46|Di bawah pohon

440 40 0
                                    

Padahal kita sudah selesai tetapi kamu masih saja memulai. Memulai untuk melukai perasaanku lagi, mungkin.
≈≈≈

BEBERAPA kali Nara mengembuskan napas gelisah karena saking merasa tidak nyaman duduk berdua di motor bersama Arjuna. Bukan perasaan Nara sudah hilang, justru ia masih amat sayang pada laki-laki yang menyandang gelar kapten basket Angsana ini.

Begini, pernahkah kalian merasa seperti di mainkan? Seolah tidak peduli tetapi masih saja membuat bingung perasaan dengan pertanyaan-pertanyaan yang selalu muncul di benak Nara.

"Juna...," Nara berseru, namun laki-laki beralis tebal ini tidak menyahut, ia malah terus melajukan motornya dengan kecepatan normal.

"Mau kamu apa sih Jun? Demi Tuhan aku nggak ngerti sama semuanya," ujar Nara lirih.

Arjuna sempat melirik Nara dari kaca spion, cowok itu tanpa aba-aba memberhentikan motor besarnya di tepi jalan, lalu menstandarkannya kemudian turun membuat Nara semakin bingung.

"Ngapain berhenti?"

"Sini," Arjuna menarik lengan Nara, memposisikan Nara agar berdiri di hadapannya.

"Jun?"

"Kalau mau ngomong jangan di motor, nanti di denger orang lain."

Lalu apa bedanya di tepi jalan begini? Di bawah pohon besar tanpa adanya kursi sama sekali. Sama saja tempat umum 'kan?

Oke, Nara tidak mau memperdebatkan masalah tempat karena itu sama saja membuang-buang waktu.

"Maksud kamu apa di sekolah tadi?" tanya Nara.

"Ngajak pulang bareng," jawab Arjuna enteng.

Nara menyelipkan sejumput rambutnya, perempuan itu membenarkan tali tasnya lalu kembali berucap. "Kamu aneh."

"Apa aku lucu Jun? Dan saking lucunya kamu sampai anggap aku mainan, ya?" tertawa hambar, perempuan itu merasa lelah sekali dengan sikap Arjuna.

"Kamu yang bilang kalo aku egois, aku gak ngertiin kamu, setelah aku menjauh dan berusaha gak berhubungan lagi sama kamu, tapi malah kamu yang bikin aku tambah bingung. Sebenernya mau kamu apa?" tidak ada nada sarkastis, tidak ada nada marah yang Nara ucapkan, perempuan itu terlihat benar-benar kecewa.

"Ra,"

"Aku mohon ... kalau emang udah gak bisa sayang sama aku, kamu jangan bikin aku berharap lagi."

"Ra,"

"Aku capek Juna,"

"Annara," di pegangnya kedua bahu Nara membuat perempuan itu terdiam, Arjuna menatap teduh mata Nara, ia meruntuki dirinya sendiri. Apakah benar Nara sudah sangat lelah dengan semua sikapnya?

Mata itu, benar-benar sangat mirip dengan Arina. Arjuna tidak akan bisa melihat Arina lagi kalau tidak ada Nara. Karena hanya Annara  lah satu-satunya perempuan yang ia temui dan sangat mirip dengan mendiang adiknya.

"Maaf," Arjuna memeluk tubuh kecil Nara, menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Nara dengan penuh kenyamanan.

"Jangan pergi, aku nggak bisa, Ra."

"Tapi kita udah seles—"

"Aku gak mau denger!"

"Ya, udah, lepasin. Malu di liat orang," decak Nara merasa malu.

Arjuna melepaskan pelukannya. "Kamu maafin aku?"

"Gak tau,"

"Berarti kamu maafin aku, ayo pulang takutnya hujan."

ARJUNARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang