Wangimu sudah tak berbekas, dan ingatanku terhadapmu sudah hilang dan lepas. Tetapi mengapa kau sulit untuk melepas di saat sudah tak ada harap?
≈≈≈ADA tidak sih yang seperti Nara? Ketika mendapatkan perlakuan kurang baik dari seseorang ia akan berpikir kalau dirinya ada yang salah sehingga orang tersebut tidak menyukai Nara.
Meskipun Arjuna sudah menyuruhnya agar tidak memikirkan perlakuan kakek cowok itu tetap saja Nara merasa sedih. Kehadirannya tidak di terima—padahal Nara yakin kalau ia sudah bersikap sangat sopan pada saat bertemu.
Perempuan yang habis mandi itu menghela napas panjang, mengedarkan pandangan menatap beberapa pigura yang terpampang jelas di dinding rumahnya. Di mana terdapat foto dirinya bersama kedua orangtuanya dahulu sebelum keadaan sepi begini.
Sekarang .., semua itu tinggal kenangan. Nara tidak bisa lagi merasakan momen hangat seperti dahulu.
Suara bel yang di tekan dari luar rumahnya membuat perempuan itu mengerutkan kening. Siapa orang yang bertamu malam-malam begini?
Kalau Arjuna sepertinya tidak mungkin, ia baru bertemu siang tadi dan sudah menghabiskan banyak waktu dengan sang pacar. Jadi—siapa?
Melangkahkan kaki, dengan malas Nara harus melihat siapa orang yang bertamu ke rumahnya. Di bukanya pintu bercat putih hingga menampakkan seseorang yang memakai celana selutut dengan jaket parka yang membalut tubuhnya.
"Selamat malam," sapanya lembut.
Mata Nara hampir saja keluar dari tempatnya, perempuan itu mendecap sinis seraya berujar. "Galen? What the fuck! Ngapain lagi si lo?!"
"Shhttt," cowok itu menempelkan jarinya di mulut Nara. "Kamu nggak cocok ngomong kasar," lanjutnya.
"Ya terus mau apa lo ke sini?!"
"Boleh aku masuk? Kita bicara di dalem."
Nara tampak ragu, perempuan itu benar-benar sudah tidak bisa berpikir apa maunya Galen.
"Nggak!" tolak Nara.
"Nar sebentar aja, pegel diri depan pintu gini," adu Galen pada Nara.
"Gue bilang nggak ya ngg—"
"Lima belas menit," potong Galen cepat. "Aku janji nggak bakal macem-macem. Kamu bisa pegang omongan aku."
Nara menggusah napas kasar, mendengus keras-keras. Perempuan itu memilih menurut, membukakan pintu agak lebar dan mempersilakan Galen untuk masuk dan duduk. Sementara Nara berjalan ke dapur sekadar membuatkan minum.
"Makasih, Nar." Galen berucap ketika Nara memberikan segelas jus jeruk pada Galen.
"Jadi apa intinya?" tegas Nara memilih duduk berjauhan dengan Galen.
Cowok itu tersenyum, meneguk setengah minumannya kemudian berdeham lalu berujar. "Aku mau tanya sekali lagi, Nar. Kamu nggak mau balikan sama aku?"
Nara menoleh cepat, menatap sinis. "Lo—"
"Iya, Nar aku tau, aku salah. Aku minta maaf akan hal itu. Udah berapa kali aku minta maaf sama kamu supaya kamu mau kembali lagi sama aku?"
"Len! Kita 'kan udah—"
"Berakhir," potong Galen menginterupsi. "Tapi, Nar. Sampai detik ini aku bahkan nggak bisa lupain kamu dari hati aku. Aku akui kalau aku masih sayang banget sama kamu. Aku cinta sama kamu, Nar. Plis kasih aku kesempatan buat kali ini."
Kesempatan? Nara pikir Galen sudah tidak waras lagi. Bahkan cowok itu tahu kalau Nara sudah milik Arjuna. Apa semuanya kurang jelas?
"Cukup, Len. Gue nggak bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNARA [SELESAI]
General FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! Arjuna Valeerian. Laki-laki paling pendiam yang mempunyai otak bak robot yang kepintarannya tidak ada yang menandingi seantero sekolah. Arjuna-cowok yang selalu meraih juara umum baik dari tingkat SMA maupun nasional...