Alice menatap Alex yang saat ini sedang merapikan mejanya.
"Kak El tadi telepon katanya mau traktir kita," ujar Alex memperhatikan Alice yang kesal.
"Dia pasti cuma mau pamer doang. Aku sudah malas, nanti ujung-ujungnya kita berdua yang bayar sendiri," kesal Alice memutar bola mata.
Alex mendekati Alice dan berdiri di hadapan wanita itu. "Meski aku yang membayar pun tak masalah, uangku tidak akan habis untuk membayar makanan yang kamu pesan." Alex mengelus pipi Alice.
Mendapat perlakuan itu Alice kontan saja merona. Ia membuang muka dan menatap ke arah lain, masih bersikap untuk tidak peduli.
"Tidak mau! Aku ini hanya kekasihmu saja! Bukan istrimu mana bisa memesan banyak," ujar Alice dengan sombong.
Alex menyentuh dagunya dan mengangguk mantap. "Ya, benar juga. Dulu aku juga memiliki sekretaris, aku mengajaknya keluar dan dia menghabiskan banyak uangku untuk membeli jajanan di pinggir jalan. Ya, mungkin aku akan mencarinya saja untuk aku ajak makan di luar sepuasnya. Kekasihku juga tak mau memesan makanan banyak seperti sekretarisku dulu," ujar Alex dengan santai dan berbalik untuk pergi.
Alice yang geram pun memukul punggung Alex yang masih berada di jangkauannya. "Dasar laki-laki berengsek! Sudah berapa banyak sekretarismu yang kau ajak makan keluar dan ditraktir makan seperti itu? Kau itu benar-benar laki-laki bajingan yang pernah aku temui!" maki Alice dengan penuh amarah.
Alex berbalik dan memperhatikan Alice yang masih kesal dengannya. Ia tak menyangka bahwa mood Alice masih buruk seperti datang bulan kemarin.
"Aku rasa ada beberapa sekretaris yang aku ajak makan dengan bebas mungkin lebih dari lima atau mungkin lebih dari sepuluh," ujar Alex dengan santai.
Benar saja wajah Alice semakin kesal dan berbalik pergi. "Pergilah dengan wanitamu, sampai jumpa aku akan mencari Alden dan mengajaknya makan malam bersama. Aku sudah tak butuh lelaki sepertimu!"
Alice menghentakkan kaki dan berlalu pergi meninggalkan Alex begitu saja.
Alex yang melihat itu tertawa kecil, ia mengejar Alice dan mensejajarkan langkah dengan wanita itu. "Apa kau tidak tahu. Alden sudah tak ada di sini, saat kau mengatakan bahwa perusahaan Alden berada di bawah Ji Grup aku meminta Sandi untuk mencari informasi. Dia sudah menikah dengan Louina dan pergi ke New York, ya, lebih tepatnya mereka melangsungkan pernikahan di sana dan menetap di sana. Jadi, kau tak bisa meminta bantuan Alden, cari saja laki-laki lain bila memang ada yang mau dengan wanita tak anggun sepertimu," ejek Alex.
Alice menghentikan langkah saat mendengar itu. Alden menikah dengan Louina? Apa yang sebenarnya terjadi selama mereka berdua tak bertukar pesan? Apa lelaki itu frustrasi dan menikah dengan wanita yang senasib?
"Apa maksudmu? Bukankah Louina menyukaimu bagaimana bisa dia menikah dengan Alden?" tanya Alice bingung.
"Ya, pada dasarnya keluarga Ji adalah keluarga yang akan memandang banyaknya uang. Jika Alden dapat memberikan perusahaannya yang sedang naik itu maka apa yang lebih penting? Terlebih aku ini sudah tak mungkin mau menerima pernikahan dengan anaknya. Siapa pun tak mungkin menolak hal semacam itu." Alex menjelaskan itu dengan bangganya.
"Jadi, maksudnya adalah Alden menukar Louina dengan perusahaannya begitu? Kenapa laki-laki itu begitu bodoh? Cepat hentikan pernikahan mereka dan bawa Alden kembali." Alice mendadak menjadi penuh emosi dengan keluarga Ji.
Mau bagaimana juga Alden adalah orang yang baik kepadanya. Ia tak dapat membayangkan bagaimana lelaki itu akan berurusan dengan Louina yang begitu kejam dan licik seperti itu?
"Sudah terlambat. Mereka sudah menikah satu hari yang lalu, Alden itu orang yang berpendidikan sudah pasti dia memiliki rencana sehingga melakukan ini. Dia pantas disebut sebagai rivalku, jika aku menjadi dia mungkin aku akan melakukan hal yang sama." Alex membuka pintu dan keluar dari sana beriringan.
Alice seakan melupakan bahwa dirinya tadi sedang marajuk kepada Alex. Semua itu karena membicarakan Alden.
"Hah? Apa maksudmu?" tanya Alice tak mengerti.
"Lelaki itu akan melakukan apa pun untuk membuat orang yang dicintainya bahagia. Ya, meski harus aku akui aku tidak akan sebaik Alden, jika memang aku mencintai seseorang aku akan menggenggam tangan wanita itu seperti ini." Alex mengambil tangan Alice dan menggenggamnya dengan erat.
Mereka berdua berhenti melangkah. "Lalu aku tidak akan pernah melepaskan tangan ini meski wanita itu memohon kepadaku. Aku ini orangnya tak suka berbagi, jadi, di masa mendatang jangan pernah berniat untuk meninggalkanku dalam keadaan apa pun," ujar Alex mencium tangan Alice.
Wajah Alice memerah. Ia tak mengerti dengan kelakuan Alex yang seperti ini, apa ini yang sering ucapakan kepada setiap wanita?
Wajah merona Alice berubah menjadi suram saat membayangkan itu. "Sudah berapa banyak wanita yang kau perlakukan begini?" tanya Alice dengan nada datar.
Mendengar itu bulu Alex seakan berdiri. Ia menatap Alice yang masam layaknya jeruk lemon.
"Aku tidak pernah mengucapkan hal semacam ini kepada wanita mana pun! Percaya padaku, aku rela tertabrak tembok jika aku berbohong." Alex mengatakan itu dengan serius.
Alice menarik tangannya dengan ketus dan berjalan mendahului Alex tanpa berbicara sepatah kata pun.
"Aku serius. Jika tidak percaya bisa ditanyakan kepada Diana. Dia sering berada di sekeliilingku, dia tahu bagaimana pelakuan aku kepada setiap wanita yang ada di sekelilingku. Mereka hanyalah penghangat ranjangku saja tak ada perasaan sama sekali kepada mereka." Alex mengatakan itu dengan penuh percaya diri dan memukul dadanya dengan sombong.
Ya, mengingat betapa liar dia di masa lalu memang benar adanya. Seberapa banyak wanita yang berada di sekelilingnya dulu tak pernah ada kata cinta yang terucap, jangankan cinta suka sama sekali tak pernah terucap dari mulutnya.
Alice setengah percaya juga setengah tidak, tetapi mengingat kembali perkataan dari Diana saat dia bercerita kepada wanita itu kini ia percaya seperti apa Alex di masa lalu dan di masa sekarang.
"Lalu, kenapa kau menyukaiku?" tanya Alice menghentikan langkahnya.
Ia begitu penasaran dengan jawaban dari pertanyaannya. Ia begitu penasaran dengan lelaki itu memutuskan untuk menyukai Alice seperti ini.
Alex juga menghentikan langkahnya dan berpikir sejenak. Jika ditanya kenapa mungkin dirinya tak mengetahui jawabannya.
"Kenapa, ya? Aku rasa, aku tak tahu jawabannya, tapi yang jelas di sini di dalam sini aku merasakan sesuatu yang tak benar." Alex membawa tangan Alice ke depan dadanya. "Dia akan berdebat dengan hebat saat berada di dekatmu, selalu merasa dihujani dengan sejuta jarum juga pisau saat melihat kau bersama laki-laki lain, juga akan sakit saat melihatmu terluka dan tak membuka mata. Aku tak tahu kenapa aku bisa menyukaimu. Jika aku ini adalah lelaki normal mungkin aku tidak akan menyukai gadis menyebalkan, kasar, bar-bar, dan suka memaki sepertimu. Sayangnya aku ini bukan lelaki normal makanya aku menyukaimu."
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.
Yuhuuuuuu, gimana sama part kali ini? Memuaskan gak?
Semoga suka.
Salam sayang.
Author L.15 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Mesum (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita sudah tamat, jangan lupa dukungan dan di-follow) Alice Handerson sekretaris bar-bar yang sangat tidak menyukai bosnya lantaran bos sangat mesum akut. Kisah cinta antara bos dan bawahan yang terkesan klise. Namun, berkesan di dalam hati. "...