"Sore." Sapa seorang pria pada Askar yang berdiri dikasir.
"Ya, ada yang bisa dibantu?" Tanya Askar.
"Saya mencari pak Askar."
"Saya sendiri, ada perlu apa ya?"
"Saya Rasya, yang akan menggantikan tugas nona Rindu sesuai dengan perintah pak Barabas." Askar terdiam melihat pria muda yang kalo dilihat seperti seumuran dengan Adam dan Satya.
"Tapi saya sudah bilang pada pak Bara tak usah." Askar mengangkat satu alisnya.
"Tapi saya sudah bilang pada pak Bara akan menggantikan nona Rindu hingga ia kembali." Rasya tersenyum menatap Askar.
"Jika saya memaksa menolak apa yang akan anda lakukan?"
"Memaksa untuk tetap bertahan pak." Askar tak percaya mendengar penuturan dari Rasya. Ia memandang Adam serta Satya yang kini menatap Askar.
"Dia orangnya pak Bara. Ayah dari anaknya Rindu." Ucap Askar sambil menunjuk Rasya. "Akan menggantikkan Rindu selama ia dikota jakarta merawat pak Bara."
"Rindu bersama dengan pria itu?" Tanya Satya pada Askar.
"Namanya Barabas Anggara, pria yang anda maksud pria itu." Ujar Rasya pada Satya.
"Saya Satya dan ini Adam." Satya menjulurkan tangan kanannya yang diterima oleh Rasya.
"Rasya, asisten pribadi pak Bramantha ayahnya pak Barabas. Santai saja tidak usah formal, jika dilihat umur kita tidak berbeda jauh." Rasya terkekeh melihat wajah Satya serta Adam yang sulit diartikan.
"Kamu yang duluan formal deh perasaan." Celetuk adam.
"Karna tadi aku sedang bicara dengan pak Askar dan menjelaskan jika aku ini yang akan menggantikkan nona Rindu."
"Oke oke kita duduk dulu buat ngobrol lebih jelas." Askar menarik tangan Rasya dan mendudukan disalah satu kursi yang diikuti oleh Adam dan Satya. Mereka saling berbincang tentang Bara, Rindu serta tugas Rasya yang diminta untuk menggantikan Rindu. Adam sesekali ikut gabung dalam perbincangan Rasya dan Askar, berbeda dengan Satya yang terdiam merasa sedikit sakit hati, mungkin. Lucu rasanya saat baru saja akan melangkah lebih dekat, eh Rindu malah kembali kepada Bara. Tapi bukan waktunya menyalahkan, Bara membutuhkan Rindu berbeda dengan ia yang akan baik-baik saja tanpa siapapun.
***
"Dok, boleh pulang?" Tanya Bara saat dokter selesai memeriksanya.
"Sudah bisa pak, makanan juga sudah lumayan masuk dan kondisi anda membaik tapi harus cukup istirahat dan banyak asupan makanan sehat. Saya permisi." Dokter berlalu keluar dari kamar rawat Bara yang selanjutnya disusul suster setelah melepas jarum infusan pada tangannya.
"Rindu, saya sudah bisa pulang." Ujar Bara pada Rindu yang duduk disofa tersenyum padanya. "Saya kangen kasur dirumah."
Rindu hanya membalas dengan senyuman manis, berdiri dan membereskan barang -barang milik Bara. Meski Bara melarang tapi Rindu tetap saja membereskan semuanya hingga rapih dan tidak ada yang tertinggal. Hampir seminggu sudah Bara dirawat, dan tiga hari dilalui bersama dengan Rindu membuat kondisinya membaik. Semua makanan masuk kedalam perut Bara tanpa ada yang keluar lagi, bahkan kini ia bebas memakan apapun yang ia ingin tanpa takut muntah. Cukup melihat Rindu dan bersama Rindu semua rasa mual maupun pusing tak Bara rasakan.
Kini Bara sedang terduduk dikursi belakang mobil bersama Rindu. Ia sudah mengabari jika akan pulang hari ini, Ayah dan Ibunya meminta untuk menunggu tapi Bara sudah terlalu lama dirumah sakit membuatnya bosan dan berkata akan pulang bersama Rindu. Seperti saat ini. Rindu terus mengalihkan pandangan pada kaca yang berada disampingnya mengabaikan Bara yang sedari tadi menatapnya.
"Rindu....."
"Rinduuuuuu......"
"Rin—"
"Apa?" Tanya Rindu dengan nada dingin membuat Bara terdiam merasa tidak enak, entah kenapa.
"Ti-tiddak apa-apa Rindu" Bara memalingkah wajahnya menatap keluar jendela.
"Mas Bara...." Panggil Rindu sambil menyentuh tangan Bara membuat sang empu menatap Rindu. "Apa saya sudah boleh kembali pulang?"
"Ini kan kita akan pulang Rindu" Bara mengangkat alis satunya menatap heran Rindu.
"Pulang kembali ke---"
"Rindu, tidak bisa kah kamu disini saja?" Potong Bara menatap Rindu dengan sendu yang dibalas gelengan kepala. "Kita bahas nanti."
Kini mereka saling terdiam menatap sisi jendela masing-masing hingga tak terasa sudah sampai dikediaman kedua orang tua Bara. Rindu keluar terlebih dahulu dan membantu Bara berjalan yang masih agak lemas untuk memapah tubuhnya sendiri. Saat memasuki rumah, Antha serta Safira sedang berdiri menatap tajam Bara, sedangkan Candara terduduk disofa dengan cemilan dalam toples yang berada dalam dekapannya.
Rindu memapah Bara terduduk disofa samping Candara, sedangkan dirinya yang hendak duduk disampingnya lebih dulu dirangkul Safira dan berjalan memasuki salah satu kamar tamu dengan pandangan Bara yang tak pernah lepas menatap Rindu hingga hilang dari hadapannya.
Tuk,
"Candara!" Panggil Bara dengan geram kepada adiknya itu.
"Ngeliatinnya biasa aja dong, noh liat muka ayah." Tunjuk Candara pada Antha yang kini menatap Bara dengan muka yang sulit diartikan.
"Semua barang Rindu sudah ada dikamar yang saat ini sudah ada dirinya dan ibu, lalu apa yang mau kamu lakukan sekarang?" Tanya Antha pada Bara.
"Lihat saja nanti yah, biar Bara yang mengatur sisanya" Balas Bara.
"Kapan kamu akan menikahinya?" Tanya Antha membuat Bara terdiam, mengalihkan topik dengan mengambil cemilan yang berada diatas meja dan mendekapnya seperti Candara namun saat hendak memasukannya kedalam mulut tangan Antha memukul kepala Bara membuat cemilan itu terjatuh serta ringisan keluar dari mulut anaknya itu. "Jika tidak akan menikahinya jangan menahan ia untuk tetap berada disisimu dasar anak bodoh! Dia juga punya kehidupannya sendiri jika memang kamu tidak ingin hidup terikat dengannya!" Antha berlalu pergi meninggalkan kedua anaknya itu yang terdiam mendengarkan ucapan ayahnya itu.
"Abang sih, kalo gamau buat aku aja deh aku ikhlas ko buat nikahinnya" Candara menatap Bara dengan senyum jailnya.
"Mimpi aja sonoh!" Bara bangkit dan berjalan tertatih menuju kamarnya.
Rindu Eka Rembulan, nama yang selalu terngiang dibenak Bara beberapa minggu terakhir. Entah apa yang harus dilakukan oleh Bara saat ini, bertanggung jawab? Tentu dia ingin bertanggung jawab tapi ia hanya ingin menikah sekali seumur hidup dengan orang yang ia cintai dan mencintainya tapi orang itu telah pergi meninggalkan Bara hanya karna kesalahan satu malam. Bara berfikir apakah seorang Clara Nathali sungguh mencintai Bara atau hanya mencintai harta Bara. Ck, terlalu banyak memikirkan itu ini membuat kepala Bara pusing dan berat. Lebih baik kini ia merebahkan diri dan tertidur saja.
Sedangkan Rindu kini bersama dengan Safira duduk saling berdampingan diatas kasur dalam diam. Sesekali Rindu menyadari jika Safira curi-curi pandang padanya seperti ada yang ingin ditanyakan tapi Rindu terlalu enggan untuk bertanya terlebih dahulu. Rindu terus menatap lantai marmer yang sedang ia pijak saat ini, hingg sebuah tangan mengelus lembut perut buncitnya.
"Calon cucuk ibu ada 3 ya? Mirip siapa ya kira-kira?" tanya Safira terkekeh menatap Rindu yang dibalas senyuman manis.
"Ga tau bu, mirip siapa nya saya ga terlalu memikirkan yang penting mereka sehat wal'afiat saya sudah bahagia kok." Jawab Rindu.
"Kamu anak baik, sopan, manis, dan jujur. Saya suka, apa kamu mau menikah dengan Bara?" tanya Safira dengan tangan mengelus pelan surai panjang Rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara Rindu
ChickLit*Biar sama sama enak jangan lupa follow author ya ♥️ MOHON MAAF INI MAH YA DILARANG COPAS CERITA INI, SEBAGIAN APALAGI SEMUA NYA, hargai otak ini yang berfikir keras untuk membuat cerita ini ----------------------------------------------------- Tent...