Meletakan rasa percaya itu bukan seperti meletakan suatu barang. Tetapi harus ada keyakinan, namun jika rasa itu telah hilang karena kecewa apa yang bisa di lakukan selain diam?
≈≈≈"Pak, maaf. Bapak liat Nara?" pria paruh baya berbadan kurus itu berdiri, agaknya ingat ketika seorang perempuan manis meminta izin keluar.
Satpam penjaga Angsana itu pun mengangguk. "Lihat, Den Juna. Tadi teh Neng Nara minta izin sama Bapak mau ke minimarket kalau nggak salah mah," dengan logat sunda satpam itu menjawab dengan jujur.
"... Tapi teh belum balik lagi atuh ini," lanjutnya.
Arjuna tersenyum simpul. "Makasih Pak infonya. Kalau gitu Juna izin juga mau cari Nara, boleh?"
"Boleh atuh, Den. Masih jam istirahat juga kan yah?"
Arjuna lantas merogoh saku celananya, mengambil dompet seraya mengeluarkan uang dua ratus ribu dan segera memberikan pada satpam tersebut.
"Eh ini teh naon, Den?"
"Uang, Pak. Saya ada rezeki buat Bapak, jajan."
Satpam tersebut menaikan alisnya kaget, menggaruk tengkuk canggung. "Makasih atuh ya, Den."
Arjuna hanya mengangguk singkat kemudian pergi keluar area sekolah. Cowok itu sengaja tidak membawa kendaraan apapun untuk mencari Nara. Di rasa Nara hanya pergi dekat-dekat sini saja.
Beberapa kali Arjuna mencoba menghubungi Nara namun nihil. Ponsel perempuan itu sama sekali tidak aktif. Tentu saja rasa khawatir kian mendera di hati Arjuna. Tidak biasanya Nara pergi tanpa kabar seperti ini. Kalau Tasya mengatakan Nara keluar hanya sekadar membelikan pembalut mengapa selama ini?
Arjuna sudah berjalan kembali menuju Angsana, cowok itu bahkan sudah mengunjungi dua minimarket terdekat tetapi sama sekali tidak menemukan Nara.
Kemana gadisnya?
Pertanyaan itu mulai menyerang otak Arjuna, ketika cowok itu hendak menyeberang jalan tak sengaja melihat anak laki-laki terduduk di pinggir jalan seraya terdiam ketakutan.
Arjuna berinisiatif mendekat, ingin bertanya pada anak itu siapa tahu melihat Nara yang sampai sekarang Arjuna tidak tahu di mana.
"Dek?" sapa Arjuna ramah.
Anak laki-laki itu terlonjak, mendongkak kaget. "Ke-kenapa kak?" tanya balik anak itu terbata.
"Kamu lihat-"
"Nggak kak, aku gak tau. Aku takut kak, jangan laporin aku ya, kak." Arjuna mengernyit bingung. Tidak paham mengapa anak laki-laki di depannya itu sangat ketakutan.
"Kamu kenapa?" tanya Arjuna.
Terdengar isakan, dan ternyata anak itu sudah menangis. Yang semakin membuat Arjuna tidak mengerti.
"Kamu sakit?"
Anak itu menggeleng, makin terisak. "Aku takut, kak. Ta-tadi aku di suruh kakak-kakak untuk nyuruh kakak satu lagi beli air mineral aku yang ternyata udah di kasih racun."
Arjuna terdiam, mulai mencerna perkataan si anak yang masih menangis. kakak-kakak? Dan kakak satunya lagi? Arjuna berpikir. Apa mungkin maksud anak ini ... Nara? Dan apakah ada seseorang yang menyuruh anak ini untuk mencelakai Nara?
"Dek," seru Arjuna pelan seraya mengelus bahu anak itu. "Maksud kamu kakak ini?" Arjuna melihatkan wallpaper ponselnya yang terdapat fotonya bersama Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNARA [SELESAI]
General FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! Arjuna Valeerian. Laki-laki paling pendiam yang mempunyai otak bak robot yang kepintarannya tidak ada yang menandingi seantero sekolah. Arjuna-cowok yang selalu meraih juara umum baik dari tingkat SMA maupun nasional...