50| Bimbang

462 40 12
                                    

Kalau nantinya kita di ciptakan untuk menjadi dua orang asik berarti aku tidak berhak melawan takdir.
≈≈≈

"LHO, Nar, lo kenapa?"

Tasya yang hendak berbelok koridor seraya menggigit roti di tangannya itu terpekik kaget ketika melihat Annara yang tengah susah payah menggerakan kursi roda yang sedang di dudukinya. Tasya refleks menjatuhkan tasnya kemudian menatap Nara penuh tanya.

"Gue gak pa-pa, Sya." Nara menjawab di sertai senyum tipis di wajahnya.

"Tolol, ih. Gapapa gimana sih, orang jelas-jelas lo sekolah pakai kursi roda. Kaki lo kenapa?"

"Cedera, tulangnya geser gitu. Ga tau deh patah atau nggak. Dua-duanya kaki gue nggak bisa di gerakin dengan baik. Sakit."

Tasya memelolot. "Kok bisa sih? Karena apa?!" perempuan itu hampir tersedak roti, "tempo itu juga, dua minggu lalu keracunan. Sekarang malah gini, bisa jaga diri nggak sih, Nar?"

"Ih berisik," Nara sebal. "Gue kecelakaan, nggak sengaja di serempet mobil terus jatuh dan ketabrak motor deh kaki gue. Sial banget 'kan? Doubel kill, haha."

Tasya menekuk wajahnya setelah mendengar penjelasan dari sang sahabatnya ini. "Bodoh banget!!!" tukas Tasya.

Perubahan raut wajah Nara yang semulanya sedikit ceria kini berganti murung dengan tatapan sedih bercampur kecewa, tatkala melihat sosok Arjuna yang baru saja muncul dari balik tembok bersama Manu.

Cowok dengan tas hitam yang menempel di bahunya itu lekas dengan cepat berjalan ke arah Nara di dampingi Manu yang turut berjalan di sebelahnya.

"Ra?" Arjuna menilik gadisnya bingung serta khawatir. Sekitar empat hari lalu ... Arjuna sangat ingat ia dan Nara masih senang-senang dengan keadaan sehat, dan sekarang ia melihat keadaan gadisnya yang kurang baik tengah duduk di atas kursi roda.

Ada apa ini?

"Aduh, Nara! Kenape cantik?" Manu berujar.

Tanpa senyum Nara menghela napas pelan seraya menggeleng bahwa ia tidak apa-apa. Namun itu semua tidak berlaku untuk Arjuna, cowok itu lantas meraih kursi roda Nara dan membawa gadisnya ke tempat yang agaknya sepi. Mereka harus berbicara.

"Aku mau ke kelas, jangan bawa aku. Aku ga mau Juna!" tolak Nara.

"Sebentar aja."

°°°

Annara masih diam menunduk, sambil memainkan jemarinya perempuan itu tidak mau mendongkak dan bertemu mata Arjuna.

Cowok beralis tebal yang mendapat gelar kapten basket itu membawa Nara ke dalam perpustakaan, masih sepi karena masih sangat pagi. Arjuna menarik sebuah kursi, duduk tepat di hadapan Nara.

"Cerita, Ra. Kenapa bisa gini? Kemarin baik-baik aja 'kan?"

Nara menghela napas pendek, ia pun mengangkat kepalanya. "Aku, baik-baik aja."

Di raihnya telapak tangan Nara lantas Arjuna genggam penuh hangat. "Jangan bohong, ya?" cowok itu berucap lembut.

Perasaan Nara tak karuan, perempuan itu memejam sejenak, tak ingin menangis lantas ia berujar yang membuat genggaman tangan Arjuna mengendur.

"Kita, jangan deket-deket lagi, ya? Kan udah putus juga."

"Ra...,"

"Aku takut lebih dari ini," terang Nara ambigu membuat kening Arjuna mengerut dalam.

"Aku buat salah lagi, ya?" Arjuna terlihat gusar. "Kasih tau aku, salahnya di mana. Jangan gini."

Dengan gelengan kecil Nara menjawab. "Kamu ga salah, tapi aku yang salah udah jatuh cinta sama kamu. Harusnya dari awal kita ga usah kenal."

ARJUNARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang