Pencari perhatian itu berbeda dengan pengemis perhatian. Jangan jatuhkan harga dirimu hanya demi rasa kasihan.
≈≈≈MATAHARI sudah tenggelam, kini di gantikan dengan sinarnya bulan. taburan bintang memenuhi langit malam yang di padu hembusan angin yang kencang. Laki-laki dengan badan tegap kian berjalan mendekat ke arah teman-temannya. Manu—cowok dengan raut wajah semringah itu melambai, menaik turunkan alisnya dengan gaya setengil mungkin.
"Haiii sayang-sayangku," sapa Manu kepada anak-anak Victor lainnya. Cowok itu tertawa, mendudukan bokong tepat di sebelah Rase.
"Jijik!" sembur Taka sarkas, "Nu! Jangan semua jenis lo sayang, cukup jadi fakboi aja! Gak usah homo juga," ujar Taka pada Manu.
Manu tertawa, "Aw ... Mas Taka emosi aja deh," kata Manu centil.
Geo menggeleng, cowok dengan es teh di tangannya itu mengembuskan napas jengah. "Nu, lo habis kesambet setan apaan dah?" tanya Geo.
Rase menempelkan punggung tangannya pada kening Manu, sekadar memastikan. "Agak panas," ujar Rase seraya mangut-mangut. "Ini mah pasti obatnya udah abis,"
Manu lantas menepis tangan Rase, mendelik kesal pada cowok bermata sipit itu. "Lo pikir gue gila?!" ujar Manu sewot.
"Kurang waras aja, Nu." Auris yang dari tadi menyimak ikut menyahut, tertawa geli.
Manu mendesah, sok nelangsa. Cowok itu beralih menatap Arjuna, laki-laki yang selalu diam itu tak tergubris sedikit pun. Arjuna seakan tenang, menyandarkan tubuhnya di pohon seraya berkutik dengan ponselnya.
"Jun," seru Manu membuat Arjuna menoleh padanya.
"Apa?" tanya Arjuna.
"Anak-anak aktif ya Jun," ujar Manu.
Arjuna mengernyit, tak mengerti. Cowok itu mengedikan bahu. Kembali sibuk dengan ponselnya, sebenarnya Arjuna sedang asik bertukar pesan pada Nara.
"Kacang-kacang ... angin-angin ... emang enak di kacangin," seloroh Rase seraya tertawa kencang.
Auris terkekeh, merasa senang kalau sudah berkumpul dengan anak-anak Victor. Apalagi saat ini mereka punya tempat tongkrongan, warung yang dahulunya sepi kini selalu ramai. WB sudah menjadi tempat kumpul yang paling pas untuk Victor dan anak lainnya. Seperti sekarang, sudah malam pun mereka masih asik berbincang. Semenjak Victor di bentuk WB jadi semakin di kenal. Padahal hanya warung biasa yang letaknya di belakang Angsana.
Perempuan dengan t-shirt barwarna ungu muda itu tersenyum, berjalan mendekat ke arah Arjuna.
"Juna," panggil Auris.
Cowok itu mendongkak, "Kenapa?"
"Buat lo," perempuan itu menyodorkan sebatang cokelat yang sempat ia beli sebelum datang ke WB.
"Buat gue?" heran Arjuna.
"Iya, siapa tau lo lagi badmood. Makanya gue kasih lo coklat, nih buru makan,"
Badmood? Ah padahal Arjuna tengah senang, karena siang tadi ia sudah menghabiskan banyak waktu dengan Nara. Perempuan kecil itu sungguh mood yang baik bagi Arjuna. Sekarangpun Arjuna begitu bahagia karena Nara begitu cepat membalas pesan Linenya.
Arjuna mendorong kembali pemberian Auris, "Gue lagi nggak pengin makan coklat, Ris. Lo aja yang makan," tolak Arjuna tenang.
Auris mengangguk mengerti, memasukan kembali cokelat tersebut ke dalam sling bagnya. "Habisnya lo diem aja sih. I know lo emang pendiem, cuma kalau sekarang kayaknya sibuk banget. Ada apaan si di hape lo?" tanya Auris kepo.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNARA [SELESAI]
Fiction généraleWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! Arjuna Valeerian. Laki-laki paling pendiam yang mempunyai otak bak robot yang kepintarannya tidak ada yang menandingi seantero sekolah. Arjuna-cowok yang selalu meraih juara umum baik dari tingkat SMA maupun nasional...