10| Di tinggal

721 51 0
                                    

Kamu membingungkan, aku tidak bisa menebak kepribadianmu. Dan aku terlalu bodoh untuk membedakan kamu perhatian atau hanya penasaran.
≈≈≈

SEMILIR angin pagi seakan menabrak kulit halus cowok yang tengah bersandar di sebuah pilar depan kelasnya. Memejamkan mata, Arjuna sejenak menikmati sejuknya angin di pagi hari, seakan ada ketenangan di dalam dirinya.

Banyak siswa-siswi yang terus berlalu lalang, memenuhi lorong kelasnya di lantai dua. Senyuman-senyuman centil yang di berikan mereka membuat Arjuna beberapa kali menghela napas, terlihat cari perhatian menurutnya. Para sahabatnya—anak Victor pun belum terlihat sama sekali batang hidungnya. Selalu begitu, telat datang dan tidak disiplin.

"Selamat pagi Jun," cowok itu menoleh, tersenyum tipis ketika mendapati perempuan bak model tengah berdiri di sebelahnya. Entah sejak kapan Auris tiba, Arjuna tidak sadar.

"Udah sarapan?" lanjut Auris bertanya seraya membenarkan tas di bahunya.

"Udah," jawab Arjuna sekenanya.

Perempuan itu mengulum senyumnya, "Masih aja kaku," ujar Auris terkekeh pelan. "Kita kenal udah bertahun-tahun kali Jun," imbuh Auris.

Bertahun-tahun ya? Terkadang bukan siapa yang lebih awal mengenal, meskipun ia dan Auris sudah saling mengenal dan dekat. Namun rasa nyamannya hanya ada pada Nara—perempuan manis yang bahkan bisa di sebut masih orang baru dalam hidupnya.

Auris mengerutkan keningnya ketika melihat sepasang lawan jenis yang tengah berjalan bersebelahan di bawah sana. Ia berdeham pelan, menoleh pada Arjuna seraya berujar. "Jun, itu bukannya Nara? Tapi siapa cowok yang jalan di sebelahnya? Akrab banget,"

Cowok itu lantas langsung mengedarkan pandangannya, menghela napas ketika melihat gadisnya datang bersama Abi—teman segrup basketnya sekaligus sahabat Annara.

Arjuna memasukan tangannya ke dalam saku celana abu-abunya, seperti biasa. Cowok beralis tebal itu kemudian berjalan pergi. Meninggalkan Auris yang sudah mengerucutkan bibirnya sebal.

"Ra!" Panggilan pelan namun berat itu membuat Annara menghentikan langkahnya, membalik badan di ikuti Abi.

"Juna?" beo Nara seraya menyengir, perempuan itu melambaikan tangan. Terlihat senang melihat sang pacar.

"Huh bucin," cibir Abi pada Nara.

"Udah sarapan?" tanya Arjuna saat sudah berhadapan dengan Nara.

Mengangguk, perempuan itu masih mempertahankan senyum manisnya. "Udah, tadi di ajak Abi makan bubur sebelum berangkat," ujarnya.

"Gue nggak bisa ajak Nara makan di restoran atau tempat mewah, duit gue nggak cukup. Yang ada gue nggak jajan di sekolah," ungkap Abi sok lirih.

"Ish Abi. Lebay banget lo, kayak sama siapa aja," omel Nara pada Abi.

Arjuna mengembuskan napas, "Nar," seru Arjuna membuat Nara menaikan sebelah alisnya.

"Ya?"

Apa yang harus Arjuna ungkapkan kalau sebenarnya ia cemburu melihat kedekatan Abi dan Nara. Tetapi bodohnya Arjuna merasa lidahnya kaku, tak bisa mengatakan apa yang mau ia ingin ucapkan.

"ABI!!! NARA!!! PIKET LO BERDUA!!!" seorang perempuan berteriak kencang, berjalan cepat seraya membawa sapu di tanganya.

"Tasya astaga!" kesal Abi dengan sahabat satunya itu, "jangan teriak-teriak! Ganggu bego," sembur Abi.

"Lo yang goblok! Jam berapa ini hah? Lima belas menit lagi masuk, Bi. Kelas masih kotor, masa gue harus piket sendiri sih. Najis banget," cerocos Tasya.

ARJUNARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang