Dalam hubungan masalah memang selalu ada, namum tidak untuk di rahasiakan tapi di ceritakan. Agar kita sama-sama tidak tertekan.
≈≈≈JARANG sekali keadaan kantin di jam istirahat begini sangat sepi. Tidak ada kerumunan bahkan suara bising. Kalau bukan karena pentas seni dari kelas IPS mana mungkin kantin bisa sepi bukan?
Dan kalian tahu betul kalau kantin adalah surganya siswa-siswi. Jadi bisa di bilang sekarang adalah momen langka. Namun untuk anak Victor berbeda, kelima laki-laki berseragam putih abu-abu itu sama sekali tidak berminat untuk melihat pentas seni yang tengah berlangsung di lapangan utama Angsana. Mereka justru memilih menghabiskan waktunya di kantin.
"Ini gelas ke empat gue minum jus buah naga, dan semuanya di bayar Juna," Rase menyengir, seraya menggeser gelas kosong cowok itu menaik turunkan alisnya.
"Dan ini piring ke tiga gue makan siomai, semua di bayar Juna," Manu ikut menyambung, terlihat santai sekali.
Geo tertawa, menggeleng. "Anak lain sibuk lihat pentas, lo pada sibuk habisin duit Juna."
"Emang duit Juna bisa habis?" tanya Rase.
"Bisa, kemungkinan lama. Entah kapan! Karena kita tau sendiri kan gimana kayanya bos Juna? Kafe yellow aja setiap hari rame," ujar Manu sangat paham betul.
Arjuna berdecak kecil. "Kalau mau jajan, tinggal jajan tanpa harus memperhitungkan uang bisa?"
"SABI!" kompak Manu, Rase dan Geo.
Nara tidak tahu mengapa, setiap ikut kumpul bersama anak Victor pasti selalu merasa terhibur, agak menyebalkan tetapi lucu. Tingkahnya random bikin geleng-geleng.
"Taka kenapa diem aja?" Nara yang menyadari akan hal itu lantas saja bertanya membuat atensi anak Victor terpecah.
"Lah iya? Lo ngapa heh! Kesambet?" ujar Manu.
"Wah luar biasa!" timpal Rase, "biasanya kan mulut lo udah nyelekit banget kalau bacot."
"Lo kenapa brodi?" tanya Geo seraya menepuk bahu Taka.
Cowok blasteran dengan gelang hitam itu mendesis. "Semalem gue habis nonton film pisikopat, terus gue mikir misalnya gue jadi pisikopat juga cocok nggak ya?"
"NGGAK!" serang Manu dan Rase berbarengan.
"Hidup lo kaga usah ngada-ngada ya, Ka. Keren lo begitu?" sewot Manu.
Geo tergelak, tidak bisa berpikir lagi. "Hidup lo aneh!" ucapnya.
"Bukan gitu, kayaknya keren aja. Mikir gak si lo pada kalau gue tiba-tiba jadi pisikopat. Nanti ada judul cerita gini. Pacarku ternyata pisikopat."
"Gila!" kata Arjuna jengah.
Manu mendecap. "Emang lo punya pacar?" ucap Manu meremehkan. "Sama Milka aja sensian, gimana cewek pada mau sama lo?!"
"Udah! Berisik!" putus Taka sebal.
Getaran ponsel yang berbarengan dengan nada dering nyaring dari ponsel Arjuna membuat cowok itu refleks berdiri, menyingkir sejenak sekadar mengangkat telepon di seberang sana.
Kening Nara mengernyit, terlihat heran mengapa Arjuna sampai sejauh itu hanya mengangkat telepon saja. Memangnya siapa orang yang menelepon pacarnya?
Arjuna sudah kembali dengan wajah tidak bisa di baca oleh Nara, cowok itu menghela napas panjang seraya memasukan ponselnya ke dalam saku.
Nara berdeham. "Dari siapa?" tanyanya.
"Bukan siapa-siapa, Ra."
"Halah paling dari Binta," Rase menyambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNARA [SELESAI]
General FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! Arjuna Valeerian. Laki-laki paling pendiam yang mempunyai otak bak robot yang kepintarannya tidak ada yang menandingi seantero sekolah. Arjuna-cowok yang selalu meraih juara umum baik dari tingkat SMA maupun nasional...