Kita memang dua hati yang tidak sengaja di satukan tetapi semoga tuhan memang sudah mentakdirkan.
≈≈≈ANGIN berembus begitu tenang, cuaca tampak teduh dengan matahari yang tidak memancarkan sinar. Pohon-pohon terlihat menari mengikuti terpaan angin. Padahal jam sudah menunjukkan pukul dua belas lewat, seharusnya terik matahari tengah panasnya menembus bumi pertiwi tetapi hari ini rupanya tak ada sinar yang melengkapi.
Perempuan dengan gelang yang melingkar di tangan kirinya itu bergidik, mengusap-usap bahunya karena merasa angin begitu menusuk. Tidak dingin—hanya saja lebih terasa.
Annara tersenyum singkat, perempuan yang terus melangkahkan kakinya itu bersenandung kecil di sepanjang koridor utama, berbelok di persimpangan antara LAB Bahasa lalu segera memasuki—perpustakaan yang selama ini ruangan paling Nara tidak suka karena hanya ada deretan buku-buku di dalamnya.
Perempuan itu berdeham, berdiri tepat di depan pintu lalu berujar. "Sibuk banget, Pak."
Pak? Cowok yang baru saja Nara sapa itu terkekeh pelan, menggeleng kecil lalu fokus membaca kembali buku tebal di tangannya.
"Kamu aku cariin, lho. Jun," ujar Nara, perempuan itu langsung duduk tanpa izin, melirik sekilas buku yang Arjuna pegang.
"Kirain nggak sekolah," lanjut Nara, perempuan itu merogoh saku bajunya, mendapatkan satu permen gagang lantas memakannya.
"Kenapa nggak sekolah?" tanya Arjuna heran.
"Maksudnya tuh, kirain masih belum sembuh banget. Aku pikir masih mau istirahat."
"Aku gapapa Ra," ucapnya, "tau dari mana aku di sini?"
Nara mengedik. "Siapa lagi kalau bukan temen kamu."
"Taka?"
"Manu, Jun."
Arjuna mengangguk sekenanya, mata tenang serta wajah datarnya kini memperhatikan sang pacar yang asik menikmati permennya. Cowok itu mendesah pelan, pikirannya kembali teringat pada kakeknya. Mengapa kakeknya tidak menyukai Nara? Padahal perempuan ini terlihat tulus, tidak ada yang salah pada diri Nara. Terkadang kakeknya itu menyebalkan.
"Nggak latihan basket?" tanya Nara.
"Nggak untuk hari ini, Ra."
"Terus?"
"Besok sore."
Nara mangut-mangut. "Di Angsana 'kan tapi?"
"Iya."
Nara mengedarkan pandangannya, berdecak kagum karena melihat banyaknya buku-buku. Pelajaran apa saja ada di perpustakaan Angsana. Sayangnya, ia tidak tertarik sedikitpun dengan buku-buku itu. Kalau novel Nara masih suka membacanya, meskipun kadang butuh waktu yang lama untuk ia menyelesaikan cerita yang ada di dalam novel tersebut.
"Ra,"
Nara menaikan sebelah alisnya. "Apa?"
"Jangan pergi."
"Iya, aku masih mau di sini kok. Temenin kamu belajar."
"Bukan itu, Ra."
Nara mengernyit, tidak paham. "Lah terus?"
"Jangan pergi dari aku. Jangan tinggalin aku ya," ujar Arjuna serius, matanya menilik sesat gelang yang ada di tangan Nara. "Dan ingat, jangan pernah di lepas. Apapun keadaannya."
Tunggu. Arjuna kenapa sih? Kok aneh begini, cowok itu bukan sekali dua kali berpesan seperti sekarang pada Nara. Tapi berkali-kali, padahal 'kan Nara tidak ada niatan untuk pergi. Hatinya sudah stuck pada cowok pendiam ini. Jadi tidak perlu di khawatirkan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNARA [SELESAI]
Ficción GeneralWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! Arjuna Valeerian. Laki-laki paling pendiam yang mempunyai otak bak robot yang kepintarannya tidak ada yang menandingi seantero sekolah. Arjuna-cowok yang selalu meraih juara umum baik dari tingkat SMA maupun nasional...