Baik jahatnya seseorang sesuai porsinya masing-masing.
≈≈≈"Gue jadi takut, Nar." Tasya berujar pada Nara. Perempuan yang sibuk menyalin materi di papan tulis itu sedari tadi di buat heran karena Nara terlihat berseri-seri. Senyumnya tak luntur sejak masuk hingga istirahat.
"Takut kenapa?" tanya Nara dengan kening mengernyit.
"Lo stres dan gila. Atau nggak depresi?"
Nara mendelik, mendorong bahu Tasya sebal. "Apaan si lo! Nggak jelas deh."
"Ya abisnya lo senyum-senyum melulu. Kenapa si?"
Duh. Bagaimana caranya untuk Nara menjelaskan pada Tasya? Karena sebenarnya ia hanya senang karena panggilan 'sayang' dari Arjuna semalam. Jelas saja Nara senang, itu untuk yang pertama kalinya cowok kaku seperti Arjuna memanggil manis.
Nara mengibaskan tangannya, tak mau bercerita. "Nggak. Gak ada apa-apa, gue lagi pengin senyum aja. Emang gak boleh?"
Tasya memutar bola mata, menutup buku menyudahkan mencatat materi. "Ya udah, terserah lo! Mending kantin yuk? Si Abi ngechat mulu nih suruh buruan ke kantin."
"Iya," Nara masukan ponselnya ke dalam saku kemeja putih yang di baluti rompi berwarna abu-abu itu seraya berdiri dari duduknya.
"Kita mau jajan ap—"
"YA AMPUN TASYA," perempuan yang baru mau mencepol rambutnya itu terperanjat, menurunkan tangannya dengan mata memelotot kaget.
"Kenapa si, Nar? Lo kok teriak gitu?" tanya Tasya kesal, bingung juga karena mereka hanya berdua di dalam kelas.
"Rok belakang lo!" ujar Nara, "merah, Sya. Lo tembus itu ih!"
Tasya menepuk keningnya, menunduk ke bawah melihat roknya yang ternyata benar ada noda merah karena darah haid yang tembus.
"Yah, Nar. Gimana dong?"
"Lo cuci sana ke kamar mandi. Sekalian ganti pembalut, pasti banyak banget itu."
Tasya merengek. "Ah Nara gue nggak bawa pembalut."
Menyusahkan! seru Nara membatin.
"Gue ni yang harus beli ke koperasi?"
Tasya menyengir, mengeluarkan uang dua puluh ribu. "Beli satu pad aja, gak usah banyak-banyak."
"Dih ya kali satu pad doang. Gue beli semua aja biar jadi stok lo!"
Tasya mengedikkan bahu. "Terserah lo aja deh, Nar. Intinya cepetan beli sebelum anak kelas masuk. Malu gue!"
"Bawel!"
Perempuan itu terkekeh, melanjutkan mencepol rambutnya yang tertunda. "Bukan sahabat kalau belum menyusahkan."
"Ya udah sekarang kita bukan sahabat, biar gak menyusahkan."
"IH NARA!"
°°°
Bersenandung kecil, perempuan yang berjalan di pinggir trotoar itu sesekali berdecak pelan. Menendang angin guna menghalau rasa bosannya. Annara terus melangkahkan kakinya. Perempuan itu mau tidak mau harus keluar dari area sekolah di karenakan koperasi Angsana tutup. Jadi—Nara harus pergi membelikan pembalut di minimarket terdekat.
Teman yang baik harus menolong dengan iklas bukan?
Terkadang Nara heran pada Tasya, sudah tahu sering bocor. Tetapi malah jarang membawa persedian pembalut. Apa mungkin perempuan seribet ini? Ah memang sih, bukan perempuan kalau belum ribet.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNARA [SELESAI]
General FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! Arjuna Valeerian. Laki-laki paling pendiam yang mempunyai otak bak robot yang kepintarannya tidak ada yang menandingi seantero sekolah. Arjuna-cowok yang selalu meraih juara umum baik dari tingkat SMA maupun nasional...