harus aku lebih dulu, bersihkan saja badanmu, aku akan segera kembali."
Alice lupa membawa kain untuk mengelap bagian atas agar tak membasahi perban.
Alex menatap Alice yang menutup pintu kamar mandi, ia menghentikan aksi mandinya. Ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan dimandikan oleh Alice, dalam mimpi sekalipun ia tak pernah membayangkan hal yang semacam ini.
Rupanya memang benar bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang bagus maka kita perlu untuk mengorbankan sesuatu. Luka yang dialami kali ini adalah berkah tersendiri bagi dirinya sendiri.
Alice kembali dengan membawa kain juga handuk cadangan. Tak hanya itu ia juga membawa ponsel milik Alex.
"Ada yang menghubungimu, namanya Ayah. Mungkin itu hal yang penting," ujar Alice sambil kembali ke dalam shower room.
Ia menyodorkan ponsel milik Alex, tetapi lelaki itu tersenyum licik. "Tanganku sedang basah, kau bisa mengangkatkannya dan aku akan berbicara."
Alice mengerti dan mengangkat ponsel yang berbunyi untuk kesekian kalinya.
"Kau sudah berjanji untuk memandikanku, jangan lupa itu." Rupanya Alex sengaja mengatakan itu saat sambungan di antara ponsel Alex juga ayahnya sedang berlangsung.
"Alex, apa yang kau lakukan saat ini?" tanya seseorang dari seberang terdengar sangat marah.
"Aku sedang mandi tentunya, tentu saja Anda belum tuli untuk mendengarnya dengan jelas, 'kan?" Alex mengambil sabun dan menyabunkannya di bagian depan, ia sesekali iseng untuk melempar busa sabun ke wajah Alice.
"Alex!" desis Alice kesal.
"Siapa yang berada di kamar mandi saat ini?!" tanya ayah Alex dengan murka.
"Siapa? Kau pasti bisa dengan mudah menebak siapa yang berada di dalam kamar mandiku. Seorang wanita, calon istriku yang jelas, bukan seorang jalang!" Nada Alex terdengar ketus dan penuh penekanan juga ejekan.
"Berhentilah bermain-main, Ayah sudah meyiapkan pernikahan yang megah untukmu! Berhentilah bermimpi untuk berharap dapat menikah dengan wanita lain!" Amarah lelaki di seberang terdengar jelas.
Alice sedikit malu saat Alex mengatakan bahwa dirinya adalah calon istri lelaki itu. Namun, seperti ada rasa tak rela saat mendengar bahwa lelaki itu sudah memiliki calon istrinya sendiri. Tangan Alice sedikit bergetar saat mendengar semua itu.
"Aku tidak sedang bermain-main. Aku datang ke luar negeri untuk menyelesaikan sebuah masalah dan tak hanya itu saja aku datang ke sini untuk menikmati waktu bersama dengan calon istriku untuk membicarakan tentang pernikahan kita berdua. Ah, jika kau ingin aku menikah dengan anak keluarga Ji maka kau bisa mencari anakmu yang lain untuk menikahinya, aku tidak akan pernah sudi menikah dengan wanita itu." Alex terdengar tenang, tetapi Alice dapat melihat kemarahan dari tatapan lelaki itu.
Alice tak tahu apa yang terjadi, tetapi ia yakin bahwa lelaki di hadapannya ini tak memiliki hubungan yang baik dengan ayahnya.
"Kau adalah anak yang durhaka, meski kau tidak ingin menikah dengan Louina, tapi pernikahan sudah di depan mata. Kau hanya dapat menerima takdirmu, tiga minggu dari sekarang acara pertunangan secara resmi dan besar-besaran akan diadakan, jangan pernah berniat untuk melarikan diri atau orang yang kau cintai saat ini akan bernasib mengenaskan!"
Panggilan terputus begitu saja. Alice berniat untuk menyimpan ponsel Alex di luar ruangan. Namun, tanpa diduga lelaki itu memeluk Alice begitu saja, badan Alex bagian depan yang masih dipenuhi busa pun menempel dengan sempurna di badan Alice.
"A-apa yang kau lakukan?" Alice terlihat kaget dengan reaksi Alex.
"Maaf aku melibatkanmu dalam hal ini, tapi satu hal yang pasti aku tidak akan membiarkan orang licik itu berbuat semaunya. Biarkan aku memelukmu beberapa saat lagi." Suara Alex terdengar parau dan menahan segala amarah di dalam dirinya.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.
Beberapa hari ini sibuk banget gak sempet ngetik. Semoga gak mengecewakan.
Salam sayang.
Author L
22 Januari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Mesum (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita sudah tamat, jangan lupa dukungan dan di-follow) Alice Handerson sekretaris bar-bar yang sangat tidak menyukai bosnya lantaran bos sangat mesum akut. Kisah cinta antara bos dan bawahan yang terkesan klise. Namun, berkesan di dalam hati. "...