Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang, dan Bara masih terdiam dibalkon kamar yang menghadap ke halaman belakang. Dapat dilihat jelas kolam renang yang cukup luas dengan taman yang sekarang sudah diupgrade menjadi lebih seperti taman bermain untuk ke-empat anak Bara nanti.
Dalam diam Bara sesekali melihat kesetiap titik dimana ia pernah bercanda gurau bersama sang istri tercinta - Rindu. Hatinya selalu sakit jika mengingat semuanya, rasanya semakin berat ia untuk melangkah maju.
Entah hal apa lagi yang harus ia lakukan untuk memperjuangkan Rindu kembali kedalam pelukannya. Ia bukannya menyerah hanya saja ia sedang bingung untuk melangkah maju atau mundur.
Diangkatnya sebuah map berwarna coklat, dan ia keluarkan isi didalamnya. Sebuah surat gugatan cerai yang terakhir kali dikirimkan untuknya dari Rindu. Ia tau istrinya tidak mungkin melakukan itu dan pasti Zidan lah dalang dibalik semuanya.
Tapi ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Setiap datang surat gugatan cerai yang selalu ia abaikan, setiap itu juga ia mendapat sebuah pesan ancaman dari Zidan.
Bara berjalan kembali masuk kedalam kamar, berhenti tepat disamping kasur menatap ke-empat anaknya tertidur pulas diatas kasur king size itu. Dengan berat Bara melangkah menuju meja dan mengambil sebuah pulpen untuk ia tanda-tangani surat itu.
Namun, tepat saat Bara hendak menuliskan tanda-tangan, pintu kamar terbuka bergitu keras namun herannya tak membangunkan ke-empat balita yang tertidur itu. Dilihatnya ke arah pintu, berdiri tegap adiknya dengan wajah so cool yang hanya bertahan beberapa detik sebelum selanjutnya membuang nafas seperti kelelahan.
"Bara stop! Jangan lakukan hal bodoh yang akan kamu sesali dikemudian hari!" Ujar Candara dengan nada diberatkan dan berlari perlahan seolah-olah ia seperti sedang syuting sinetron. Sungguh menjijikkan bagi Bara.
"Paan sih." Balas Bara ketus.
Candara hanya bertolak pinggang menatap Bara sinis, "Lo tuh ya ga bisa apa dikasih hati ya balik kasih cinta gitu? Lah ini dikasih hati malah balik kasih feves."
"Feves? Tai maksud lo hm?"
"Ih ga sopan ko bawa-bawa si kuning mengambang sih. Gimana kalo pembaca ada yang lagi makan coba? Tanggung jawab lo sanah kawinin mereka!" Ujar Candara dengan wajah masamnya.
"Bodo amat." Ketus Bara.
"Sialan lo Barabas!" Candara mengangkat kakinya dan menaruh diatas meja membuat kertas gugatan cerai itu terinjak.
"Lo--"
"Lo dengerin baik-baik ya! Yang namanya laki-laki itu berjuang bukannya dengan gampang melepaskan! Lo ga inget apa perjuangan lo buat dapetin kak Rindu yang manis itu gimana hm?? Apa lo lupa kalo lo pernah merengek kek anak bagong ke ibu saat lo lagi ngalamin morning sicknes pas kak Rindu hamil anak kembar tiga lo hm?? Sadar diri lo Barabas sadar!" Candara dengan lancangnya mengguncang-guncang kepala Barabas.
"Can---"
"Lo tuh jangan cuma mau enaknya doang setiap malem ah uh ah uh, lo juga harus berjuang dong kalo kak Rindu dibawa pergi lo kejar buat dapetin kembali! Masukin lobang emang gampang dengan tampang dan harta, tapi buat nyari lobang yang pas buat si batang itu susah brader!!! Berjuang berjuang berjuang!!!" Lanjut Candara memotong Bara yang hendak berbicara.
Ditatapnya wajah Bara yang sulit ditebak oleh Candara membuat adiknya yang memiliki kewarasan sangat minim itu menghela nafas. Candara melepaskan tangannya dari kepala Bara dan ia turunkan kakinya dari atas meja.
"Lo mah ga asik bang! Gue udah coba buat sama kaya adegan di sinetron-sinetron gitu eh lo nya ga asik banget tanggapannya." Candara berjalan perlahan keluar kamar namun saat hendak menutup pintu ia berhenti sejenak yang selanjutnya ber-ujar, "Gue lupa bilang, dibawah ada kakak ipar Rindu Eka Rembulan bersama dengan temen bangsatnya abang si Zidan."
Bara yang mendengar itu langsung berdiri dan berlari dengan kencang menuruni tangga hingga menyenggol Candara yang bahkan hampir terjatuh olehnya, dan terlihat jelas wajah manis Rindu yang sudah lama tak ia lihat. Dengan cepat Bara menghampiri Rindu hendak memeluknya namun yang ia dapat malah badan kekar Zidan sambil menampilkan wajah datarnya.
"Sejak kapan lo maho Bar? Sejak kurang belayan hm??" Tanya Zidan dengan nada sinis membuat Bara langsung melepaskan pelukannya dan menatap jijik Zidan.
"Rindu.. kamu pulang sayang? kamu kembali untukku dan anak-anak? iya kan? iya?" Tanya Bara sendu pada Rindu.
"Rin---"
"Kita kesini mau ngambil surat cerai yang udah dikirim khusus untuk lo. Minggu depan gue mau nikah sama Rindu, jadi tolong tanda-tangani sekarang biar semua urusan selesai dengan cepat." Ujar Zidan memotong ucapan Rindu membuat Bara rmengepalkan kedua tangannya.
"Lo siapa bisa seenaknya ngatur-ngatur? Rindu masih istri sah gue dan lo ga bisa nikahin dia semau lo jingan!" Kasar Bara pada Zidan.
"Semua orang udah setuju kok dengan nikahnya Rindu sama gue, dan mereka berharap lo pisah sama Rindu. Semua nya tanpa terkecuali." Ujar Zidan dengan serius membuat Bara semakin kuat mengepal.
Bara hendak menjawab ucapan Zidan namun ketiga sahabatnya dan Raindra datang dengan wajah datar tanpa menyapa ataupun tersenyum riang, mereka melewati Bara begitu saja. Dapat Bara lihat jika ke-empat orang itu melangkah ke lantai dua. Masih Bara tunggu dan lihat hingga mereka kembali turun namun sudah membawa ke-empat anaknya beserta sebuah map ditangan Raja.
"Kal--"
"Mending kamu tanda-tangani ini aja Bar, jangan semakin mempersulit keadaan." Ujar Kelvin memotong Bara yang hendak berbicara.
"Benar Bar, dan sebaiknya ke-empat anakmu dibawa Rindu dari pada disini bersama kamu tapi tidak kamu perdulikan." Sambung Raenand.
"Akhiri saja semuanya jika kondisinya masih seperti ini, jangan membuat lelah satu pihak." Sambung Raja membuat Bara kesal.
"Laki-laki yang mikirnya pendek bahkan tanpa tau kenyataan dipihak lainnya itu gimana ga pantes untuk wanita seperti Rindu, lebih baik hubungan kalian sudahi sampai disini." Ucap Raindra yang semakin memancing kekesalan Bara.
"Kalian semua kenapa jadi brengsek seperti ini hah? apa kalian sudah dipengaruhi oleh bajingan Zidan? Jawab!" Sentak Bara pada ke-tiga sahabatnya dan Raindra hingga membuat ke-empat anaknya menangis mendengar suara lantang Bara.
Bara yang melihat itu langsung menutup mulutnya dan hendak melangkah mengambil satu-persatu anaknya untuk ia tenangkan. Namun gerakannya malah dihalangi oleh bodyguad Zidan. Rindu berdiri, mengambil anak bungsunya yang berada digendongan Raja. Zidan-pun berdiri mengambil Abinara yang berada digendongan Raenand, sedangkan salah satu bodyguardnya mengambil Abimanyu dan Abihaksa yang berada digendongan Kelvin dan Raindra.
Bara merasa sakit hati saat melihat istrinya yang ia cintai malah berdiri disamping Zidan ditambah ketiga sahabatnya pun berdiri dipihak Zidan. Apa ini yang dinamakan pengkhianatan? Jika iya sungguh sakit rasanya baru Bara alami. Dengan kasar Bara mengambil amplop coklat dari tangan Raja dan mengeluarkan kertas berisi surat cerai, dengan kuat ia mencoba untuk menandatanganinya. Belum juga tinta pulpen menyentuh kertas, sebuah pukulan keras mendarat dikepala belakang Bara. Candara lah dalangnya, siapa lagi orang yang gampang membuat Bara menggeram selain dia?
"Lo tuh pinter berbisnis tapi lo goblog soal perjuangan cinta. Cerai aja lah sono cerai, tau tau merengek lo tujuh tahun tujuh bulan tujuh minggu tujuh hari ampe begang! Kek banci main nyerah gitu aja!" Celetuk Candara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara Rindu
ChickLit*Biar sama sama enak jangan lupa follow author ya ♥️ MOHON MAAF INI MAH YA DILARANG COPAS CERITA INI, SEBAGIAN APALAGI SEMUA NYA, hargai otak ini yang berfikir keras untuk membuat cerita ini ----------------------------------------------------- Tent...