Alex menutup matanya hampir satu menit, tetapi ia tak merasakan apa-apa. Dengan perlahan dia melihat Alice yang sedang berlarian di tempat.
Kontan saja wajah Alex berubah menjadi cengo melihat itu. Ia menunggu satu menitan dan tersangka sedang berlari di tempat? Apa Alice berniat membuatnya menunggu lebih lama lagi?
"Apa yang kau lakukan?" tanya Alex bingung.
Mendengar suara Alex, Alice menghentikan aksi bodohnya ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Anu, aku terlalu gugup jadi aku mengalihkan kegugupanku," jawab Alice canggung.
Gugup? Ingin rasanya Alex tertawa saat mendengar perkataan Alice, ia pikir wanita itu tak memiliki rasa gugup. Terlebih jika berhadapan dengan lawan jenis, selama ini Alice selalu menunjukkan sikap ketus dan waspada yang tinggi. Bahkan ia tak segan untuk membuat perhitungan dengan Andre Ji.
"Gugup karena apa?Apa karena aku memintamu untuk menciumku, apa jangan-jangan ini adalah ciuman pertamamu?" goda Alex.
"Hah? Mana ada. Aku ini sudah ahli dalam berciuman, kau mau mencobanya?" tanya Alice sombong.
"Coba tunjukkan kepadaku, aku juga seorang pencium yang handal," sindir Alex.
Alice mendengkus dan mencium Alex dengan cepat. Otak Alice mendadak kosong saat dirinya selesai menempelkan bibir di bibir Alex, tubuh membatu, ia tak tahu bahwa berciuman untuk pertama kali akan memalukan seperti ini.
Merasakan Alice yang membatu tak melakukan gerakan apa pun, Alex menahan tengkuk Alice dan melumatnya. Ia tahu ini mungkin kali pertama bagi Alice berciuman, bibir yang lembut, terasa manis. Menutup mata dan menikmati ciumannya.
Alice yang merasakan Alex melumat bibirnya pun mencoba memberontak. Tindakan Alice membuat Alex terguncang menyebabkan lelaki itu meringis dan melepas ciumannya.
Melihat reaksi dari Alex, Alice mendadak panik. "Ada apa? Apa lukanya kembali sakit? Aku akan memanggil dokter sekarang."
Alice tak peduli dengan bibirnya yang saat ini bengkak juga lipstik yang berantakan karena ciuman dari Alex. Alex menahan Alice yang hendak pergi.
"Tunggu dulu. Jangan pergi, ini hanya tergeser sedikit tidak parah bersihkan dulu bibirmu," ujar Alex dengan wajah yang merona.
Ia sudah berciuman dengan banyak wanita, tetapi perasaan yang tertinggal berbeda dengan para wanita lainnya. Alice begitu berkesan di dalam hati, betapa polosnya wanita itu, tubuh yang kaku bagaikan sebatang kayu membuat Alex semakin ingin mencium lebih dalam lagi.
Mendengar perkataan Alex Alice pun segera mencari tas tangannya dan mencari tisu di dalam tas tersebut. Wajahnya terasa panas saat mengingat apa yang baru saja terjadi tadi.
Menurut dan tidak memanggil dokter, Alex yang paling tahu keadaan tubuhnya, ia tak ingin dianggap sebagai orang yang lancang karena memanggil dokter hanya karena masalah sepele seperti itu.
"Tadi itu ... ciuman pertamamu, 'kan?" tanya Alex ragu-ragu.
Akhirnya setelah sedari tadi saling bungkam Alex membuka suara.
Canggung?
Itulah dirasakan oleh dua sejoli yang berada di sana. Mendengar pertanyaan dari Alex wajah Alice memerah dan berdiri dengan angkuh.
"Mana ada, itu adalah ciuman kesekianku, kau jangan asal menuduh!" ujar Alice sambil menuding Alex dengan salah tingkah.
Perkataan dan sikap Alice benar-benar berbeda total. Melihat Alice yang seperti itu Alex hanya tertawa kecil dan mengangguk.
"Ya, baiklah. Kau adalah seorang penciuman handal, aku ini hanya pemula," ejek Alex.
Wajah Alice semakin memerah saat mendengar itu. "Lihat saja, nanti saat ciuman kedua aku pasti akan membuat bibirmu membengkak!" ujar Alice dengan sombong.
Mendengar itu bukannya menolak Alex justru semakin tertawa lebar. Bagaimana bisa ia menolak ciuman dari bibir wanita yang sangat sexy seperti itu.
"Berhentilah mengomel, ambilkan aku minuman, tenggorokanku rasanya kering," rengek Alex.
Alice memutar bola mata malas, ia mengambil segelas air yang tersedia di sana. Ia heran sedari tadi Alex membuka mata bukannya meminta minum malah meminta ciuman, apa dia itu pantas disebut sebagai pasien? Pantas disebut pasien pun dinamakan pasien rumah sakit jiwa yang terobsesi dengan sebuah ciuman.
"Bisa minum apa tidak?" tanya Alice ketus.
"Aku tidak bisa bangun, apa kau mau memberiku minum melalui sebuah ciuman saja?" tanya Alex santai.
"Dalam mimpimu saja!" kesal Alice bagaikan induk kucing yang takut anaknya dicuri.
Alice meletakkan kembali gelas di nakas dan membantu Alex untuk bangkit, membantu lelaki itu agar dapat minum.
"Minumlah dengan pelan-pelan." Alice menyodorkan air di dalam gelas.
Alex hanya menatap gelas itu tanpa niatan untuk mengambil gelas itu. "Tanganku rasanya sakit, aku tidak bisa minum dengan tanganku sendiri, bisakah kau memberiku minum?" tanya Alex dengan polos.
Hampir saja Alice menyangkal perkataan Alex. Namun, sangkalannya tertelan kembali saat melihat wajah berharap dari lelaki itu, Alex benar-benar tahu menggunakan kesempatan dengan baik.
Andai saja Alice tak mengingat lelaki itu telah menyelamatkan nyawanya maka dia tidak akan merasa iba dengan tatapan lelaki itu. Tatapan penuh permohonan bak anak kecil yang sedang memohon dibelikan sebuah permen atau mainan kepada ibunya.
Melihat tangan Alice yang terulur untuk mendekatkan gelas ke dekat mulutnya pun tersenyum lebar. Minum yang seharusnya selesai dalam hitungan detik kini menjadi sangat lama lantaran Alex meminumnya sangat sedikit. Rasanya tangan Alice sudah kebas karena lamanya lelaki itu minum.
"Ini sudah atau belum?" tanya Alice kesal.
Alex menjauhkan wajah menatap gelas yang sisa sedikit air. "Sudah, nanti bila aku ingin minum lagi jangan lupa untuk memberiku minum lagi, aku sangat suka sekali. Jika terus seperti ini aku pasti akan cepat keluar dari rumah sakit."
Alice tak menjawab ia hanya memutar bola mata malas dan memberikan buah yang tadi dikupas kepada Alex. "Makanlah, aku mengupasnya dengan penuh kasih sayang," sinis Alice.
Dengan antusias Alex mengambil apel yang disodorkan oleh Alice. Mengunyah dan meminta ulang, melihat Alex yang memakan dengan senang hati itu mengerutkan kening, lelaki itu berbohong tentang masalah tangannya sakit.
Melihat itu Alice hanya mampu menghela napas, ia tak bisa protes bagaimanapun juga Alex terluka parah seperti ini karena menyelamatkan dirinya. Sesekali membuat senang tidak masalah bukan?
Anton berada di luar menunggu Alice keluar. Namun, sampai sekarang tak kunjung keluar, hingga akhirnya ponsel miliknya berbunyi, nama Mita tertera di sana.
"Halo," sapa Anton.
"Apa Alex sudah datang?" tanya orang yang berada di seberang.
"Dia sudah datang, hanya saja ...."
Orang yang di seberang memotong dengan cepat. "Hanya saja apa? Jangan mengatakan sesuatu yang membuatku marah!"
"Hanya saja saat ini ia sedang berada di rumah sakit, ada kecelakaan kecil saat meninjau proyek tadi," ujar Anton dengan lirih.
"Katakan saat ini kalian berada di mana? Aku akan datang ke sana!"
"Akan aku kirim alamatnya."
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK.
Heeeeiiiiyuuuuuu, gimana, nih, ngomong-ngomong siapa Mita ini?
Kalian sadar, gak, sih, hampir nama pemeran kali ini berawalan huruf A? 🤣🤣
Semoga suka.
Salam sayang.
Author L.14 Januari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Mesum (COMPLETED) ✓
Romance(Cerita sudah tamat, jangan lupa dukungan dan di-follow) Alice Handerson sekretaris bar-bar yang sangat tidak menyukai bosnya lantaran bos sangat mesum akut. Kisah cinta antara bos dan bawahan yang terkesan klise. Namun, berkesan di dalam hati. "...