37| Semakin menjadi

420 40 0
                                    

Sepertinya bukan salahku mencintai setulus hati, tetapi kamu yang hanya separuh hati seperti tidak peduli lagi.
≈≈≈

"Apa-apa goodloking yang di bela, lama-lama gue hapuskan juga nih kata goodloking," ujar Rase terlihat emosi setelah scroll Tiktok.

"Iya juga si, video yang joget-joget biasa asal goodloking mah like sama komenya banyak," ujar Manu.

Geo mengedikkan bahu, cowok itu justru memperhatikan Arjuna yang sedari tadi sibuk berkutik dengan buku-bukunya. Setahu Geo, minggu ini Angsana tidak mengadakan olimpiade, tetapi mengapa Arjuna terlihat ambisius sekali.

"Eh eh Nara," suara Taka memecah atensi semua anak Victor.

Nara tersenyum sekenanya, seraya berjalan mendekati meja Arjuna perempuan itu berujar halus. "Tumben kalian nggak nongkrong di WB?"

"Nanti aja deh, Nar. Pulang sekolah," sahut Manu.

Annara mengangguk, perempuan itu menarik kursi lalu duduk di sebelah Arjuna. "Lagi apa?" tanyanya.

"Bisa lihat sendiri," jawab Arjuna singkat membuat Nara mengernyit.

"Aku tau kamu lagi baca buku, cuma emang nggak mau istirahat?"

"Duluan aja, Ra."

Annara membelakangkan rambutnya yang agak terlampau ke depan, perempuan itu menghela sesaat. "Kamu kenapa si, Jun? Akhir-akhir ini diem aja? Pesan aku juga udah jarang kamu bales," terang Nara.

"Aku gak pa-pa."

Manu berdeham keras, cowok itu peka terhadap situasi saat ini. "ADUH! kantin yuk kawan-kawan, perut gue laper seketika," ujar Manu seraya mengajak Rase, Geo dan juga Taka.

"Lo nggak mau ikut, Jun?" tanya Taka basa-basi.

"Duluan."

Rase berdecak. "Semakin hari sariawan lo makin parah," setelah mengucapkan kalimatnya Rase lantas saja melenggang pergi bersama anak-anak lainnya yang kini menyisakan Arjuna dan Nara.

Terkadang Nara bingung sendiri dengan sikap Arjuna, cowok itu selalu saja membuat Nara menerka-nerka ada apa sebenarnya? Akhir-akhir ini Arjuna terlihat menghindar, bahkan sulit sekali hanya sekadar berbicara. Nara berusaha mengingat mungkinkah ia punya salah? Tetapi sejauh ini Nara tidak merasa salah pada cowok di hadapannya saat ini.

"Kalau kamu kayak gini terus aku nggak tau harus apa, Jun."

Arjuna mendesah, menutup bukunya lalu menatap lamat Nara. "Kamu mending balik kelas, belajar."

"Makin hari sikap sama sifat kamu makin menjadi, Jun."

"Ra,"

"Apa?!"

"Kamu kembali ke kelas, belajar."

Nara tertawa hambar. "Kamu usir aku?"

Arjuna terdiam, mengalihkan pandangan. Pikirannya berkecamuk saat ini.

"Oke!" putus Nara seraya berdiri, "Aku pergi."

Arjuna mengacak rambutnya gusar, cowok itu menatap lurus punggung Nara yang hilang di balik pintu. Arjuna memejamkan matanya, mengerang keras.

"Maaf, Ra."

°°°

Sebenarnya lelah menjadi pelangi untuk orang yang buta warna, menjadi obat untuk orang yang tidak mau sembuh, dan menjadi penghibur untuk orang yang tidak ingin tertawa.

Aku mulai frustrasi denganmu, tetapi aku tidak bisa berhenti mengagumimu.

Tasya menganga, perempuan itu menilik lekat Nara yang sibuk mengaduk-aduk es cendolnya. Kedua perempuan cantik itu sengaja menepi di salah satu penjual es sekitar Angsana. Karena Tasya tahu kalau mood Nara sedang tidak baik semenjak kemarin.

"Nar! Sumpah demi Tuhan gue pengin tau orang yang selama ini ngirim surat dan notes ke elo!" ujar Tasya, "gue merasa si pengirim udah di titik lelahnya deh, tapi dia tetep aja suka sama lo meskipun elo nggak tau siapa dia."

Nara menghela napas panjang. "Gue nggak peduli, yang gue pikirin sekarang itu Juna. Dia selalu aja buat gue bingung, Sya."

Tasya mangut-mangut. "Paham gue, cuman sekarang beneran penasaran sama si pengirim, setiap buka loker lo pasti selalu nemu ini."

"Iya udah, gapapa. Selagi masih batas wajar gue nggak terlalu ambil pusing."

Perempuan dengan jam merah mudah itu menyeruput esnya, lantas melipat kembali kertas bertulisan tinta hitam itu dan memasukkannya ke dalam ransel Nara.

"Sya," seru Nara membuat Tasya menaikkan kedua alisnya. "Gue salah apa ya sama Juna. Dia beneran aneh, sulit untuk di tebak."

Tasya tersenyum mengerti. "Nar, mungkin Juna lagi capek aja, makanya dia kayak gitu."

"Tapi Sya, pesan gue aja jarang di bales, cuma di baca doang. Maksud gue kalau emang ada sesuatu cerita sama gue. Gunanya pacar kan untuk jadi senderan."

"Nggak semua harus di ceritain Nara sayang, lo harus mengerti tanpa di minta."

Annara mendesah pelan. "Tapi nggak cuma sehari dua hari Juna kayak gini, Sya. Gue ngerasa capek aja sama hubungan ini,"

"Hus!" gertak Tasya. "Jalanin aja dulu, kita liat hari-hari berikutnya, kalau emang masih gini terus, lo coba tanya dan omongin baik-baik, ya."

Cerita pada Tasya memang jalan yang paling tepat, Nara sudah kehilangan keharmonisan keluarga. Selama ini Tasya dan Abi yang selalu ada di saat Nara butuh. Semoga Tuhan selalu menjaga orang-orang baik di sekitarnya.

Begini, kadang ada yang beruntung dalam lingkungan keluarga namun tidak dalam pertemanan. Ada pula yang beruntung di sebuah hubungan namun tidak dalam circel pertemanannya dan keluarga. Agak rumit, tetapi memang begitu adanya.

Kembali lagi, kuncinya hanya bersyukur. Kalau mengeluh karena masalah. Semua orang yang hidup pasti dapat porsinya masing-masing.

Jadi, tidak perlu menyalahkan keadaan seakan-akan paling tertekan.

Tasya mengelus tangan Nara. "Udah, yuk. Kita pulang, nanti keburu hujan. Langitnya teduh."

"Kayak suasana hati gue."

Tasya tertawa. "Dih apaan si, Nar. Udah ah jangan galau-galau. Gak baik."

Nara ikut tertawa. "Makanya punya pasangan, Sya. Biar bisa rasain galau."

"Besok beli kalau nggak kehabisan."

****

AN : Apa kabar?? :)

Gimana untuk part 37 nya??

Yang masih setia baca aku ucapkan terimakasih banyak ya^^

Sorry baru sempat update hehehe.

Spam next di sini dong biar cepet ending:(

See you^_^

ARJUNARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang