44| Di rendahkan

477 42 0
                                    

Jangan sampai kamu menyia-nyiakan kesempatan  kalau tidak ingin kehilangan.
≈≈≈

GELANG yang sempat Nara lepas kini kembali di pakainya lagi, perempuan dengan rok pink pastel selutut itu tersenyum ketika sudah sampai di rumah Arjuna dan berdiri di depan pintu besar rumah cowok itu.

Nyatanya perempuan memang paling bodoh dalam mengenali perasaan, mengaku sudah lelah dan menyerah tetapi masih saja menyimpan perasaan.

Selagi hari minggu dan sekolah sudah pasti libur Nara ingin main ke rumah Arjuna, Nara sangat yakin kalau cowok pendiam itu ada di rumahnya. Karena sebelum pergi Nara sempat bertanya pada anak-anak Victor.

Di ketuknya pintu beberapa kali seraya menunggu Arjuna keluar membuat jantung Nara berdebar, agak sedikit grogi.

Pintu itu sudah terbuka, Nara terdiam sesaat ketika yang keluar bukan Arjuna, melainkan pria paruh baya dengan wajah datarnya.

"Kamu lagi?" ujar pria itu terlihat jelas ketidaksukaannya.

Nara berdeham singkat dengan tangan terulur berniat ingin bersalaman. "Maaf, Kek, aku ganggu. Juna ada?"

Kakek Arjuna sama sekali tidak menerima uluran tangan Nara, pria tua itu justru bersedekap dada dengan wajah sombongnya.

"Hubungan kalian sudah selesai 'kan?" tanyanya.

Nara terdiam, mengangguk pelan. "Iya, Kek."

"Lantas untuk apa kamu ke sini?"

"Saya—a-aku cuma mau ketemu Juna aja." Nara jadi bingung sendiri harus menggunakan kosa kata seperti apa pada kakek Arjuna.

"Gak ada gunanya kamu ketemu cucu saya. Kamu yang memutuskan tetapi kamu sendiri yang mengejar lagi, apa kamu masih mengharapkan uang Arjuna?"

Nara mendongkak cepat, perempuan itu menatap lamat kakek Arjuna. "Saya nggak pernah liat Juna dari materi," ujarnya menahan kesal.

"Bohong sekali! caramu menghampiri cucu saya saja sudah seperti gadis murahan yang tidak tau malu," ujar kakek menohok.

"Kakek!" tekan Arjuna, cowok yang baru keluar itu menatap Nara yang sudah menunduk. Dan Arjuna yakin Nara pasti sakit hati.

"Juna, lihat gadis ini, dia masih ingin menemuimu setelah memutuskanmu, bukan? Apa itu tidak memalukan?"

Arjuna masih terdiam, ia tidak berani membela Nara karena takut kakeknya berbuat nekat.

"Ra," seru Arjuna tetapi Nara masih setia menunduk.

"Sudahlah Juna, makanya kasih saja dia uang agar tidak menemuimu lagi," ujar sang kakek sarkastis.

Annara kini mengangkat kepalanya, tersenyum getir dengan kelopak mata yang basah, ternyata Nara menangis.

"Maaf, kalau saya mengganggu, maaf kalau saya membawa pengaruh buruk terhadap cucu kakek ini," ujar Nara seraya menilik Arjuna sesaat. "Tetapi nggak ada sedikitpun niat buat saya berpikir kalau mendekati Juna hanya karena uang."

Nara menarik napasnya, berusaha menenangkan diri. "Yang mendekati saya lebih dulu itu Juna, yang membuat saya jatuh cinta itupun Juna, kini yang menyakiti hati saya pun Juna, jadi sudah jelas kalau saya bukan perempuan murahan yang hanya menginginkan uang," ujar Nara menahan rasa sakit yang mendalam.

Perempuan itu kini menatap Arjuna lekat-lekat, seraya melepaskan gelang Nara berucap. "Makasih buat rasa sakitnya, aku pergi," setelah Nara memberikan gelang itu, ia lantas langsung pergi begitu saja, berlari kecil keluar dari perkarangan rumah tanpa Arjuna kejar sama sekali.

ARJUNARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang