"Grrmm AYAH! Kayanya kalo sehari aja ga buat Bara tersakiti tuh aneh!" Bara bangkit menatap Antha tajam.
"Kamu itu ya, jadi suami gimana sih ga becus. Ya inisiatif dong dari sekarang cari tau orang tuanya Rindu , gitu gitu juga mertua kamu." Balas Antha.
"Bara becus kok! Buktinya Rindu selalu puas kalo Bara ajak olahraga malem iyuwh!" Usai berujar Bara bergegas lari menuju kamar saat melihat Antha sudah ancang-ancang akan melempar satu sendalnya lagi pada Bara.
"Ibu juga selalu puas ya kalo ayah ajak olahraga! Ga cuma kamu doang huuuu!!" Teriak Antha membuat Bara yang sudah mencapai pertengahan tanggapun terdiam membalik badan menatap ayahnya.
"Ayah udah tua! Sadar diri dong!! Udah punya cucu tiga otw empat masih suka mompa ibu! Dasar tua tua ga tau diri iyuwh!!" Balas Bara tak kalah teriak.
"Ayah masih muda ya! Awas kamu!!"
"Mana ada masih muda tapi gampang encokkan iyuwh!" Bara kembali berlari saat Antha bangun dari duduknya menatap tajam Bara.
"Dasar anak cetaaaann!!" Teriak Antha kesal.
"Cetannya Ayah!!" Balas Bara tak kalah teriak dari lantai atas membuat Antha geram.
Bagaimana tidak geram? Anak sulungnya itu melempar boomerang membuatnya diam telak. Ia memanggil Bara anak cetan sama aja dengan menyebut jika dirinya cetan bukan? Anthapun kembali terduduk disamping Safira yang hanya menatap jengah.
Sepertinya virus kegilaan mulai merebak dirumahnya. Sebelum negara api menyerang, rumahnya adem ayem dengan orang-orang yang kalem nan cool. Apalagi Barabas Anggara, anak pertama dirumah itu yang memiliki harga diri sangat tinggi. Tapi lihat sekarang? Bara jadi sangat suka beradu bacotan dengan ayahnya, yang sesekali dengan adiknya - Candara.
Didalam kamar, Bara merebahkan dirinya diatas ranjang bersebelahan dengan si cantik Abinara yang sedang terlelap bersama dengan Abihaksa. Abimanyu? Masih menangis kecil dalam gendongan Rindu. Entah mirip siapa, si bungsu yang paling gembul itu hobby menangis dan paling rewel diantara kakak kembarnya yang lain.
"Rin, sini ke akuin." Bara terduduk merentangkan tangannya menerima Abimanyu dari gendongan Rindu.
Kalian tau? Ajaibnya si bungsu langsung berhenti saat melihat wajah Bara hingga terdengar sebuah tawa khas bayi, bukan lagi tangisan kecil. Rindu terkekeh kecil sedangkan Bara hanya menggeleng kepala tak percaya. Si bungsu ini memang bisa berpolitik, tak sedikitpun memberi kendor. Selalu saja membuatnya harus mengurus atau bermain dengannya.
"Masih bayi aja udah gini, gimana nanti gede kamu ini gembul gembul." Ujar Bara dengan nada sedikit didramatisir dengan jari mencubit pipi tembam Abimanyu gemas.
Sepertinya Abimanyu memang suka menjahilinya. Lihat. Bukannya menangis pipinya dicubit, yang ada Abimanyu malah tertawa lebih kencang nan riang membuat Bara kesal sedangkan Rindu sudah menutup mulutnya menahan tawa yang hampir saja membuncah. Wajahnya Bara yang memerah itu sungguh membuat Rindu sangat ingin terbahak, tapi sebisa mungkin ia tahan. Bagaimanapun Bara suaminya, ia harus menjaga perasaan Bara.
Rindu mencoba mengalihkan fokus berjalan menghampiri Abihaksa yang terlihat menggeliat akan bangun. Dibawanya tubuh mungil si sulung kedalam gendongannya dengan sedikit eyongan kembali membuatnya terlelap.
"Abihaksa paling kalem, Abinara ga terlalu rewel walaupun kalo tidur ada bar-barnya dikit, lah ini yang bungsu. Ya rewel, suka banget jailin ayahnya udah gitu paling suka banget ngabisin jatah ASI yang lain. Mirip sapa sih." Celetuk Bara membuat Rindu menggelengkan kepala. Entah sudah sesering apa Bara berucap begitu, hingga ia hafal setiap katanya.
*
Pukul 23.35 , Bara mengelus pelan kening Rindu yang berkeringat akibat olahraga ranjang mereka barusan. Dengan lembut elusan itu turun ke pipi dan terakhir ke bibir yang sedikit membengkak itu, dalam hati Bara mencoba merangkai kata yang pas untuk ia ujarkan pada istrinya itu.
"Rindu," panggil Bara pelan usai mengecup singkat bibir Rindu.
"Apa mas?" Jawab Rindu pelan dengan kedua tangan melingkar pada tubuh Bara.
"Kamu penasaran ga sih sama orang tua kamu?" Tanya Bara membuat Rindu refleks menggelengkan kepala langsung.
"Buat apa penasaran sama orang yang udah buang aku mas. Bagi aku ga ada gunanya, toh kehadiran aku ga diharapkan oleh mereka." Jawab Rindu dengan senyum miring yang baru pertama kali Bara liat.
"Rin--"
"Mungkin banyak orang bilang kalo aku adalah orang yang baik hati, gampang memaafkan, gampang merelakan, gampang mengikhlaskan tapi orang lain ga pernah tau kalo aku penyimpan memory rasa sakit yang handal." Ucap Rindu memotong ucapan Bara serta mengecup bibir suaminya itu. "Meski aku memaafkan dan mencoba mengerti serta mengikhlaskan tetep aja dihati aku ada sebuah ruang rasa sakit yang ga bisa dilupain." Lanjutnya.
Bara hanya terdiam dan memeluk tubuh telanjang Rindu yang hanya tertutupi selimut itu. Ia tak tau jika Rindu begitu tidak peduli dengan kedua orang tuanya. Benar juga kata orang, terkadang orang baik yang kelewat sabar menyimpan rasa sakitnya sendiri serta sulit melupakan. Rindu buktinya.
"Mas Bara ingat saat terakhir kali mbak Clara datang kesini?" Bara menganggukkan kepala, "Mas Bara masih ingat kata-kata yang keluar dari mulut aku? Aku selalu memberi kesempatan pada seseorang, dan itu tidak akan pernah lebih dari tiga kali. Aku akan mencoba untuk sabar dan mengikhlaskan hanya dua kali, pada kesempatan ketiga aku akan egois."
"Mas ngerti." Ujar Bara. "Sekarang kita tidur ya, mumpung Abimanyu ga bangun nih." Bara memeluk erat tubuh Rindu.
1 menit pertama Bara mencoba untuk merasa aman, ia mencari posisi tidur yang nyaman.
3 menit kemudian sudah terdengar dengkuran halus dari Rindu, sedangkan dirinya masih merasa was-was takut terkena jebakan si bungsu Abimanyu.
5 menit kemudian, masih belum terdengar tangisan bayi. Oke Bara kini merasa aman, mulai memejamkan kedua matanya yang mengantuk hingga tak lama gelap dan hening disusul mimpi.
Oooeekkk ooeekk oooeekk
Bara langsung membuka kedua matanya yang baru terlelap. Menatap langit-langit serta menahan nafas akhirnya ia bangun saat mendengar tangisan bayi terus mengalun ditelinganya. Dengan badan masih polos tanpa sehelai kainpun Bara berjalan menghampiri box bayi.
Saat sampai tangisan itu berhenti, malah yang ada kekehan kecil dari sigembul hobby menganggu. Siapa lagi jika bukan Abimanyu. Bara hanya bertolak pinggang menatap tajam anaknya itu, dengan kesal ia kembali berjalan menghampiri kasur. Namun baru dua langkah tangisan bayi terdengar kembali membuatnya membalik badan menatap Abimanyu.
Dengan misuh-misuh Bara menggendong Abimanyu dan membawanya ke kasur. Ditidurkannya Abimanyu ditengah-tengah dirinya dan Rindu, tanpa ada niat untuk memakai baju dulu. Tak ada lagi tangisan, yang ada hanya ocehan khas bayi yang masih berusia 3 bulan.
"Nyu nyu nyu, kalo ga bangun habis ayah sama ibu bikin adek kayanya ada yang kurang gitu ya." Ocah Bara menatap Abimanyu yang malah senang memainkan jari-jari tangan Bara yang besar. "Sekali aja nyu, tidur yang nyenyak. Kalo ayah sama ibu habis bikin dedek tuh jangan bangun. Nanti kalo udah gede ayah kasih kamu ferari deh kalo tidur nyenyak ga ganggu ayah terus." Lanjutnya.
Abimanyu, bayi yang gemuk dengan pipi tembam itu hanya menatap Bara dengan mata polosnya. Abimanyu mengedipkan mata dua kali sebelum memukul wajah Bara dengan kedua tangannya yang diiringi tawa kencang dari bayi itu.
Bara? Jangan tanya sudah seberapa pasrahnya ia menghadapi si bungsu Abimanyu. Dengan lelah ia membaringkan badannya menatap langit-langit kamar tak peduli pada Abimanyu yang menggigit tangannya, memukul wajahnya atau apapun itu sesuka hatinya. Bara lelah, hanya ingin terlelap setelah olahraga malamnya dengan Rindu. Namun sepertinya itu keinginannya tak akan terkabul, selama Abimanyu masih terbangun menganggu.
.
.
.
.
.
.Next???
Sapa disini yang suka sama Abimanyu? 🤣
Selalu jaga kesehatan ya para kesayangan aku, jangan panik dan terus mawas diri
Ramadhan cuma tinggal hitung hari semoga semuanya cepat kembali seperti semula, amiin🙏
Jangan lupa vote dan komennya kalo ada typo atau salah tolong ingatkan
Terimakasih♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara Rindu
ChickLit*Biar sama sama enak jangan lupa follow author ya ♥️ MOHON MAAF INI MAH YA DILARANG COPAS CERITA INI, SEBAGIAN APALAGI SEMUA NYA, hargai otak ini yang berfikir keras untuk membuat cerita ini ----------------------------------------------------- Tent...