08| Arjunara

776 60 1
                                    

Aku perlu obat penenang untuk gejala yang tercipta saat menyukaimu. Senyum yang tiada henti manisnya membuat wajahmu selalu memenuhi pikiranku sejak saat itu.
≈≈≈

LEMBARAN kertas berwarna putih bersebaran di mana-mana, coretan tinta hitam seakan mengotori polosnya kertas yang tak berdosa. Saat ini kedua manusia lawan jenis itu tengah duduk saling berhadapan. Arjuna menggeleng, sempat tak percaya kalau Nara—pacarnya ternyata tidak terlalu pintar dalam hal pelajaran.

Annara mendesah, merasa frustrasi karena tak kunjung mengerti akan soal Matematika yang begitu rumit menurutnya. Ia pikir, setelah meminta Arjuna mengajarkannya semua akan lebih mudah. Namun nyatanya sama saja, ia tidak paham.

Cowok berwajah datar nan tenang itu berdecak pelan, mengambil bolpoin serta kertas baru yang masih polos dan bersih. Bersiap akan mengajari Nara supaya cepat paham. Arjuna sengaja tidak jadi mengunjungi kafe yellow karena Nara memintanya untuk mengajarkan soal Matematika yang perempuan itu sendiri tidak mengerti sama sekali.

"Ayo coba lagi," suruh Arjuna.

Nara mencebik, menggusah napas seraya memandang malas kertas yang sudah berserakan itu. "Duh, Jun. Gue nyerah deh. Banyak banget soalnya tapi satupun gak gue mengerti. Liat tuh rumah lo udah kayak kapal pecah gara-gara ulah gue. Kertas di mana-mana," ujar Nara menggerutu.

"Gapapa, kalau langsung di buku kan nanti banyak coretan, jadi jelek tulisannya," ujar Arjuna memaklumi.

Nara memilin jemarinya, berdeham lalu beralih menopang dagu. "Jun, kenapa lo pinter banget sih? Gue jadi sebel sama Bu Nike. Kenapa ngasih tugas sebanyak ini," mengingat Bu Nike—guru Matematika itu rasanya Nara kesal sekali. Seenaknya memberikan tugas.

"Jangan salahin guru, Nar. Itu udah kewajibannya ngasih tugas. Lagi pula ini gampang, cuma tinggal di oprasikan aja," jelas Arjuna.

"Sekarang coba nomor dua belas, ini lebih mudah," lanjut Arjuna menunjuk soal yang tertera di buku.

Hasil dari -4 + 8 : (-2) x 2 + 5 -2 adalah....

Nara sama sekali tak berselera melihat angka-angka itu, hanya membuat kepalanya pusing saja.  Sepertinya milkshake cokelat lebih enak di banding harus melanjutkan belajar.

"Jun, gue males. Mau minum milkshake coklat kayaknya enak," ujar Nara memberi kode, siapa tahu saja cowok pendiam itu peka.

Arjuna mendelik, mengerutkan kening seraya menatap perempuan kecil di hadapannya. "Nar, serius belajar. Lo mau bisa nggak?" tanya Arjuna.

"Ya mau, cuman males!"

"Karjain dulu, nanti gue ajak ke kafe gue. Lo boleh minum milkshake sepuas lo," tawar Arjuna membuat binar di manik mana perempuan itu terlihat jelas.

"Serius, Jun?"

"Ya,"

Annara mengangguk semangat. "Siap! ayo mulai. Jelasin sedetail mungkin!"

Arjuna menggeleng, terkekeh singkat. "Jadi oprasi ini di mulai dengan pembagian dan perkalian karena kedudukannya lebih tinggi, dari penjumlahan dan pengurangan," terang Arjuna serius. Sementara Nara, perempuan itu terus memperhatikan apa yang tengah Arjuna tulis dan jelaskan.

Bolpoin di tangan Arjuna terus bergerak, menulis berbagai angka dengan sangat mudah dan rapi. Cowok itu memang luar biasa.

ARJUNARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang