41| Melihat tanpa menyapa

487 45 0
                                    

Dari awal kita adalah dua hati yang memang tidak sengaja bersatu, maka untuk melepasmu tidak ada dalam kamusku meski aku belum berani menghampirimu lagi.
≈≈≈

JAM menunjukan pukul empat lewat lima menit, kafè yellow benar-benar tengah ramai dengan datangnya pengunjung yang silih berganti. Arjuna—cowok yang kini mengenakan kaca mata itu duduk sendiri di ujung kursi dengan mata yang selalu fokus pada ponsel di mana ia menunggu sebuah notif dari orang yang baru saja memutuskannya kala di sekolah.

Jari-jari cowok itu mulai menscroll room chatnya bersama Nara, terlihat jelas pesan-pesan manis serta manja Nara yang sama sekali tidak ia balas guna keamaan perempuan itu.

Sedang apa dia?

Bantin Arjuna berseru, rasanya sungguh rindu dan ingin memeluk tubuh kecil gadisnya dan banyak menghabiskan waktu, namun mirisnya Nara sudah sangat kecewa pada Arjuna, bahkan tidak ada pesan terbaru yang di kirim oleh perempuan itu.

Arjuna mengangkat kepalanya tatkala mendengar pintu kafè yang terbuka agak nyaring dan menyita beberapa atensi pengunjung. Arjuna dapat melihat jelas seorang pria paruh baya yang sudah tak muda lagi namun begitu beribawa dengan santainya berjalan dengan angkuh untuk menghampiri dirinya.

"Kakek senang dengarnya," tanpa basa-basi pria itu langsung mengucapkan kalimat yang membuat Arjuna mengepalkan kuat-kuat tangannya di bawah sana.

"Kamu putus dan itu kabar baik," lanjutnya.

"Arjuna nggak pernah mau putus!"

"Tapi perempuan itu yang memutuskanmu, benar?"

Arjuna berusaha tidak emosi di tempat umum begini, apalagi ia tengah berada di kafè miliknya. "Terus apa mau Kakek? Juna udah nurutin semuanya."

"Kamu itu cucu kesayangan Kakek, cuma kamu yang bisa Kakek harapkan, Galen sudah membuat buruk nama keluarga. Dan kamu harus pintar dalam memilih pasangan, jangan seperti gadismu yang tidak sebanding dengan kita. Relasi Kakek banyak, jangan buat malu, putusnya hubungan kalian itu sudah pilihan terbaik."

"Tapi Kakek nggak bisa atur hidup Juna lagi."

"Dari kecil hidup kamu sudah Kakek yang urus dan tanggung, semua kebutuhanmu selalu Kakek penuhi dengan baik. Apa hanya melepas gadis seperti Nara itu sulit bagimu?"

"Iya! Karena Arjuna sayang, Kek."

"Kamu bisa cari perempuan lain yang jauh lebih baik dan setara dengan kita, jangan berhubungan lagi dengan Nara kalau kamu nggak pengin melihatnya celaka," sang kakek lantas langsung keluar kafè dan pergi begitu saja.

Napas Arjuna naik turun. "Persetan!"

°°°

"Fiks! Gue mau nginep di rumah lo untuk dua hari ke depan," itu kata Tasya, perempuan dengan setelan santai itu langsung berbaring di atas kasur Nara.

"Soalnya lo lagi galau, gue takut nanti lo malah bunuh diri, kan serem," lanjutnya seraya bergidik takut.

"Gue nggak sebodoh itu," ujar Nara datar.

"Ya habisnya dari tadi lo nangis mulu berjam-jam, rambut udah kusut gitu. Mandi sana gih,"

Nara berdecak pelan. "Tapi gue udah gak nangis lagi."

Tasya mencibir, perempuan itu duduk lalu menunjuk Nara. "Halah! Paling nanti nangis lagi, sayang banget emang ya lo sama Juna?"

Annara terkekeh pelan, mengembuskan napas lalu berucap. "Kalo nggak sayang gak mungkin gue pacaran."

ARJUNARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang