Harusnya aku sadar kalau semakin aku yang mengejar maka aku akan merasakan sakit yang terakumulasi.
≈≈≈ENTAH mengapa kaki Nara membawa dirinya berada di halaman belakang sekolah yang benar-benar sepi. Jelas saja, karena ini masih pagi jadi tidak mungkin ada siswa yang datang kemari kecuali dirinya.
Perempuan dengan tas ransel yang masih menempel di punggungnya itu menghela napas, berjalan menghampiri kursi besi berwarna putih di ujung sana lalu duduk sendiri.
"Gue kenapa ya?" ujar Nara, bermonolog seraya melihat wajahnya di layar ponsel.
Seharusnya Nara bertemu Tasya dan Abian di kelas, bukan malah berada di sini. Tetapi karena memikirkan perkataan Arjuna barusan membuat ia hilang pikiran.
"Gue capek," ucapnya. "Sampai kapan gue bertahan di hubungan yang udah gak jelas ini?" tanya Nara pada diri sendiri.
"Annara."
Siapapun jika namanya di sebut pasti akan menoleh, begitupun Nara. Perempuan itu memasang wajah tanpa ekspresi ketika melihat Arjuna yang kian berjalan mendekat. Kalimat panjang cowok itu jelas masih terngiang di otak Nara.
"Ngapain di sini?" Arjuna bertanya seraya ikut mendudukan bokongnya di sebelah sang gadis.
"Bukan urusan kamu, harusnya aku yang tanya ngapain kamu tiba-tiba ke sini?"
"Nyusul kamu, Ra."
"Urus aja Auris!"
Arjuna terdiam sesaat. "Kamu—cemburu, Ra?"
Perempuan itu lantas saja tertawa sumbang. "Ngapain cemburu? Lagian aku kan cuma cewek bodoh yang gak berguna juga, jadi sepertinya nggak ada hak untuk hal itu."
"Ra."
"Apa? Bener kan? Kamu sendiri lho yang bilang, dan aku denger pakai dua telingaku."
"Ra."
"Kalau gak ada yang di banggain dari aku, ngapain juga dulu kamu ngeklaim aku ini milik kamu? Buat apa kita pacaran selama ini 'kan? Rasanya buang-buang wak—"
"Annara!" gertak Arjuna.
"Kamu itu cuma denger pembicaraan yang belum selesai dan berakhir termakan asumsi sendiri."
"Tapi sikap kamu beberapa minggu ini bukti, Jun! Bukti bahwa kamu udah gak peduli lagi. Dan di sini aku yang terlalu mengejar, chat kamu setiap hari, nanya kabar kamu. Tapi satupun gak ada yang di bales!"
Arjuna terdiam dengan tatapan matanya yang teduh, cowok itu menangkup kedua pipi Nara dan langsung menempelkan bibirnya pada bibir tipis Nara tanpa izin lebih dulu membuat bola mata Nara hampir lepas dari tempatnya.
"Ju-Juna."
Tidak ada sahutan dari cowok beralis tebal itu, Arjuna tetap larut dalam ciumannya dengan Nara. Ini betul-betul mengejutkan, seorang Arjuna yang Nara kenal pendiam namun tanpa aba-aba cowok itu menyatukan bibirnya membuat jantung Nara rasanya berhenti berdetak.
Dering ponsel yang berasal dari saku celana cowok itu membuat Arjuna langsung menyudahi aktivitasnya dan berdiri untuk segera mengangkat panggilan tersebut.
"Ya ada apa?" ujar Arjuna pada seseorang di seberang sana.
"Di sekolah." Arjuna memberi tahu keberadaanya.
Cowok itu mengembuskan napas berat, seraya menatap Nara yang masih pada tempatnya.
"Pulang segera ada yang kakek ingin bicarakan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNARA [SELESAI]
General FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! Arjuna Valeerian. Laki-laki paling pendiam yang mempunyai otak bak robot yang kepintarannya tidak ada yang menandingi seantero sekolah. Arjuna-cowok yang selalu meraih juara umum baik dari tingkat SMA maupun nasional...