Usai kejadian dimana Bara berteriak sangat kencang ia mendapat teguran dari beberapa orang yang berlalu lalang serta perawat. Namun tak urung membuat Bara ciut, yang ada ia malah berjalan tergesa dengan senyum merekah menyusul Rindu yang sudah meninggalkannya memasuki ruangan dokter.
Disini lah mereka sekarang, ruangan dokter jihan spesialis kandungan. Sesuai dengan yang tadi disebutkan oleh suster, jika Rindu benar sedang mengandung yang baru berusia sekitar 4 minggu. Namun tak sesuai dengan spekulasi Bara ingin memiliki anak enam, kini kehamilan Rindu tunggal hanya satu janin yang hidup dalam rahimnya.
Kalian tau apa respon Bara saat mendengar itu dari dokter jihan? Yang jelas langsung menggebrak meja dan protes. Protes tentang mengapa calon anaknya tunggal tidak triplets seperti yang sebelumnya, yang seharusnya tidak perlu diprotes terhadap dokter karna bagaimanapun dokter tidak menau soal itu. Yaiya karna yang membuat kan Bara dan Rindu, Bara menyumbang sperma sedangkan Rindu hanya menampung hingga benih mana yang lebih dulu sampai dan hidup dalam rahimnya. Betul tidak?
Ah tapi namanya juga Barabas Anggara, segala titahnya sulit untuk dilawan kecuali oleh Rindu. Tapi karna mood Rindu sedang tidak bagus, jadi istrinya itu hanya terdiam memutar bola matas mendengar protesan dan ocehan Bara yang tak faedah.
"Saya permisi dulu ya dokter, terima kasih." Ujar Rindu sambil berdiri memotong ocehan Bara yang tak hentinya itu.
"A-ah iya bu, jangan lupa bulan depan periksa rutin." Jawab dokter Jihan tersenyum.
"Yang ko udah sih? Kan ak---"
"Permisi." Pamit Rindu dan berjalan mengabaikan Bara.
Diabaikan pun Bara pasti akan mengekori Rindu, itu sudah pasti tanpa diminta. Dengan misuh-misuh Bara berjalan dibelakang Rindu yang berjalan datar kembali menuju tempat duduk mereka tadi menunggu hasil DNA.
Dapat dilihat Marisa dan Leon yang berdiri saat menyadari kehadiran Rindu. Disodorkan sebuah amplop putih berlogo rumah sakit yang masib tersegel rapat oleh Marisa kepada Rindu. Meski paham namun Rindu menggeleng kepala dan meminta untuk Marisa yang lebih dulu membukanya.
"Sini biar saya aja." Bara mengambil amplop itu dari tangan Marisa dan membukanya.
Dapat dilihat setiap kata terpampang jelas dan nyata. Kini sudah jelas status Rindu. Siapa kedua orang tuanya dan silsilah keluarga sekarang jelas. Bara menatap Rindu, Marisa dan Leon bergiliran sebelum membalikan kertas menghadap ketiganya untuk dibaca dan dilihat oleh mereka bertiga.
"Alhamdulillah." Ucap syukur Marisa saat melihat jika Rindu 99% DNA nya sama dengan Leon.
"Aduh bapak mertuaku." Bara memeluk Leon yang membuat Leon langsung mendorongnya jauh.
Bukan apa-apa cuma gaya meluknya itu yang bikin Leon jijik. Jika dipeluk Marisa atau Rindu sih it's ok tapi ini oleh pria berbadan tegap seperti Barabas Anggara. Sungguh meskipun Leon bujang lapuk, tapi jika dipeluk pinggang mesra dan dielus dada oleh kepala, Leon pun jijik karna ia masih suka lobang bukan batang.
"Jyjyk sumpahnya najis." Ujar Leon sampai bergidik ngeri.
"Ga boleh gitu sama menantu. Nanti diazab mau?" Balas Bara sambil menunjuk wajah Leon yang langsung ditepis kasar oleh Leon.
Dengan wajah masam Leon berjalan melewati Bara lalu merangkul Rindu berjalan menjauh dari situ. Bara yang melihat itu hanya terdiam, niatnya ingin misuh-misuh tapi ya sekali ini boleh lah pria lain merangkul wanitanya. Ya iya lah boleh orang yang ngerangkul ayah kandungnya Rindu.
Dengan diam Bara mengikuti Leon dan Rindu berjalan dibelakang mereka. Marisa? Berjalan paling belakang dengan senyum tipis yang memang tak bisa ia sembunyikan. Memang Marisa tak ragu jika Rindu memang anak Leon, namun tetap saja jika kejadian buruk dimasa lalu terjadi dalam satu hari tak memungkinkan jika ayah kandung Rindu patut diragukan sebelum test DNA.
"Woy bapak mertua! Mau dibawa kemana istri kesayanganku?" Protes Bara saat mereka sudah sampai diparkiran Leon dan Rindu bukannya menaiki mobil Bara melainkan berjalan lurus menuju jalan raya.
"Kemanapun aku bawa itu hak ku." Balas Leon acuh.
Bara pun berlari dan berhenti didepan Leon serta Rindu sambil bertolak pinggang menunjukkan wajah marahnya. Rindu yang melihat itu melepaskan rangkulan Leon perlahan dan berjalan menghampiri Bara. Ditariknya tangan suaminya itu menuju jalan raya dan menyebranginya hingga berhenti didepan sebuah rumah makan padang yang ramai pengunjung.
"Mas ga laper?" Tanya Rindu lembut.
"Laper lah sayang." Balas Bara.
"Yaudah kita makan dulu ya, ditlaktir sama papah Leon." Ujar Rindu sambil menarik tangan Bara ke kasir untuk memesan makanan untuk dirinya, Bara, Marisa serta Leon yang selanjutnya bejalan menuju meja makan yang berada dipojokan.
"Tadi kata dokter gimana nak?" Tanya Marisa pada Rindu yang dibalas tatapan datar oleh Rindu namun selanjutnya tersenyum.
"Alhamdulillah positive." Ujar Rindu membuat Marisa dan Leon tersenyum lebar.
Tak lama pesanan mereka datang membuat Bara yang sedang fokus chatingan dengan para sahabatnya pun langsung dengan sigap menyantap lahap makanannya. Rindu sesekali menepuk pundak Bara agar tidak tersedak sedangkan Marisa sesekali mengambilkan tisu untuk Leon yang makannya tak kalah lahap dengan Bara.
Ddrrtt. Drrrtt. Drrttt.
"Halo Barabas Anggara in here." Ujar Bara sambil menegak air minumnya.
"Dimana kalian? Ini anak tiga rewel!" Teriak Antha disebrang sana diiringi tangis bayi khas sikembar tiga.
"Otw." Bara mematikan panggilan sepihak yang selanjutnya menenggak habis teh manis miliknya.
"Ayo, triplet Abi mengamuk waktunya kita pulang." Ujar Bara pada Rindu dengan tangan menarik tangan Rindu tanpa melihat jika istrinya itu hendak menyuap.
Seolah lupa jika ia dan Rindu tidak makan berdua, langsung saja berjalan keluar rumah makan acuh dengan wajah datar. Sedangkan Leon menatap jengkel Bara yang tanpa pamit dan tanpa sopannya pergi begitu saja meninggalkan dirinya dan Marisa.
"Untung anak orang kaya, coba kalo anak orang miskin. Udah aku lempar ke zimbabwe tu orang." Kesal Leon sambil menyendokan rendang kedalam mulutnya.
"Sabar kak." Balas Marisa lembut yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Leon karna mulai fokus kembali dengan makanannya yang merupakan porsi ke dua.
Marisa yang melihat itu hanya menggeleng kepala dengan tangan sigap mengelap mulut Leon jika belepotan. Ah rasanya ia rindu dengan pria bernama Leonard Nathaniel Ekara, rindu dengan segala tingkah ajaibnya. Meski dari luar terlihat dingin dan tajam, tapi sebenarnya Leon adalah sosok yang hangat dan baik hati.
Ditelisiknya wajah tampan dan tegas Leon yang masih terlihat awet muda meski umur sudah tak muda lagi. Lalu diliriknya setelah pakaian miliknya yang sederhana dan murah beda dengan pakaian yang dikenakan oleh Leon berwibawa dan mahal.
"Tenang Marisa, aku tidak melihat seseorang dari harta dan tahta. Tapi yang aku lihat ada kecantikan dari dalam." Celetuk Leon tapi mata masih fokus pada semangkuk gulai sapi dihadapannya.
"Makan ya makan aja kak." Balas Marisa.
"Kamu mau aku makan Marisa?" Celetuk Leon lagi namun kali ini menatap Marisa dengan senyum miring namun masih tetap tampan yang sungguh membuat Marisa terdiam kaku.
.
.
.
.
.
.
.Minal aidzin wal faidzin semuanya🙏
Bara Rindu kembali niiihhhh
Ga lama kan up nya? Cuma 10 hari ko hehehe🤭Masih ramai kah?
Masih nyambung kah?Jangan lupa vote dan komen kalo ada salah or typo
Makasih♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara Rindu
ChickLit*Biar sama sama enak jangan lupa follow author ya ♥️ MOHON MAAF INI MAH YA DILARANG COPAS CERITA INI, SEBAGIAN APALAGI SEMUA NYA, hargai otak ini yang berfikir keras untuk membuat cerita ini ----------------------------------------------------- Tent...