52| Deep Talk

551 46 0
                                    

Sebenarnya tidak ada yang rumit dalam cerita kita, hanya terkunci rasa bingung dan dilema untuk kita ke depannya.
≈≈≈≈

GERIMIS kecil belum berhenti berjatuhan menabrak bumi yang semula gersang kini berubah lembab dan dingin. Jam yang melingkar manis di lengan Nara bersama gelang itu menunjukan pukul empat sore lewat dua menit.

Jujur saja, Nara agak bingung mengapa Manu dan Rase mengajaknya bertemu untuk membicarakan hal penting katanya.

Mereka berada di coffee shop dengan lokasi standar yang tidak terlalu jauh dan tak terlalu dekat.

"Jadi, ada apa?" Nara bertanya lebih dulu pada dua lelaki di depannya.

"Kaki lo udah sembuh?" Rase melempar pertanyaan kembali.

"Udah, alhamdulilah, bisa jalan lagi."

"Seneng dengernya," sahut Manu tersenyum.

Annara turut tersenyum, seraya menyesap kopinya perempuan itu menaikkan sebelah alis lalu kembali bertanya.

"Jadi apa yang mau di omongin?"

Manu mengembuskan napas takut. "Gue suka sama lo, dan gue mau kita pacaran!"

"HEH ANJING!" Rase berteriak keras, cowok bermata sipit itu memukul bahu Manu dengan kencang saking kesalnya.

"Itu ga ada di konsep ya, Nu. Mau di hajar Juna lo?" tambah Rase emosi membuat Nara mengerutkan kening dalam-dalam.

"Bercanda ih," Manu mengusap bahunya agak nyeri, Rase sialan sekali, asal main tampol saja. Padahal ia tidak serius dalam mengucapkannya barusan pada Nara.

"Jadi apa?" Nara tidak suka berlama-lama begini.

"Gini, Nar," Manu melirik Rase. "Gue atau elo nih?" tanyanya pada cowok sipit di seblahnya.

"Buru ah, lo aja, Nu."

Manu mengangguk lalu memberikan seluruh atensinya untuk Nara. Cowok itu sedikit bingung harus mulai dari mana. Padahal ia sudah menghadapi banyaknya perempuan namun kali ini sedikit beda saja. Takut karena pawangnya Arjuna.

"Nar, gue mau bahas soal lo dan Juna. Gue tau sih, ini urusan kalian berdua dan kita ga berhak ikut campur, cuma semenjak lo jauh dari Juna dan anak Victor, tuh bocah makin galau, kasian lama-lama. Dia beneran tulus sama lo, Nar. Seumur hidupnya kan Juna baru kali ini pacaran, dan itu langsung dapet cewek yang tepat kayak lo."

"Tapi gue enggak bisa," ujar Nara.

"Di coba lagi dulu aja Nar," saran Rase.

"Juna ga punya siapa-siapa lagi, kalau bukan anak Victor ya hampa banget hidup dia. Kekayaan ga menjamin bahagianya Juna," ujar Manu.

"Apalagi Juna menemukan sosok Arina di diri lo, Nar." Rase kini bersuara.

"Iya, tapi gue masih belum bisa memutuskan. Kayak semuanya udah selesai gitu aja."

"Enggak, Nar. Masih bisa, tergantung lo dan Juna." Manu tetap kekeh.

Langit sudah berubah gelap, gerimis tak lagi terlihat, Nara memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil lalu bergegas ingin segera pulang.

"Gue pergi dulu, thank's atas masukkannya."

"Eh, eh? Mau kemana Nara." Manu berdiri tatkala Nara hendak berjalan.

"Gue mau pulang, duluan, ya."

"Gak mau kita anter aja?" Rase berseru sedikit berteriak kala Nara sudah keluar dari dalam coffee shop.

ARJUNARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang